339. Mereka (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) sepakat bahwa wajib mengqadha’ shalat-shalat yang tertinggal. (5172).
340. Mereka berbeda pendapat tentang mengqadha’ shalat-shalat yang tertinggal pada waktu-waktu terlarang.
Abū Ḥanīfah berkata: “Hukumnya tidak boleh.”
Mālik, asy-Syāfi‘ī, dan Aḥmad berkata: “Hukumnya boleh pada waktu-waktu tersebut saat matahari terbit, saat matahari tergelincir dan saat terbenam.” (5183).
341. Mereka berbeda pendapat tentang orang yang shalat Shubuḥ saat matahari terbit (matahari terbit saat dia sedang shalat Shubuḥ).
Abū Ḥanīfah berkata: “Shalatnya batal.”
Mālik, asy-Syāfi‘ī, dan Aḥmad berkata: “Shalatnya sah.” (5194).
342. Mereka sepakat bahwa apabila matahari terbenam saat seseorang sedang menunaikan shalat ‘Ashar maka shalatnya sah. (5205).