[163] وَ نَتْبَعُ السُّنَّةَ وَ الْـجَمَاعَةَ، وَ نَجْتَنِبُ الشُّذُوْذَ وَ الْـخِلَافَ وَ الْفُرْقَةَ.
“Kami mengikuti as-Sunnah dan al-Jamā‘ah, dan meninggalkan sikap menyelisihi jamā‘ah (asy-Syudzūdz), perselisihan (al-Khilāf), dan perpecahan (al-Furqah).”
[164] وَ نُحِبُّ أَهْلَ الْعَدْلِ وَ الْأَمَانَةِ وَ نُبْغِضُ أَهْلَ الْـجَوْرِ وَ الـْخِيَانَةِ.
“Kami mencintai orang-orang yang adil dan amanah, dan membenci orang-orang yang zhalim dan berkhianat.”
[165] وَ نَقُوْلُ اللهُ أعْلَمُ فِيْمَا اشْتَبَهَ عَلَيْنَا عِلْمُهُ.
“Kami mengatakan: “Allah yang lebih tahu”, dalam masalah yang tidak jelas bagi kami.”
[166] وَ نَرَى الْـمَسْحَ عَلَى الْـخُفَّيْنِ فِي السَّفَرِ وَ الْـحَضَرِ كَمَا جَاءَ فِي الْأَثَرِ.
“Kami juga berpandangan bolehnya mengusap dua khuff, ketika sedang safar (bepergian jauh) ataupun ketika bermukim, sebagaimana disebutkan di dalam atsar.”
[167] وَ الْـحَجُّ وَ الْـجِهَادُ مَاضِيَانِ مَعَ أُوْلِي الْأَمْرِ مِنَ الْـمُسْلِمِيْنَ بَرِّهِمْ وَ فَاجِرِهِمْ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ لَا يُبْطِلُهُمَا شَىْءٌ وَ لَا يَنْقُضُهُمَا.
“Haji dan jihad tetap berlaku bersama pemimpin dari kaum Muslimin, yang shalih maupun yang durjana dari mereka, sampai Hari Kiamat, dan (kedua syari‘at tersebut) tidak dapat dibatalkan dan digugurkan oleh apa pun.”
[168] وَ نُؤْمِنُ بِالْكِرَامِ الْكَاتِبِيْنَ، فَإِنَّ اللهَ قَدْ جَعَلَهُمْ عَلَيْنَا حَافِظِيْنَ،
“Kami juga beriman kepada para malaikat penulis, di mana Allah menjadikan mereka sebagai penjaga bagi kita.”
[169] وَ نُؤْمِنُ بِمَلَكِ الْـمَوْتِ الْـمُوَكَّلِ بِقَبْضِ أَرْوَاحِ الْعَالَمِيْنَ،
“Kami juga beriman kepada malaikat maut, yang ditugaskan untuk mencabut ruh semua makhluk.”
[170] وَ بِعَذَابِ الْقَبْرِ لِمَنْ كَانَ لَهُ أَهْلًا، وَ سُؤَالِ مُنْكَرٍ وَ نَكِيْرٍ فِيْ قَبْرِهِ عَنْ رَبِّهِ وَ دِيْنِهِ وَ نَبِيِّهِ عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الْأَخْبَارُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلّمَ وَ عَنِ الصَّحَابَةِ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِمْ.
“Dan (kami juga beriman) kepada ‘adzab kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya, dan pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di dalam kuburnya tentang Rabbnya, Agamanya dan Nabinya, sebagaimana kabar-kabar yang datang dari Rasūlullāh s.a.w., dan juga dari para sahabat yang mulia r.a.”
[171] وَ الْقَبْرُ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْـجَنَّةِ أَوْ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النِّيْرَانِ.
“Kubur adalah kebun indah di antara kebun-kebun surga, atau (sebaliknya) ia adalah salah satu lubang neraka.”
[172] وَ نُؤْمِنُ بِالْبَعْثِ وَ جَزَاءِ الْأَعْمَالِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَ الْعَرْضِ وَ الْـحِسَابِ وَ قِرَاءَةِ الْكِتَابِ وَ الثَّوَابِ وَ الْعِقَابِ وَ الصِّرَاطِ وَ الْـمِيْزَانِ.
“Kami juga beriman kepada Hari Kebangkitan (al-Ba‘ts), pembalasan ‘amal perbuatan pada Hari Kiamat, berdiri menghadap Allah di padang Mahsyar, perhitungan ‘amal, pembacaan kitab cacatan ‘amal, pahala dan ‘adzab, jembatan (ash-Shirāth), dan juga timbangan ‘amal (al-Mīzān).”
[173] وَ الْـجَنَّةُ وَ النَّارُ مَخْلُوْقَتَانِ لَا تَفْنَيَانِ أَبَدًا وَ لَا تَبِيْدَانِ،
“Surga dan neraka adalah makhluk, yang keduanya tidak akan fanā’ dan tidak akan musnah.”
