1-1 Mush’ab Bin ‘Umair – Biografi 60 Sahabat Nabi

BIOGRAFI 60 SAHABAT NABI
(Judul Asli: Rijalun haular-Rasul)
Penulis: Khalid Muhammad Khalid

Alih Bahasa: Agus Irawan
Penerbit: UMMUL QURA

Rangkaian Pos: Mush'ab Bin 'Umair - Biografi 60 Sahabat Nabi

ORANG-ORANG MULIA DI SISI RASULULLAH s.a.w.

 

MUSH‘AB BIN ‘UMAIR

(Bagian 1)

Data Islam Pertama

 

Mush‘ab bin ‘Umair salah seorang sahabat Muhammad s.a.w. Alangkah baiknya bila kita memulai kisah di buku ini dengan dirinya.

Mush‘ab bin ‘Umair adalah seorang remaja Quraisy terkemuka, paling tampan, penuh dengan jiwa dan semangat jiwa dan semangat muda. Sejarawan dan ahli riwayat menjelaskan masa mudanya dengan ungkapan: “Seorang penduduk Makkah yang mempunyai nama paling harum.”

Dia lahir dan dibesarkan dalam kesenangan serta tumbuh dalam lingkungannya. Mungkin tidak seorang pun di antara anak-anak muda Makkah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya sedemikian rupa sebagaimana Mush‘ab bin ‘Umair.

Mungkinkah anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah bibir gadis-gadis Makkah, dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, akan berubah menjadi pelaku cerita tentang keimanan dan kepahlawanan?

Demi Allah, kisah Mush‘ab bin ‘Umair atau yang dijuluki oleh kaum muslimin dengan sebutan “Mush‘ab Yang Baik” adalah kisah yang penuh pesona. Ia merupakan salah satu di antara orang-orang yang ditempa oleh Islam dan dididik oleh Muhammad s.a.w. Namun, bagaimana sosok sejatinya?

Sungguh, kisah hidupnya merupakan suatu kehormatan bagi seluruh umat manusia.

Suatu hari, anak muda ini mendengar tentang Muhammad al-Amin yang mulai menjadi perhatian bagi penduduk Makkah; bahwa Muhammad s.a.w. menyatakan dirinya telah diutus oleh Allah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, sebagai penyeru yang mengajak umat beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.

Saat siang dan malam perhatian penduduk Makkah tidak lepas dari berita itu. Ketika yang ada hanya perbincangan tentang Rasulullah s.a.w. dan agama yang dibawanya, anak muda yang manja ini paling banyak mendengar berita itu.

Meskipun usianya masih belia, ia menjadi bunga di setiap tempat pertemuan dan perkumpulan. Setiap pertemuan apa pun, mereka selalu berharap Mush‘ab hadir di dalamnya. Penampilannya yang anggun dan otaknya yang cerdas merupakan keistimewaan Ibnu ‘Umair, yang mampu membuka semua hati dan pintu.

Mush‘ab telah mendengar bahwa Rasulullah s.a.w. bersama pengikutnya sering mengadakan pertemuan di suatu tempat yang jauh dari gangguan dan ancaman orang-orang Quraisy. Pertemuan itu dilaksanakan di bukit Shafa di rumah al-Arqam bin Abul al-Arqam.

Tanpa berpikir panjang dan tanpa seorang pun yang menemani, pada suatu senja ia pergi ke rumah al-Arqam. Kerinduan dan rasa penasaran telah mendorongnya melakukan itu.

Di tempat itulah, Rasulullah s.a.w. bertemu dengan para sahabatnya, untuk membacakan ayat-ayat al-Qur’an kepada mereka dan shalat bersama mereka, menghadap kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa.

Ketika Mush‘ab baru saja duduk, ayat-ayat al-Qur’an mulai mengalir dari kalbu Rasulullah s.a.w., bergema melalui kedua bibir beliau, mengalir sampai ke telinga dan meresap ke dalam hati para pendengar. Di senja itu hati Mush‘ab telah berubah menjadi hati yang tunduk oleh ayat-ayat al-Qur’an. Keharuan yang ia rasakan hampir-hampir saja membuat tubuhnya terangkat dari tempat duduknya. Ia seolah-olah terbang oleh perasaan gembira. Tetapi, Rasulullah s.a.w. mengulurkan tangannya yang penuh kasih-sayang dan mengurut dada pemuda yang sedang bergejolak itu. Tiba-tiba, hatinya berubah tenang dan damai, bagai lautan yang dalam.

Pemuda yang baru saja masuk Islam dan beriman itu tampak telah memiliki hikmah yang luas dan berlipat ganda dari ukuran usianya. Ia mempunyai kepekatan hati yang mampu mengubah jalan sejarah.

Ibunda Mush‘ab, Khannas binti Malik, adalah sosok ibu yang memiliki kekuatan kepribadian yang cemerlang. Pesona pribadinya itu telah membuatnya disegani. Setelah memeluk Islam, tidak ada sosok yang paling membuat Mush‘ab khawatir dan takut di muka bumi ini selain ibundanya.

Seandainya Makkah, dengan segala patung, tokoh-tokoh terhormat, dan padang pasirnya membentuk sebuah formasi yang mengepung dan memusuhinya, Mush‘ab akan menganggap itu bukanlah musuh yang berat saat itu. Tetapi, bila musuh itu adalah ibunya, inilah kekhawatiran yang membuatnya gelisah.

Dia berpikir cepat dan memutuskan untuk menyembunyikan keislamannya, kecuali jika Allah berkehendak lain. Tetapi, ia tetap bolak-balik ke Darul al-Arqam dan bermajelis bersama Rasulullah s.a.w. Dia benar-benar merasa tenteram dengan menjadi orang yang beriman dan tetap berupaya menghindari kemurkaan ibunya, yang sampai saat itu tidak tahu sama sekali cerita tentang keislamannya.

Hanya saja, di Makkah tiada rahasia yang tersembunyi. Mata dan telinga orang-orang Quraisy ada di setiap tempat mengikuti setiap langkah dan menyusuri setiap jejak. ‘Utsman bin Thalhah melihat Mush‘ab ketika memasuki rumah al-Arqam secara diam-diam. Kali lain, ‘Utsman melihatnya shalat seperti yang dilakukan oleh Muhammad s.a.w. Ia pun segera menemui ibu Mush‘ab dan melaporkan berita yang dijamin kebenarannya.

Mush‘ab berdiri di hadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar Makkah yang berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang benar-benar yaking dan mantap, Mush‘ab membacakan ayat-ayat al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah s.a.w. untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya dengan hikmah dan kemuliaan; kejujuran dan ketakwaan.

Ketika sang ibu hendak membungkam mulut putranya dengan tamparan keras, tangan yang terayun bagai anak panah itu tiba-tiba lunglai dan jatuh terkulai di hadapan cahaya yang membuat wajah yang telah berseri cemerlang itu kian berwibawa dan tenang. Kewibawaannya telah menimbulkan penghormatan dan ketenangannya menumbuhkan kepercayaan.

Sebagai seorang ibu, ibunda Mush‘ab tidak tega memukul dan menyakiti putranya. Tetapi pengaruh berhala-berhala terdahap dirinya membuat dirinya harus bertindak dengan cara lain. Ia membawa putranya itu ke ruang yang terisolir di dalam rumahnya, lalu mengurungnya di dalam ruangan itu dan ditutup rapat-rapat.

Mush‘ab tinggal dalam kurungan itu sekian lama hingga beberapa orang di antara kaum muslimin hijrah ke Habasyah (Etiopia). Mendengar berita hijrah ini Mush‘ab pun mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya, lalu hijrah ke Habasyah dengan penuh ketaatan. Ia tinggal di sana bersama saudara-saudaranya kaum Muhajirin, lalu pulang ke Makkah.

Kemudian ia pergi lagi untuk hijrah kedua bersama para sahabat atas titah Rasulullah s.a.w. dan karena taat kepada beliau. Tetapi, di Habasyah maupun di Makkah tidak ada bedanya bagi Mush‘ab. Ujian dan penderitaan yang harus dihadapi Mush‘ab kian meningkat tanpa kenal waktu dan tempat.

Mush‘ab telah berhasil membentuk pola kehidupannya dengan format baru sesuai dengan yang dicontohkan oleh sosok pilihan, Muhammad s.a.w. Dia kini telah sampai pada keyakinan bahwa hidupnya sudah sepantasnya dipersembahkan untuk Penciptanya Yang Maha Tinggi, Rabb-nya Yang Maha Agung.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *