BAGIAN SATU
MASA PERTUMBUHAN DAN MASA MENCARI ILMU
BAB 1
PERTUMBUHAN DAN KELUARGA
A. IDENTITAS IMĀM ABŪ ḤANĪFAH
Nama dan Nasab
Nama lengkap Abū Ḥanīfah adalah al-Nu‘mān ibn Tsābit ibn al-Zuthā al-Fārisī. Inilah namanya yang paling masyhur. Atas dasar ini, berarti ia berasal dari keturunan Persia. Kakeknya berasal dari daerah Kabul yang menjadi tawanan ketika Kabul ditaklukkan bangsa ‘Arab, kemudian dibebaskan oleh Bani Taym ibn Tsa‘labah. Jadi hak wala’-nya mengikuti Bani Taym. (Maula berarti budak yang dibebaskan dan memiliki aturan hukum fikih tersendiri). Begitulah riwayat nasab Abū Ḥanīfah yang dituturkan oleh cucunya, yaitu ‘Umar ibn Ḥammād ibn Abī Ḥanīfah.
Meski demikian, cucu Abū Ḥanīfah yang lain, yaitu Ismā‘īl (saudara ‘Umar), menyebutkan bahwa nama lengkap Abū Ḥanīfah adalah al-Nu‘mān ibn Tsābit ibn al-Nu‘mān ibn al-Marzubān. Ismā‘īl berkata: “Namaku Ismā‘īl ibn Hammād al-Nu‘mān ibn Tsābit ibn al-Nu‘mān ibn al-Marzubān, dari kalangan keluarga Persia yang merdeka. Demi Allah, tak sekali pun kami pernah mengalami perbudakan.”
Nasab Asli
Lepas dari perdebatan apakah perbudakan pernah dialami oleh kakeknya atau tidak, Abū Ḥanīfah dan ayahnya lahir dalam status merdeka. Kapasitas keilmuan dan kemuliaannya tidak terpengaruh oleh perdebatan tersebut karena kemuliaan Abū Ḥanīfah bukan berdasarkan nasab atau harta, melainkan karena keunggulannya dalam ilmu pengetahuan, intelektualitas, dan ketakwaan.
Dalam hal ini al-Makki berkata: “Ketahuilah bahwa ketakwaan adalah nasab yang paling tinggi dan perantara paling kuat untuk mendapatkan pahala.” Allah berfirman: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah orang-orang yang paling bertakwa di antara kalian.” (al-Ḥujurāt: 13).
Seorang penyair bertutur:
Demi umurmu! Manusia tak lain adalah anak agamanya
Jadi, jangan menggantungkan ketakwaan pada nasab keturunan
Islam telah mengangkat (derajat) Salmān al-Fārisī
Dan kemusyrikan telah menentukan nasib Abū Lahab.
Abū Ḥanīfah dan orangtuanya berstatus bebas-merdeka. (Dikatakan bahwa kakeknya pernah berstatus budak, tapi kemudian dibebaskan). Kemuliaan hakiki Abū Ḥanīfah terletak pada keilmuan dan akhlaknya yang adiluhung.