[174] وَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ الـْجَنَّةَ وَ النَّارَ قَبْلَ الْـخَلْقِ وَ خَلَقَ لَهُمَا أَهْلًا،
“Dan bahwasanya Allah ta‘ālā telah menciptakan surga dan neraka sebelum menciptakan makhluk lain, dan menciptakan penghuni bagi keduanya.”
[175] فَمَنْ شَاءَ مِنْهُمْ إِلَى الْـجَنَّةَ فَضْلًا مِنْهُ وَ مَنْ شَاءَ مِنْهُمْ إِلَى النَّارِ عَدْلًا مِنْهُ،
“Barang siapa yang dikehendaki-Nya dari mereka, maka ia akan masuk surga sebagai karunia dari-Nya, dan barang siapa yang dikehendaki-Nya dari mereka, maka ia akan masuk neraka sebagai suatu keadilan dari-Nya.”
[176] وَ كُلٌّ يَعْمَلُ لِمَا قَدْ فُرِغَ لَهُ وَ صَائِرٌ إِلَى مَا خُلِقَ لَهُ.
“Setiap orang ber‘amal sesuai dengan apa yang ditaqdirkan untuknya, dan akan mudah kepada (ketetapan) yang untuk itu dia diciptakan.”
[177] وَ الْـخَيْرُ وَ الشَّرُّ مُقَدَّرَانِ عَلَى الْعِبَادِ.
“Kebaikan dan keburukan ditaqdirkan atas hamba-hamba.”
[178] وَ الْاِسْتِطَاعَةُ الَّتِيْ يَجِبُ بِهَا الْفِعْلُ مِن نَحْوِ التَّوْفِيْقِ الَّذِيْ لَا يَجُوْزُ أَنْ يُوْصَفَ الْـمَخْلُوْقُ بِهِ فَهِيَ مَعَ الْفِعْلِ، وَ أَمَّا الْاِسْتِطَاعَةُ مِنْ جِهَةِ الصَّحَّةِ وَ الْوُسْعِ وَ التَّمَكُّنِ وَ سَلَامَةِ الْآلَاتِ فَهِيَ قَبْلَ الْفِعْلِ، وَ بِهَا يَتَعَلَّقُ الْـخِطَابُ، وَ هِيَ كَمَا قَالَ تَعَالَى:{لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهُا}.
“Kesanggupan yang menjadi sebab terjadinya suatu perbuatan, yang bersumber dari taufik Allah yang mana makhluk tidak boleh disifati dengannya; adalah kesanggupan yang menyertai (setiap) perbuatan. Sedangkan kesanggupan seperti kesehatan, kelapangan materi, kapabelitas dan bagusnya peralatan, semua itu adalah sebelum perbuatan tersebut. Dan dengan kesanggupan jenis inilah perintah (syari‘at) bergantung erat, sebagaimana Allah berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (al-Baqarah: 286).”
[179] وَ أَفْعَالُ الْعِبَادِ خَلْقُ اللهِ وَ كَسْبٌ مِنَ الْعِبَادِ.
“Perbuatan-perbuatan hamba adalah makhluk Allah, sekaligus perolehan dari hamba.”
[180] وَ لَمْ يُكَلِّفْهُمُ اللهُ تَعَالَى إِلَّا مَا يُطِيْقُوْنَ،
“Allah ta‘ālā tidak membebani mereka kecuali dengan (kewajiban) yang mampu mereka (laksanakan).”
[181] وَ لَا يُطَيَّقُوْنَ إِلَّا مَا كَلَّفَهُمْ،
“Dan mereka (manusia) tidak akan sanggup (melaksanakan) kecuali apa yang Allah bebanikan kepada mereka.” (71).
[182] وَ هُوَ تَفْسِيْرُ لَا حَوْلَ وَ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ. نَقُوْلُ: لَا حِيْلَةَ لِأَحَدٍ، وَ لَا حَرَكَةَ لِأَحَدٍ وَ لَا تَحَوُّلَ لِأَحَدٍ عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ إِلَّا بِمَعُوْنَةِ اللهِ، وَ لَا قُوَّةَ لِأَحَدٍ عَلَى إِقَامَةِ طَاعَةِ اللهِ وَ الثَّبَاتِ عَلَيْهَا إِلَّا بِتَوْفِيْقِ اللهِ.
“Dan itulah tafsir kalimat (لَا حَوْلَ وَ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ) Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.” Kami katakan, bahwa tidak ada alasan, gerakan dan tidak ada perubahan bagi seseorang dari maksiat kepada Allah, kecuali karena pertolongan Allah. Dan tidak ada kekuatan bagi seseorang untuk menegakkan ketaatan kepada Allah dan teguh atasnya, kecuali dengan taufik dari Allah.”
