2-11 Madzhab-madzhab & Ayat Tayammum – Fiqih Lima Madzhab

FIQIH LIMA MADZHAB
(Ja‘farī, Ḥanafī, Mālikī, Syāfi‘ī, Ḥanbalī)
(Judul Asli: Al-Fiqhu ‘Alal-Madzāhib-il-Khamsah)
Oleh: Muhammad Jawad Mughniyah.

Penerjemah: Masykur A.B., Afif Muhammad, Idrus al-Kaff.
Penerbit: PT LENTERA BASRITAMA

BAB 11

MADZHAB-MADZHAB DAN AYAT TAYAMMUM

 

Kami telah menjelaskan tentang air, hal-hal yang dapat membatalkan wudhu’, dan tentang tayammum, bahwa beberapa madzhab dalam Islam sebagian besar berbeda pendapat tentang pengertian kata-kata yang dipergunakan dalam ayat tayammum, seperti:

Dan jika kamu sakit atau berada dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air besar(jamban), atau menyentuh (menyetubuhi) perempuan, lalu kamu tidak mendapatkan air, maka tayammumlah dengan tanah yang baik. Maka usaplah muka-muka kamu. (Qs. al-Mā’idah, 6).

Ulama fiqih berbeda pendapat tentang siapakah yang diwajibkan bertayammum kalau tidak ada air; Apakah hanya orang sakit dan orang musāfir saja, atau sifatnya umum di mana orang muqīm yang sehat juga yang termasuk di dalamnya? Apakah yang dimaksud dengan menyentuh itu adalah bersetubuh atau hanya menyentuh dengan tangan saja? Apakah yang dimaksud air hanya air muthlaq saja atau air apa saja? Apakah yang dimaksud dengan ash-Sha‘īd khusus debu saja, atau termasuk juga semua yang ada di permukaan bumi, baik debu, pasir atau batu? Apakah yang dimaksud dengan muka adalah semua atau hanya sebagian saja? Apakah yang dimaksud dengan tangan itu adalah telapak tangan saja atau telapak tangan dan lengan? Di bawah ini kami ringkaskan sebagian pendapat-pendapat di atas:

 

2. Imām Abū Ḥanīfah berkata: Orang yang muqīm yang sehat, yang tidak mendapatkan air tidak dibolehkan bertayammum, dan juga tidak diwajibkan shalat, karena ayat tersebut hanya mewajibkan bertayammum karena tidak ada air kepada orang yang sakit dan orang musāfir secara khusus.

Madzhab-madzhab yang lain: Sesungguhnya menyentuh wanita lain (yang bukan muḥrim) dengan sentuhan tangan yang sempurna, maka hukumnya sama seperti orang buang air, yaitu dapat membatalkan wudhu’.

Imāmiyyah: Bersetubuh itulah yang membatalkan wudhu’, bukan menyentuh dengan tangan.

 

2. Ḥanafī: Sesungguhnya pengertian “Kalau kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah” adalah air muthlaq, atau air mudhāf. Sedangkan menurut madzhab-madzhab yang lain: kata mā’u (air) dalam ayat tersebut hanya khusus pada air muthlaq saja bukan air mudhāf.

 

3. Ḥanafī dan sebagian kelompok Imāmiyyah: Yang dimaksud dari ash-Sha‘īd (tanah) dalam ayat tersebut adalah debu, pasir dan batu kecil.

Syāfi‘ī: Yang dimaksudkannya adalah hanya debu dan pasir saja.

Ḥanbalī: Hanya debu saja.

Mālikī: Mengandung pengertian yang bersifat umum, baik debu, pasir, batu kecil, es, maupun barang tambang.

Empat madzhab: Yang dimaksud dengan muka adalah semuanya.

Imāmiyyah: Hanya sebagiannya saja.

 

4. Empat madzhab: Yang dimaksud dengan dua tangan adalah dua telapak tangan dan pergelangan sampai dua siku-siku.

Imāmiyyah: Hanya dua telapak tangan saja.

Sebenarnya perbedaan pendapat di atas hanya menunjukkan pada hal-hal yang bersifat interprestasi bukan pada yang substansial, pada lafazh-nya saja bukan pada pengertiannya. Perbedaan itu muncul karena adanya perbedaan dalam memahami suatu kata, dan hanya terjadi pada kalangan ahli bahasa, dan para sastrawan yang berbeda penafsiran (interpretasi) terhadap suatu bait syair. Dari sini para ahli fiqih dari satu madzhab berbeda pendapat tentang satu masalah, sebagaimana adanya perbedaan pendapat antara satu madzhab dengan madzhab yang lain.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *