Rasūlullāh s.a.w. pernah berkata kepada ‘Umar:
“Tahukah kamu apa yang terbaik untuk disimpan (oleh seorang suami)? Dialah wanita shāliḥah. Bila dilihat, dia menyenangkan suaminya. Bila diperintah, dia menaatinya, dan bila suaminya pergi, dia menjaga dirinya dan harta benda suaminya.” (HR. Abū Dāūd).
Dari hadits di atas, sedikit banyak menggambarkan dalam benak kita bagaimana karakteristik seorang istri shāliḥah, yaitu sosok istri yang bertanggungjawab dalam membina keluarganya, yang hubungannya dengan sang suami didasari atas cinta, kasih sayang, kelembutan, pengertian, dan pengorbanan. Salah satu karakteristik istri shāliḥah adalah pengertian, sebagaimana yang dicontohkan Khadījah pada malam pertama turunnya wahyu. Dialah yang menenangkan hati Rasūl s.a.w. yang – saat itu – dilanda kecemasan dan ketakutan yang mencekam. Berikut beberapa contoh istri shāliḥah.
Dalam setiap langkah perjuangan Rasūlullāh s.a.w. terutama pada masa-masa krisis, yaitu ketika siksaan kaum Quraisy datang silih berganti menerpanya, datanglah dua wanita yang setia mendampingi dan membela Rasūlullāh s.a.w. Mereka itu adalah Khadījah binti Khuwailid dan Fāthimah binti Asad. Karena pengorbanannya yang tidak sedikit itulah, Khadījah dianggap sebagai wanita teladan sepanjang sejarah.
Bagaimana tidak, dialah yang telah menyediakan Rasūlullāh s.a.w. – sebelum diutus sebagai rasul – rumah yang sejuk dan damai. Dialah yang membantu Rasūlullāh s.a.w. dalam mempersiapkan bekalnya selama berkhalwat di Gua Hira’. Bukan hanya itu, dialah orang yang pertama kali beriman kepada dakwah Rasūlullāh s.a.w. dan dia juga yang telah mengorbankan seluruh hartanya untuk perjuangan Rasūlullāh. Sungguh, suatu pengorbanan dan pengabdian yang sangat mulia.
Pada malam turunnya wahyu, pada saat malaikat Jibrīl datang dengan bentuk aslinya untuk membacakan wahyu pertama, Rasūlullāh s.a.w. diliputi ketakutan yang mencekam sampai tiba di rumahnya. Pada saat Khadījah bergegas menyambut beliau seraya bertanya: “Wahai Bapak Qāsim (Rasūlullāh s.a.w), dari mana Engkau? Sesungguhnya, saya telah mengutus beberapa orang keliling kota Makkah untuk mencari engkau.” Setelah mendengar cerita Rasūlullāh s.a.w., Khadījah berkata: “Berbahagialah wahai putra pamanku. Demi Allah, sesungguhnya saya yakin bahwa engkaulah Nabi bagi umat ini.”
Tidak tampak dari perkataan Khadījah sedikit keraguan, bahkan dengan penuh keyakinan dia berusaha menghibur dan meneguhkan hati Rasūlullāh s.a.w. Demikianlah sosok istri mulia, yang mengerti keadaan suami dan tahu persis bagaimana harus bersikap.
Dalam salah satu sabdanya, Rasūlullāh s.a.w. pernah memuji Khadījah seraya berkata:
“Dialah wanita yang pertama kali percaya (beriman) kepadaku pada saat orang-orang di sekitarku kafir. Dialah wanita yang pertama kali membenarkanku pada saat orang-orang mendustaiku. Dan, dialah satu-satunya wanita yang mengorbankan harta bendanya untukku pada saat orang-orang enggan membantuku.” (HR. Imām Aḥmad).
Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain dalam mencari wanita teladan selain Khadījah binti Khuwailid; umm-ul-mu’minīn; istri yang taat dan patuh terhadap sang suami yang telah memberi kepada Rasūlullāh bukan hanya kasih-sayangnya, melainkan juga harta dan keluarganya demi perjuangan Rasūlullāh s.a.w.
Atas pengabdian dan pengorbanannya yang tidak sedikit ini, Allah s.w.t. membalasnya dengan memberi kabar gembira – yang disampaikan melalui malaikat Jibrīl – bahwa Allah s.w.t. telah menyiapkan sebuah istana di surga buat Khadījah.
Abū Hurairah r.a. berkata bahwa malaikat Jibrīl berkata pada Rasūlullāh s.a.w.:
“Wahai Rasūlullāh, Khadījah akan datang kepadamu dengan membawa makanan, lauk-pauk, dan minuman. Apabila dia datang nanti, sampaikan salam Allah dan salamku kepadanya. Kabarkan kepadanya bahwa Allah telah menyiapkan sebuah istana yang terbuat dari permata untuknya, sebuah istana yang sejuk dan damai.” (HR. Bukhārī).
Rasūlullāh s.a.w. datang menghampiri Khadījah seraya berkata: “Wahai Khadījah, malaikat Jibrīl baru datang menyampaikan salam Allah buatmu.” Khadījah menjawab: “Bagi Allah dan malaikat-Nya keselamatan dan dari-Nyalah keselamatan (datang).”
Kedudukan yang didapatkan Khadījah – sebagaimana hadits di atas – adalah suatu kemuliaan tersendiri baginya yang belum pernah didapatkan oleh siapa pun. Hal itu dikarenakan kesetiaannya dan keteguhannya dalam membela dakwah Rasūlullāh s.a.w., khususnya pada tahun-tahun pertama diturunkannya wahyu. Dan, sosok Khadījah adalah salah satu anugerah Allah s.w.t. yang diberikan kepada Rasūlullāh s.a.w.
Seperempat abad lamanya Khadījah mendampingi perjuangan Rasūlullāh s.a.w. sebagai seorang istri yang setia, taat, dan tulus. Dia korbankan seluruh hartanya, bahkan dirinya demi perjuangan sang suami tercinta.