[183] وَ كُلُّ شَىْءٍ يَجْرِيْ بِمَشِيْئَةِ اللهِ تَعَالىَ وَ عِلْمِهِ وَ قَضَائِهِ وَ قَدَرِهِ.
“Segala sesuatu berjalan dengan kehendak Allah ta‘ālā, ilmu, Qadhā’ dan Qadar-Nya.”
[184] غَلَبَتْ مَشِيْئَتُهُ الْـمَشِيٍئَاتِ كُلَّهَا،
“Kehendak-Nya mengalahkan semua kehendak.”
[185] وَ غَلَبَ قَضَاؤُهُ الْـحِيَلَ كُلَّها.
“Ketetapan-Nya (Qadhā’-Nya) mengalahkan semua daya (makhluk).”
[186] يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ وَ هُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ أَبَدًا، تَقَدَّسَ عَنْ كُلِّ سُوْءٍ وَ حَيْنٍ، وَ تَنَـزَّهَ عَنْ كُلِّ عَيْبٍ وَ شَيْنٍ
“Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya dan Dia sama sekali tidak bernah berbuat zhalim. Allah Maha Suci dari semua keburukan dan kebinasaan, dan Maha Suci dari setiap ‘aib dan kekurangan.”
[187] {لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَ هُمْ يُسْأَلُوْنَ}.
“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.” (al-Anbiyā’: 23).
[188] وَ فِيْ دُعَاءِ الْأَحْيَاءِ وَ صَدَقَاتِهِمْ مَنْفَعَةٌ لِلْأَمْوَاتِ،
“Dalam doa orang-orang yang masih hidup dan sedekah-sedekah mereka terdapat manfaat bagi orang-orang yang telah mati.”
[189] وَ اللهُ تَعَالَى يَسْتَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَ يِقْضِي الْـحَاجَاتِ،
“Allah ta‘ālā mengabulkan doa-doa dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan.”
[190] وَ يَمْلِكُ كُلَّ شَىْءٍ وَ لَا يَمْلِكُهُ شَىْءٌ،
“Allah memiliki segala sesuatu, dan Dia tidak dimiliki oleh sesuatu pun.”
[191] وَ لَا غِنَى عَنِ اللهِ تَعَالَى طَرْفَةَ عَيْنٍ،
“Walaupun sekejap mata, tidak mungkin bagi makhluk untuk tidak membutuhkan Allah.”
[192] وَ مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ اسْتَغْنَى عَنِ اللهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ، فَقَدْ كَفَرَ وَ صَارَ مِنْ أَهْلِ الْـحَيْنِ.
“Barang siapa yang merasa tidak membutuhkan Allah walaupun sekejap mata, maka dia telah kafir dan dia termasuk di antara orang-orang yang binasa.”
[193] وَ اللهُ يَغْضَبُ وَ يَرْضَى لَا كَأَحَدٍ مِنَ الْوَرَى.
“Allah marah dan ridhā, (tapi) tidak seperti (marah dan ridhā-nya) seseorang dari makhluk.”
[194] وَ نُحِبُّ أَصْحَابَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ،
“Dan kami mencintai para sahabat Rasūlullāh s.a.w.”
[195] وَ لَا نُفْرِطُ فِيْ حُبِّ أَحَدٍ مِنْهُمْ،
“Dan kami tidak berlebihan (ifrāth) dalam mencintai seseorang di antara mereka.”
7). Pernyataan ini mengandung kritik; karena manusia mampu melaksanakan lebih banyak dari apa yang Allah bebankan kepada mereka, akan tetapi Allah menginginkan kemudahan bagi mereka dan tidak menginginkan kesulitan bagi mereka. Allah menghilangkan kesulitan dari mereka, dan mensyaratkan agama yang mudah bagi mereka, bahkan melarang mereka melebihkan dari batas yang seimbang. Maka seseorang tidak boleh shalat sepanjang malam, tidak boleh pula meninggalkan nikah. Nabi s.a.w. bersabda:
أَمَّا أَنَا فَأُصَلِّيْ وَ أَنَامُ، وَ أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، وَ أَصُوْمُ وَ أَفْطِرُ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ.
“Adapun saya, saya shalat dan tidur, saya menikahi wanita, saya juga puasa dan berbuka, barang siapa yang tidak menyukai sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.” (HR. al-Bukhārī dan Muslim).
Maka Allah tidak membebankan sesuatu yang sulit atas mereka, dan seandainya Allah membebankan mereka niscaya mereka mampu, akan tetapi Allah tidak ridha mereka mendapatkan kesukaran dan kesulitan. (At-Ta‘līqāt-ul-Mukhtasharatu ‘Alā Matn-il-‘Aqīdat-ith-Thaḥāwiyyah, Syaikh Shāliḥ bin Fauzān al-Fauzān).