2-10 Dan, Rasulullah Pun Menangis – 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah

115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasūlullāh Saw

Oleh: FUAD ABDURAHMAN
(Penulis buku bestseller The Great of Two Umars)

Penerbit: Penerbit Noura Books
(PT Mizan Publika)

Untuk kedua orangtuaku:
Ma’mun Fudholi ibn K.H. Ahmad Fudholi
Siti Sobariyah

Untuk dua guruku:
Al-‘Allamah Al-Ustadz Qurtubi (Alm.)
Drs. K.H. Pepe Syafi‘i Mukhtar (Alm.)

Diketik Oleh: Zahra’

Dan, Rasūlullāh pun Menangis

 

Suatu hari Rasūlullāh Saw. dan beberapa sahabat berjalan untuk melihat putra beliau, Ibrāhīm, yang sedang sakit bersama ibu susuannya. Saat melihat putranya, beliau langsung memeluk dan menciumnya. Beberapa saat kemudian para sahabat memasuki kamar Ibrāhīm. Namun, mereka tak sempat bertemu dengannya karena Ibrāhīm yang mulia telah meninggal dunia. Kejadian ini meninggalkan duka kepdedihan yang sangat dalam di hati Rasūlullāh Saw. Kedua mata beliau terus meneteskan air mata.

‘Abd-ur-Raḥmān ibn ‘Auf bertanya: “Wahai Rasūlullāh engkau menangis?”

Rasūlullāh Saw. menjawab: “Sesungguhnya tangisan adalah rahmah … kedua mata ini menangis ketika hati berduka. Dan tidaklah kami mengatakan apa-apa kecuali apa-apa yang diridhai Tuhan kami. Wahai Ibrāhīm, kami sungguh berduka dengan kerpergianmu.”

Rasūlullāh Saw. juga pernah menangis usai Perang Uhud. Setelah peperangan berakhir, dan pasukan Quraisy pulang ke Makkah, Rasūlullāh Saw. menyuruh para shabat mengumpulkan syuhadā’ yang gugur dalam peperangan hebat itu, salah seorang di antara mereka adalah Ḥamzah, paman Nabi Saw. Mereka kumpulkan jasad kaum Muslim untuk dikuburkan. Setelah beberapa saat, mereka menemukan jasad Ḥamzah di dasar lembah dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Mereka bergegas memberi tahu Rasūlullāh Saw. Beliau menangis sedih ketika melihat kondisi jasad pamannya yang sangat mengenaskan – perutnya berlubang ditembus lembing milik Waḥsyī dan dadanya terkoyak lebar disobek pisau milik Hindun yang kemudian merenggut jantungnya, mengunyahnya, dan memuntahkannya lagi. Ibn Mas‘ūd menuturkan suasana saat itu.

“Kami belum pernah melihat Rasūlullāh Saw. menangis sesedih itu. Beliau meletakkan jasad Ḥamzah ke arah kiblat. Lalu, beliau berdiri di sampingnya dan menangis tersedu-sedu.”

“Seandainya Shafiyyah, saudari Ḥamzah, tidak akan bersedih atau kalau saja aku tidak khawatir tindakanku akan menjadi Sunnah, pasti sudah kutinggalkan jenazahnya hingga dimakan binatang buas atau dimakan burung,” ujar Rasūlullāh Saw.

Rasūlullāh Saw. berkata seperti itu karena tidak tahan melihat kondisi jenazah pamannya.

Ibn Mas‘ūd juga menuturkan hadits lain tentang tangisan Rasūlullāh Saw. Suatu ketika Rasūlullāh Saw. duduk bersama ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd, lalu beliau berkata: “Bacakanlah al-Qur’ān untukku!”

“Bagaimana aku membacakannya kepada Tuan, sedangkan al-Qur’ān diturunkan kepada Tuan?” tanya Ibn Mas‘ūd.

“Aku senang mendengarnya dari orang lain,” jelas Rasūlullāh Saw.

Maka, ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd pun membacakan Surah an-Nisā’ dari awal surah hingga ayat 41: Maka bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), apabila Kami datangkan seorang saksi (rasūl) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkanmu (Muḥammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)?

Saat mendengar ayat itu dibacakan, Rasūlullāh Saw. berujar, “Cukup!”

Ibn Mas‘ūd menghentikan bacaannya dan melihat kedua mata beliau meneteskan air mata.[]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *