Nabi Ya‘qūb a.s. adalah anak Nabi Isḥāq a.s. Beliau diutus oleh Allah s.w.t. untuk menyeru ummatnya agar menyembah Allah s.w.t., Tuhan Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya.
Menurut riwayat, Nabi Ya‘qūb diutus di desa Nabulis, di negeri Kan‘ān. Mata pencahariannya adalah bertani dan beternak. Beliau mempunyai dua orang istri bersaudara yang bernama Layya dan Rahil. Ketika itu belum ada larangan Allah bahwa seorang laki-laki tidak diperkenankan beristrikan dua wanita bersaudara sekaligus, kecuali yang pertama telah meninggal dunia. Di dalam al-Qur’ān, Allah s.w.t. berfirman:
وَ حَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَ أَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Artinya:
“…….(dan diharamkan bagimu mengawini) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisā’: 23)
Layya dan Rahil mempunyai dua orang hamba sahaya, masing-masing bernama Zulfah dan Balhah. Kedua sahaya ini dikawini pula oleh Nabi Ya‘qūb a.s.. Dari istri-istri tersebut, Nabi Ya‘qūb a.s. memperoleh dua belas orang anak laki-laki.
Dari istri-istrinya itu ia dikaruniai 12 orang anak. Dua belas orang anak itu adalah:
Dari istrinya Layya: 1. Rawbin, 2. Syam’un, 3. Lawi, 4. Yahuza,
Dari Rahil: 1. Bunyamin, 2. Yūsuf
Dari Balhah: 1. Dan, 2. Naftali
Dari Zulfah: 1. Jad, 2. Asyir
Di negeri Nabi Ya‘qūb ketika itu berkuasa seorang raja bernama Saljam, ia amat zhalim terhadap rakyatnya. Untuk menghilangkan kezhaliman yang dilakukan sang raja, maka Nabi Ya‘qūb a.s. memerintahkan segenap keluarganya untuk ikut serta memeranginya.
Maka terjadilah perang antara keluarga Nabi Ya‘qūb dengan Raja Saljam. Nabi Ya‘qūb menyerahkan pimpinan pasukan dari pihak keluarganya kepada putranya, Syam‘ūn, yang gagah perkasa. Dengan keberaniannya, akhirnya Syam‘ūn berhasil mengalahkan Raja Saljam. Kemudian masuklah Nabi Ya‘qūb a.s. beserta putra-putranya ke dalam benteng pertahanan musuh yang telah hancur dan hartanya dijadikan harta rampasan perang (ghanīmah).
Setelah itu Nabi Ya‘qūb a.s. berhijrah ke Palestina untuk menemui pamannya yang bernama Laban. Ketika itu, beliau melakukan perjalan pada malam hari dan beristirahat pada siang hari. Karena perbuatannya itulah kaum Nabi Ya‘qūb kemudian dinamakan Bani Isrā’īl yang artinya suka berjalan di malam hari.
Di dalam perjalan hijrahnya ke Palestina, Nabi Ya‘qūb a.s. tertidur di atas batu, kemudian bermimpi. Di dalam mimpinya itulah beliau mendapatkan wahyu dari Allah s.w.t.: “Aku adalah Allah, tiada tuhan selain Aku. Akulah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu. Aku telah mewariskan bumi yang suci ini (Bait-ul-Maqdis) untukmu dan keturunanmu. Aku beri engkau kitab dan pelajaran serta hikmah dan Kenabian.
Nabi Ya‘qūb AS pada masa tuanya, hidup bersama anaknya yang bernama Yūsuf di negeri Mesir. Ketika itu, Yūsuf menjadi pembesar di negeri itu. Akhirnya, Nabi Ya‘qūb a.s. meninggal dunia di Mesir dalam usia 147 tahun. Dari beliaulah keturunan Bani Isrā’īl tersebar di Mesir, yang kelak diperbudak oleh Raja Fir‘aun, dan dibebaskan kembali oleh Nabi Mūsā a.s.. Ketika ajal telah mendekati, Nabi Ya‘qūb sempat berwasiat kepada anak-anaknya. Di dalam al-Qur’ān Allah s.w.t. telah menceritakan hal ini dengan firman-Nya:
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوْبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيْهِ مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ بَعْدِيْ قَالُوْا نَعْبُدُ إِلهَكَ وَ إِلهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيْمَ وَ إِسْمَاعِيْلَ وَ إِسْحَاقَ إِلهًا وَاحِدًا وَ نَحْنُ لَهُ مُسْلِمُوْنَ
Artinya:
“Adakah kamu hadir ketika Ya‘qūb kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek-moyangmu, Ibrāhīm, Ismā‘īl dan Isḥāq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah: 133)