2-1-3 Syariat Shalat – Rahasia Shalat, Kelalaian di Antara Shalat Lima Waktu & Pembahasan Tentang Wudhu’ – Belajar Khusyuk

Rangkaian Pos: 002 Rahasia-rahasia Shalat - Belajar Khusyuk

Rahasia Shalat.

Rahasia dan inti shalat ialah menghadapkan hati kepada Allah dan menghadirkan diri secara penuh di hadapan-Nya. Apabila seorang hamba mendirikan shalat tetapi tidak menghadapkan hatinya kepada Allah, malah sibuk memikirkan segala sesuatu selain Dia, dan terbawa hanyut dalam bisikan hatinya, maka kedudukannya sama dengan seorang utusan yang lalai ketika menghadap seorang raja. Sebenarnya ia diutus untuk meminta ampunan atas kesalahan-kesalahannya, mengharapkan kemurahan, kebaikan, dan kasih sayangnya, seraya menyampaikan permohonan agar sang raja membantunya dengan memberikan suplai makanan dan kebutuhan lain yang dapat menguatkan dirinya agar mampu melakukan pelayanan kepadanya. Namun, saat tiba di hadapan sang raja dan berada dekat kepadanya, ia justru tidak melakukan apa-apa. Seharusnya, di saat seperti itu, ia berbisik, bermunajat, memohon, dan membujuknya dengan tulus dan sungguh-sungguh. Alih-alih, ia justru menyibukkan hatinya dengan segala segala sesuatu yang lain. Saat telah berada di depannya, ia justru berpaling dan menjauhi sang raja seraya menoleh ke kanan dan ke kiri atau membalikkan punggungnya. Atau lebih parah lagi, ia melakukan berbagai tindakan yang tidak disukai sang raja sehingga sangat patut jika ia diusir dari hadapannya. Kedudukannya sebagai utusan sama sekali tidak akan dihargai. Sebab, ia memusatkan perhatiannya kepada yang lain dan memenuhi perasaannya dengan urusan yang lain, di luar urusan yang semestinya ia sampaikan kepada sang raja. Alih-alih menyampaikan pesan dan kebutuhannya langsung kepada sang raja, ia justru menyuruh para pelayan yang ada bersamanya untuk menghadap kepada sang raja dan berbicara kepadanya sebagai

Hai anak Adam, Aku menciptakanmu untuk-Ku, dan Aku menciptakan segala sesuatu untukmu. Maka, demi hak-Ku atas dirimu, janganlah kamu disibukkan dengan segala sesuatu yang telah Kuciptakan untukmu sehingga membuatmu melupakan tujuan yang karenanya Aku menciptakanmu. Hadis Qudsi

ganti dirinya. Para pelayan itu disuruhnya meminta maaf dan menggantikan dirinya untuk melayani sanga raja. Sementara, ia tidak menyadari bahwa sesungguhnya sang raja memperhatikan, mengawasi, dan melihat semua tingkah laku dan sepak terjangnya.

Meski demikian, berkat kemurahan sang raja, kedermawanan, dan kebijakannya yang berlimpah, utusan yang tidak tahu diri itu tidak diusir atau dihukum. Sang raja enggan jika semua pelayan dan para pengikut yang mendatanginya itu pulang kembali dengan tangan hampa. Dia memberi mereka imbalan, Dia tetap memberikan kepada semuanya sebagian kasih sayang dan kebajikan-Nya. Namun, tentu saja ada perbedaan besar antara bagian ganimah yang didapatkan orang yang ikut andil dalam medan perang dan sekadar hadiah yang diberikan kepada pengikut yang tidak terjun langsung dalam medan perang.

وَ لِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوْا وَ لِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَ هُمْ لاَ يُظْلَمُوْنَ

Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan mereka, sedang mereka tiada dirugikan. (al-Aḥqāf [46]: 19).

Allah telah menciptakan manusia untuk diri-Nya dan memberi mereka keistimewaan, serta menciptakan segala sesuatu untuk mereka manfaatkan, sebagaimana yang disebutkan dalams sebuah hadis qudsi:

اِبْنَ آدَمَ، خَلَقْتُكَ لِنَفْسِيْ، وَ خَلَقْتُ كُلَّ شَيْءٍ لَكَ، فَبِحَقِّيْ عَلَيْكَ لاَ تَشْتَغِلْ بِمَا خَلَقْتُهُ لَكَ عَمَّا خَلَقْتُكَ لَهُ.

Hai anak Adam, Aku menciptakanmu untuk-Ku, dan Aku menciptakan segala sesuatu untukmu. Maka, demi hak-Ku atas dirimu, janganlah kamu disibukkan dengan segala sesuatu yang telah Kuciptakan untukmu sehingga membuatmu melupakan tujuan yang karenanya Aku menciptakanmu.

Dalam hadis qudsi yang lain Allah berfirman:

اِبْنَ آدَمَ، خَلَقْتُكَ لَنَفْسِيْ فَلاَ تَلْعَبْ، وَ تَكَفَّلْتُ بِرِزْقِكَ فَلاَ تَتْعَبْ. اِبْنَ آدَمَ، اُطْلُبْنِيْ تَجِدْنِيْ، فَإِنْ وَجَدْتَنِيْ وَجَدْتَ كُلَّ شَيْءٍ، وَ إِنْ فُتُّكَ فَاتَكَ كُلُّ شَيْءٍ وَ أَنَا أَحَبُّ إِلَيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ

Hai anak Adam, Aku menciptakanmu untuk-Ku. Maka, janganlah kamu main-main. Aku telah menjamin rezekimu. Maka, janganlah kamu memayahkan dirimu. Hai anak Adam, carilah Aku, niscaya kamu akan menjumpai-Ku. Jika kamu menjumpai-Ku, niscaya kamu akan mendapatkan segala sesuatu. Dan jika kamu tidak menjumpai-Ku, niscaya kamu tidak akan mendapatkan apa pun, padahal Akulah yang seharusnya paling kau sukai daripada apa pun.

Dan Allah telah menjadikan ibadah shalat sebagai sarana yang dapat mengantarkan seorang hamba untuk mendekati-Nya dan bermunajat kepada-Nya sehingga ia cinta kepada-Nya dan merasa senang berada di dekat-Nya.

Kelalaian di Antara Shalat Lima Waktu.

Di antara dua waktu shalat seseorang hamba terancam akan mengalami kelalaian, kerenggangan, kekerasan, keberpalingan, ketergeliciran, dan akhirnya ia melakukan berbagai kesalahan. Keadaan itu akan menjauhkannya dari Tuhannya sehingga kedudukannya tergeser dari sebelumnya dekat kepada-Nya menjadi orang yang jauh bahkan terasing dari penghambaan-Nya. Akhirnya, ia tidak termasuk salah seorang di antara hamba-hambaNya.

Bahkan bisa jadi dalam keadaan itu ia menjerumuskan dirinya ke dalam perangkap musuh yang segera menangkap dan menahannya. Musuh membelenggu, merantai, dan kemudian mengurung dan menyekapnya dalam penjara, yaitu penjara nafsu dan ambisinya sendiri.

Akibat lebih jauh, ia akan merasakan kesempitan dada, ditimpa berbagai macam kecemasan, kesusahan, kesedihan, dan kekecewaan, sementara ia sendiri tidak mengetahui penyebab dan asal mula gangguan serta keluhan yang dialaminya.

Maka, sudah sepantasnya bila rahmat Tuhan Yang Maha Penyayang menetapkan atasnya untuk melakukan ibadah yang bersifat menyeluruh sebagai manifestasi penghambaan dirinya kepada Allah. Seorang hamba bisa kembali menjadi hamba yang dekat kepada Tuhannya melalui ibadah yang ditetapkan Allah atas dirinya, yaitu shalat. Melalui shalat, seorang hamba bisa kembali mendapatkan kedekatannya dengan Allah. Ia juga bisa kembali meraih berbagai hal yang dibutuhkannya untuk mengembalikan ketenangan dan kebahagiaan hatinya. Tentu saja masing-masing hamba akan mendapatkan bagian yang berbeda, sesuai dengan kesungguhan dan ketulusan hatinya ketika menghadap kepada Allah. Kendati demikian, semua bagian dalam ibadah shalat, pasti akan memberikan kebaikan kepada siapa pun yang mengerjakannya.

Pembahasan Tentang Wudhu’.

Sebelum menunaikan shalat, seorang hamba harus membersihkan dan menyucikan dirinya dengan cara berwudhu’. Ia harus membersihkan segala kotoran kemudian menghadap kepada Allah Yang Maha Suci dalam keadaan suci dari segala najis dan hadas. Wudhu’ yang melibatkan aktivitas fisikal sesungguhnya dapat menyucikan lahir dan batin seorang hamba. Dari sisi lahir, wudhu’ akan membersihkan anggota tubuh, baik yang terlibat langsung dalam wudhu’, maupun anggota tubuh lainnya yang digunakan untuk beribadah. Sementara, dari sisi batin, wudhu’ akan membersihkan seorang hamba dari berbagai kotoran batin, menyucikan hati dari kotoran dosa, kedurhakaan, dan kekeruhan akibat berbagai perbuatan buruk yang telah dilakukan. Wudhu’ menjadi bagian dari pertobatan seorang hamba. Ketika berwudhu’ dengan niat menyucikan diri dari najis dan hadas, seorang hamba juga semestinya mestinya menyertai ibadah wudhu’ itu dengan keteguhan hati

Ketika berwudhu’ dengan niat menyucikan diri dari najis dan hadas, seorang hamba juga semestinya mestinya menyertai ibadah wudhu’ itu dengan keteguhan hati untuk bertobat dan membersihkan diri dari segala kotoran akibat dosa.

untuk bertobat dan membersihkan diri dari segala kotoran akibat dosa.

Karena itulah Allah menggabungkan antara tobat dan kesucian dalam firman-Nya:

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَ يُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri. (al-Baqarah [2]: 222).

Dan Nabi s.a.w. menganjurkan kepada orang yang bersuci agar berdoa setelah wudhu’ dengan membaca syahadat kemudian mengucapkan doa berikut:

اللهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَ اجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.

Ya Allah, jadikan diriku termasuk orang yang suka bertobat dan jadikan diriku termasuk orang yang suka menyucikan diri.

Dengan cara itu, tingkat penghambaan dan proses penyucian seorang hamba menjadi lengkap, meliputi penyucian lahir dan batin. Dengan mengucapkan syahadat, berarti ia membersihkan keyakinannya dari kemusyrikan, dengan mengucapkan pertobatan berarti ia menyucikan hatinya dari dosa-dosa, dan dengan berwudhu’ berarti ia membersihkan dirinya dari kotoran lahiriah. Itulah tiga tahapan penyucian yang dijalani seorang hamba melalui ibadah wudhu’. Mereka diperintahkan melewati tahap penyucian itu sebelum memasuki ibadah yang menghadapkan dirinya kepada Allah Yang Maha Suci, yaitu shalat. Setelah lahir dan batinnya dibersihkan, barulah ia diizinkan masuk menghadap kepada Allah dan berdiri di hadapan-Nya. Dengan begitu, ia terhindar dari predikat sebagai budak yang menghindar atau meninggalkan majikannya.

Setelah berwudhu’, dan kemudian disempurnakan dengan syahadat, tobat, dan doa, seorang hamba pergi melangkahkan kakinya menuju masjid untuk mengerjakan ibadah shalat. Jadilah ia salah seorang di antara pelayan-pelayan Allah. Karena itulah mendatangi masjid (untuk shalat berjamaah) menjadi bagian tak terpisahkan dari kesempurnaan ibadah shalat. Sebagian besar ulama menyatakan bahwa berjamaah di masjid hukumnya wajib, dan sebagian lain menyatakan, hukumnya sunnah.

Keadaan seorang hamba yang lalai adalah bagaikan seorang budak yang minggat meninggalkan tuannya. Orang yang lalai menelantarkan hati dan anggota tubuh lainnya tanpa sedikit pun kemauan untuk melakukan pelayanan dan pengabdian kepada Tuhannya, padahal semua anggota tubuhnya sejak semula diciptakan untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Apabila seseorang datang menghadap kepada Allah, berarti ia kembali, bertobat, dan tidak lagi menentang dan menjauhi-Nya. Ia kembali karena tersadarkan dari lalainya. Ketika ia berdiri di hadapan Allah dengan merendahkan dirinya disertai perasaan bersalah, berarti di saat yang sama ia mengharapkan ampunan dan curahan kasih sayang Allah. Ia telah menghadap kembali kepada-Nya setelah lama berpaling dan menjauhi-Nya.