Al-Imām al-Muzanī menyampaikan bahwa dalam menulis risalah ini ia sampaikan dengan sepenuh hati pemberian an-nashīḥah (nasehat). Beliau menyatakan:
Saya akan jelaskan (sebentar lagi) manhaj (metode) yang jelas terang benderang dengan sepenuh jiwa pemberian nasehat untuk diri saya maupun anda.
Sikap an-Nashīḥah adalah ketulusan; keikhlasan untuk memberikan yang terbaik, tidak ada niatan (buruk) lain di baliknya.
عَنْ جَرِيْرٍ قَالَ: بَايَعْتُ رَسُوْلَ اللهِ (ص) عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَ النُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ.
Dari Jarīr r.a. ia berkata: Aku berbaiat (bersumpah setia) kepada Rasūlullāh s.a.w. untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan bersikap an-nashīḥah kepada seluruh muslim.
(HR. Al-Imām al-Bukhārī no. 2514 dan al-Imām Muslim no. 83)
Selanjutnya, Al-Imām al-Muzanī dalam muqaddimah ini menyatakan:
بَدَأْتُ فِيْهِ بِحَمْدِ اللهِ ذِي الرُّشْدِ وَ التَّسْدِيْدِ.
Saya mulai dengan memuji Allah yang memiliki petunjuk dan pengokohan (di atas kebenaran).
Beliau mulai pujian kepada Allah. Sebagaimana Nabi s.a.w. selalu memulai khutbah atau ceramah beliau dengan memuji Allah terlebih dahulu.
Al-Imām al-Muzanī r.h. menyatakan:
الْحَمْدُ للهِ أَحَقُّ مَنْ ذُكِرَ وَ أَوْلَى مَنْ شُكِرَ وَ عَلَيْهِ أُثْنِي الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الَّذِيْ لَيْسَ لَهُ صَاحِبَةٌ وَ لَا وَلَدٌ جَلَّ عَنِ الْمَثِيْلِ فَلَا شَبِيْهَ لَهُ وَ لَا عَدِيْلَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ الْمَنِيْعُ الرَّفِيْعُ.
Segala puji bagi Allah, Dzat Yang Paling berhak untuk diingat, Yang Paling Utama untuk disyukuri. Kepada-Nyalah aku memuji. Yang Maha Tunggal, Tempat bergantung (seluruh makhluk), Yang tidak memiliki istri maupun anak. Maka Mulia (jauh) dari yang semisal. Tidak ada yang serupa bagi-Nya maupun sebanding. Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berilmu, Maha Mengetahui secara detail. Maha Mencegah dan Yang Maha Tinggi.
Allah terpuji di dunia dan di akhirat. Allah terpuji dalam segenap keadaan.
وَ هُوَ اللهُ لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُوْلى وَ الْآخِرَةِ وَ لَهُ الْحُكْمُ وَ إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Dan Dialah Allah Yang tidak ada sesembahan yang ḥaqq kecuali Dia, bagi-Nya pujian di dunia dan di akhirat, dan hanya milik-Nyalah keputusan hukum, dan kepada-Nya kalian semua akan dikembalikan.”
(al-Qashash [28]: 70).
عَنْ عَائِشَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ (ر) قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ (ص) إِذَا أَتَاهُ الْأَمْرُ يَسُرُّهُ قَالَ الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ وَ إِذَا أَتَاهُ الْأَمْرُ يَكْرَهُهُ قَالَ الْحَمْدُ للهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
“Dari ‘Ā’isyah Umm-ul-Mu’minīn – semoga Allah meridhai beliau – beliau berkata: Adalah Rasūlullāh s.a.w. jika ditimpa keadaan yang menyenangkan, beliau berkata: Alḥamdulillāh-illadzī bi ni‘matihi tatimm-ush-shāliḥāt (Segala pujian bagi Allah yang dengan kenikmatan dari-Nya kebaikan-kebaikan menjadi sempurna).
Sedangkan jika beliau ditimpa sesuatu yang tidak disenanginya, beliau mengucapkan: Alḥamdulillāhi ‘alā kulli ḥāl (Segala puji bagi Allah dalam segenap keadaan)”.
(HR. Al-Imām Ibnu Mājah, di-shaḥīḥ-kan oleh al-Imām al-Ḥākim dan asy-Syaikh al-Albānī dalam ash-Shaḥīḥah (no. 265).
Tidak ada sesuatu hal yang paling dicintai oleh Allah selain pujian untuk-Nya. Dinyatakan dalam hadits:
وَ مَا مِنْ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْحَمْدِ.
Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah selain pujian (untuk-Nya).
(HR. Abū Ya‘lā, di-ḥasan-kan oleh asy-Syaikh al-Albanī).
Karena itu, bentuk dzikir yang berupa pujian (al-Ḥamd) mengandung pahala yang lebih besar. Dalam sebuah hadits dinyatakan:
إِنَّ اللهَ اصْطَفَى مِنَ الْكَلَامِ أَرْبَعًا سُبْحَانَ اللهِ وَ الْحَمْدُ للهِ وَ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ فَمَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ كَتَبَ اللهُ لَهْ عِشْرِيْنَ حَسَنَةً أَوْ حَطَّ عَنْهُ عِشْرِيْنَ سَيِّئَةً وَ مَنْ قَالَ اللهُ أَكْبَرُ فَمِثْلُ ذلِكَ وَ مَنْ قَالَ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ فَمِثْلُ ذلِكَ وَ مَنْ قَالَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ كُتِبَتْ لَهُ ثَلَاثُوْنَ حَسَنَةً وَ حَطَّ عَنْهُ ثَلَاثُوْنَ سَيِّئَةً.
Sesungguhnya Allah memilih 4 ucapan: Subḥānallāh (Maha Suci Allah), Alḥamdulillāh (Segala puji bai Allah), Lā ilāha illallāh (Tidak ada sesembahan yang ḥaqq selain Allah), Allāhu Akbar (Allah Maha Besar). Barang siapa yang mengucapkan: Subḥānallāh, Allah tulis baginya 20 kebaikan atau dihapus darinya 20 keburukan. Barang siapa yang mengucapkan Allāhu Akbar, maka juga terhitung demikian. Barang siapa yang mengucapkan Lā ilāha illallāh, maka juga terhitung demikian. Barang siapa yang mengucapkan Alḥamdulillāhi rabb-il-‘Ālamīn sungguh tulus dalam jiwanya, tercatat untuknya 30 kebaikan dan dihapuskan baginya 30 keburukan.
(HR. Al-Imām an-Nasā’ī, al-Imām Aḥmad, di-shaḥīḥ-kan al-Imām al-Ḥākim dan asy-Syaikh al-Albānī).