Waktu-waktu Terlarang Menunaikan Shalat – Fikih Empat Madzhab

Fikih Empat Madzhab
(Maliki, Hanafi, Hanbali, Syafi‘i)
(Judul: Ijmā‘-ul-A’immat-il-Arba‘ati waikhtilāfihim).
Oleh: Al-Wazir Yahya bin Muhammad bin Hubairah

Penerjemah: Ali Mh.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: 002 Bab Shalat - Fikih Empat Madzhab

Bab: Waktu-waktu Terlarang Menunaikan Shalat (5161) Yaitu Saat Matahari Terbit, Saat Berada di Tengah Langit dan Saat Tenggelam.

 

339. Mereka (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) sepakat bahwa wajib mengqadha’ shalat-shalat yang tertinggal. (5172).

 

340. Mereka berbeda pendapat tentang mengqadha’ shalat-shalat yang tertinggal pada waktu-waktu terlarang.

Abū Ḥanīfah berkata: “Hukumnya tidak boleh.”

Mālik, asy-Syāfi‘ī, dan Aḥmad berkata: “Hukumnya boleh pada waktu-waktu tersebut saat matahari terbit, saat matahari tergelincir dan saat terbenam.” (5183).

 

341. Mereka berbeda pendapat tentang orang yang shalat Shubuḥ saat matahari terbit (matahari terbit saat dia sedang shalat Shubuḥ).

Abū Ḥanīfah berkata: “Shalatnya batal.”

Mālik, asy-Syāfi‘ī, dan Aḥmad berkata: “Shalatnya sah.” (5194).

 

342. Mereka sepakat bahwa apabila matahari terbenam saat seseorang sedang menunaikan shalat ‘Ashar maka shalatnya sah. (5205).

Catatan:

  1. 516). Dalam manuskrip “Z” dan “C” tertulis: Bab Mengqadhā’ shalat-shalat yang tertinggal. Lih. Bidāyat-ul-Mujtahid (1/355), al-Majmū‘ (4/69), al-Hidāyah (1/80), dan Badā’i‘-ish-Shanā’ī‘ (1/537).
  2. 517). Lih. al-Mughnī (1/783), Raḥmat-ul-Ummah (50), dan al-Hidāyah (1/78).
  3. 518). Lih. al-Majmū‘ (4/78), at-Taḥqīq (3/255), al-Mughnī (1/784), Raḥmat-ul-Ummah (50), dan al-Isyrāf (1/350).
  4. 519). Lih. at-Taḥqīq (3/273), al-Majmū‘ (4/76), al-Mughnī (1/784), Raḥmat-ul-Ummah (50).
  5. 520). Lih. Raḥmat-ul-Ummah (50).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *