2-12 Kasih Sayang Allah Lebih Besar – 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah

115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasūlullāh Saw

Oleh: FUAD ABDURAHMAN
(Penulis buku bestseller The Great of Two Umars)

Penerbit: Penerbit Noura Books
(PT Mizan Publika)

Untuk kedua orangtuaku:
Ma’mun Fudholi ibn K.H. Ahmad Fudholi
Siti Sobariyah

Untuk dua guruku:
Al-‘Allamah Al-Ustadz Qurtubi (Alm.)
Drs. K.H. Pepe Syafi‘i Mukhtar (Alm.)

Diketik Oleh: Zahra’

Kasih Sayang Allah Lebih Besar

 

Setelah Perang Hawazin berakhir, sejumlah tawanan yang terdiri atas anak-anak dan para wanita dihadapkan kepada Rasūlullāh Saw. dan beliau memperhatikan mereka. Lalu, beliau dan para sahabat melihat seorang tawanan wanita tampak sibuk sendiri. Ia melangkah ke sana ke mari mencari-cari putranya, belahan jiwanya. Ia tampak terguncang, berteriak-terik, dan bertingkah seperti orang gila. Ia datangi setiap anak kecil yang sedang disusui ibunya. Ia periksa wajah mereka satu per satu. Payudaranya hampir saja pecah karena air susu yang tertahan. Ia berharap putranya ada di sisinya sehingga ia bisa memeluk dan menciuminya sepuas-puasnya, meskipun untuk itu ia harus korbankan nyawanya.

Beberapa saat kemudian, sang ibu menemukan putranya. Seketika, air matanya mengering, akal sehatnya kembali lagi. Ia langsung meraih dan mendekapkannya ke dadanya. Tangisan anak itu membuat kasih sayangnya meluap-luap. Sang anak dipeluk dan dicium dengan lembut, lalu dirapatkan ke dadanya dan disodorkan payudaranya.

Rasūlullāh Saw. yang sangat penyayang dan pengasih melihatnya dengan tatapan penuh kasih. Beliau melihat sang ibu sangat letih. Begitu lama ia menanggung kerinduan yang sangat dalam kepada putranya. Derita ibu dan anak itu sungguh teramat besar. Para sahabat yang duduk bersama Rasūlullāh Saw. pun melihat tingkah ibu dan anak itu. Setelah si ibu terlihat tenang, Rasūlullāh berpaling kepada para sahabat dan bertanya: “Menurut kalian, apakah ibu itu akan rela jika anaknya dilemparkan ke dalam kobaran api?”

Para sahabat terkejut mendengar pertanyaan Rasūlullāh Saw. Bagaimana mungkin si ibu melempar anaknya ke dalam api? Bukankah anaknya itu adalah belahan jiwanya? Bagaimana bisa ia lemparkan anaknya ke dalam siksa? Mereka melihat ibu itu sangat mengasihi putranya sehingga mengabaikan penderitaan dirinya sendiri. Ia menciumi, memeluk, dan membasahi wajah anaknya dengan cucuran air matanya. Bagaimana mungkin ia melemparkan anaknya ke dalam api, padahal ia adalah ibu yang penuh kasih sayang?

Mereka menjawab: “Tentu saja tidak, wahai Rasūlullāh. Demi Allah, ibu itu pasti tidak akan rela. Ia tidak akan pernah bisa melakukannya.”

Rasūlullāh Saw. berkata: “Nah, kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya lebih besar dibanding kasih sayang ibu itu kepada anaknya.”[]