Tempat-tempat yang Dilarang Shalat di Dalamnya – Fikih Empat Madzhab

Fikih Empat Madzhab
(Maliki, Hanafi, Hanbali, Syafi‘i)
(Judul: Ijmā‘-ul-A’immat-il-Arba‘ati waikhtilāfihim).
Oleh: Al-Wazir Yahya bin Muhammad bin Hubairah

Penerjemah: Ali Mh.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: 002 Bab Shalat - Fikih Empat Madzhab

Bab: Tempat-tempat yang Dilarang Shalat di Dalamnya.

 

334. Keempat Imām madzhab (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) berbeda pendapat tentang tempat-tempat yang dilarang shalat di dalamnya, apakah shalat batal bila ditunaikan di tempat-tempat tersebut? Seperti pekuburan (pemakaman), kamar mandi, tempat sampah, pinggir jalan, tempat penyembelihan binatang, tempat penderuman onta dan bagian atas Ka‘bah.

Abū Ḥanīfah berkata: “Shalat di tempat-tempat tersebut semuanya makruh, hanya saja bila dilakukan shalatnya tetap sah, kecuali shalat di atas Ka‘bah, karena shalat di atas Ka‘bah hukumnya sah secara mutlak dan tidak makruh.

Mālik berkata: “Shalat di tempat-tempat tersebut hukumnya sah bila tempat tersebut suci, tapi tetap makruh, karena secara umum tempat-tempat tersebut bernajis.”

Kecuali bagian atas Ka‘bah, karena shalat di atasnya menurutnya Makruh, karena dia membelakangi sebagian arah yang diperintahkan untuk menghadap ke arahnya.

Asy-Syāfi‘ī berkata: “Shalat di tempat-tempat tersebut selain Ka‘bah dan pekuburan hukumnya sah meskipun makruh. Sedangkan bagian atas Ka‘bah, bila di depannya ada tirai yang bersambung dengan bangunan Ka‘bah – sebagaimana yang telah kami uraikan sebelumnya – maka shalatnya sah dan tidak makruh, namun bila tidak ada Sutrah-nya maka shalatnya tidak sah. Shalat di pekuburan yang digali tidak sah, sedangkan bila tidak digali maka hukumnya makruh tapi sah.

Menurut Aḥmad, dalam hal ini ada tiga riwayat darinya.

Pertama, yang masyhur adalah bahwa shalatnya batal secara mutlak.

Kedua, shalatnya sah tapi makruh.

Ketiga, jika dia mengetahui larangan tersebut maka dia harus mengulangnya, sedangkan bila dia tidak mengetahuinya maka tidak perlu mengulangnya. (5111).

Catatan:

  1. 511). Lih. al-Mughnī (1/753), al-Mudawwanah (1/213), al-Majmū‘ (3/165), dan Raḥmat-ul-Ummah (45).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *