Memenuhi Undangan Tetangga
Setelah pernikahan Rasūlullāh Saw. dan ‘Ā’isyah r.a. diresmikan pada tahun kedua Hijriah, pasangan suami-istri itu pindah ke rumah (lebih tepatnya bilik) baru, yaitu ke salah satu bilik di samping Masjid Nabawi yang dibangun Rasūlullāh Saw. dari tanah liat dan beratapkan anyaman pelepah kurma. Tidak ada perlangkapan berharga di dalam bilik itu. Di dalamnya hanya ada sebuah tempat tidur dari kulit yang disamak, diisi bulu, dan di pintu bilik digantungkan tirai dari bulu.
Suatu hari, Rasūlullāh Saw. sedang bersama ‘Ā’isyah r.a. di rumahnya. Ketika mengetahui bahwa Rasūlullāh Saw. ada di rumah ‘Ā’isyah r.a., salah seorang tetangganya, yang berasal dari Persia dan dikenal piawai memasak segera menyiapkan hidangan. Setelah hidangan siap, ia lalu menemui dan mengundang Rasūlullāh Saw. untuk menyantap hidangan masakannya. Karena saat itu sedang bersama istri tercinta, beliau bertanya kepada orang Persia itu: “Saudaraku, apakah ‘Ā’isyah istriku, juga diundang?”
“Tidak, wahai Rasūlullāh,” jawab orang Persia itu. Ternyata, ia menyiapkan hidangan itu hanya untuk beliau.
Mendengar jawaban orang Persia itu, Rasūlullāh Saw. berkata kepada sang istri tercinta: “Wahai ‘Ā’isyah, engkau tidak diundang.”
Merasa sungkan menerima undangan tanpa mengajak istri tercinta, Rasūlullāh Saw. lantas menolak dengan halus undangan tetangganya itu.
Merasa ingin sekali rumahnya didatangi Rasūlullāh Saw., orang itu mengundang lagi beliau untuk mencicipi hidangan yang telah disiapkan di rumahnya.
Rasūlullāh Saw. yang tidak biasa menolak undangan, bertanya kepada orang Persia itu dengan ramah dan santun, “Wahai Saudaraku, apakah ‘Ā’isyah, istriku, juga diundang?”
“Tidak, wahai Rasūlullāh,” jawaban orang Persia itu sama seperti sebelumnya. Ia sama sekali tidak peka terhadap perasaan Rasūlullāh Saw. kepada istrinya tercinta. Beliau enggan memenuhi undangan tetangganya itu dan meninggalkan istrinya seorang diri di rumah.
Mendengar jawaban tetangga Persia tersebut, Rasūlullāh Saw. berkata kepada sang istri tercinta: “Wahai ‘Ā’isyah, engkau tidak diundang.” Untuk kali kedua, beliau enggan menerima undangan tanpa mengajak ‘Ā’isyah.
Namun orang Persia ini bersikukuh ingin dikunjungi Rasūlullāh Saw., karena kedatangan beliau menjadi kehormatan baginya. Maka, untuk kali ketiga, ia mengundang lagi Rasūlullāh Saw. agar berkenan mencicipi hidangan yang telah disiapkannya.
Dan, untuk ketiga kalinya pula Rasūlullāh Saw. bertanya kepad aorang Persia itu dengan ramah dan santun, “Apakah ‘Ā’isyah, istriku, juga diundang?”
“Ya, wahai Rasūlullāh!” Tetangga Persia itu merasa bersalah dan menyesali kebodohannya.
Mendengar jawaban si tetangga Persia itu, Rasūlullāh Saw. langsung mengiyakan dan menyatakan akan segera mengunjungi rumah tetangganya itu. Beberapa saat kemudian, Rasūlullāh dan istrinya, ‘Ā’isyah r.a. berjalan menuju rumah orang Persia itu.[]