Sujud Sahwi – Fikih Empat Madzhab

Fikih Empat Madzhab
(Maliki, Hanafi, Hanbali, Syafi‘i)
(Judul: Ijmā‘-ul-A’immat-il-Arba‘ati waikhtilāfihim).
Oleh: Al-Wazir Yahya bin Muhammad bin Hubairah

Penerjemah: Ali Mh.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: 002 Bab Shalat - Fikih Empat Madzhab

Bab: Sujud Sahwi.

 

335. Keempat Imām madzhab (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) sepakat bahwa sujud sahwi dalam shalat disyariatkan. Apabila seseorang lupa dalam shalatnya maka dan harus melakukan sujud sahwi. (5121).

 

336. Mereka berbeda pendapat, apakah sujud sahwi wajib atau tidak?

Aḥmad dan al-Karkhī – salah seorang ulama madzhab Ḥanafī – berkata: “Hukumnya wajib.”

Mālik berkata: “Hukumnya wajib bila ada kekurangan dalam shalat dan disunnahkan bila ada kelebihan di dalam shalat.”

Asy-Syāfi‘ī berkata: “Hukumnya sunnah tapi tidak wajib secara mutlak.” (5132).

 

337. Mereka sepakat bahwa apabila seseorang meninggalkan sujud sahwi maka shalatnya tidak batal. Kecuali menurut riwayat dari Aḥmad. Riwayat yang masyhur darinya menyebutkan bahwa shalatnya tidak batal, seperti halnya shalat jama‘ah.

Mālik berkata: “Apabila seseorang meninggalkan dua Sunnah atau lebih karena lupa dan tidak melakukan sujud sahwi sampai salam dan jeda waktunya lama sampai dia bangkit dari tempat shalatnya dan Thahārah-nya habis maka shalatnya batal.” (5143).

 

338. Mereka berbeda pendapat tentang tempat sujud sahwi.

Abū Ḥanīfah berkata: “Tempatnya adalah setelah salam secara mutlak.”

Mālik berkata: “Apabila terjadi kekurangan dalam shalat maka sujud sahwi dilakukan sebelum salām, sedangkan bila terjadi kelebihan maka sujud sahwi dilakukan setelah salām. Apabila dua kali lupa berkumpul, baik karena bertambah atau berkurang, maka tempatnya adalah sebelum salām.”

Asy-Syāfi‘ī berkata: “Semuanya dilakukan sebelum salām.” Demikianlah menurut pendapat yang masyhur dari Asy-Syāfi‘ī.

Aḥmad berkata dalam riwayat yang masyhur darinya: “Semuanya sebelum salām. Kecuali pada dua tempat:

Pertama, apabila seseorang shalatnya kurang karena lupa lalu dia salām maka dia harus mengqadha’ yang tersisa lalu salām dan sujud sahwi setelah salām.

Kedua, apabila imam ragu dalam shalatnya dan kami mengatakan bahwa dia harus berpedoman pada yang kuat maka dia harus mengacu pada yang dugaan besarnya lalu sujud sahwi setelah salām.”

Ada pula riwayat lain darinya seperti madzhab Mālik (5154).

Catatan:

  1. 512). Lih. Raḥmat-ul-Ummah (45).
  2. 513). Lih. Bidāyat-ul-Mujtahid (1/354), Raḥmat-ul-Ummah (45), dan al-Majmū‘ (4/68).
  3. 514). Lih. al-Mughnī (1/724), dan Raḥmat-ul-Ummah (45).
  4. 515). Lih. Bidāyat-ul-Mujtahid (1/355), al-Majmū‘ (4/69), al-Hidāyah (1/80), dan Badā’i‘-ish-Shanā’ī‘ (1/555).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *