Untuk mengetahui Allah s.w.t. apakah kita dituntut dengan dalil ijmālī (global) atau harus dengan dalil tafshīlī (terperinci)?
Cukup dengan dalil ijmālī saja.
حصون الحميدية. ص. 7:
وَ أَمَّا مَعْرِفَةُ أَدِلَّةِ التَّفْصِيْلِيَّةِ فَهِيَ فَرْضُ كِفَايَةٍ، إِذَا قَامَ بِهَا بَعْضُ الْأُمَّةِ سَقَطَ الطَّلَبُ عَنِ الْبَاقِيْنَ.
“Mengetahui dalil-dalil secara terperinci hukumnya fardhu kifayah, jika sudah ada sebagian yang mengetahuinya maka gugurlah tuntutan itu kepada sebagian yang lainnya.”
تحفة المريد. ص. 15:
(قَوْلُهُ مُحَتَّمٌ) أَيْ حَتْمُهُ الشَّارِعُ وَ أَوْجَبَهُ وَ لَمْ يُرَخِّصْ فِيْ تَرْكِهِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ، فَيَجِبُ عَلَى كُلِّ مُكَلِّفٍ مِنْ ذَكَرٍ وَ أُنْثَى وُجُوْبًا عَيْنِيًّا مَعْرِفَةً كُلُّ عَقِيْدَةٍ بِدَلِيْلٍ وَ لَوْ إِجْمَالِيًّا، وَ أَمَّا مَعْرِفَتُهَا بِالدَّلِيْلِ التَّفْصِيْلِيْ فَفَرْضُ كِفَايَةٍ.
“Ungkapannya mushannif berupa “diwajibkan” maksudnya diwajibkan secara syar‘i dan tidak ada kemurahan untuk meninggalkannya karena ada firman Allah yang menyatakan “maka ketahuilah bahwasanya tidak ada tuhan selain Allah s.w.t.” Maka wajib ‘ain bagi setiap orang mukallaf baik laki-laki maupun perempuan untuk mengetahui dalil-dalil akidah secara global (ijmālī), sedangkan kalau secara terperinci (tafshīlī) hukumnya fardhu kifayah.”