1-9 Jenis Amal Beragam Karena Ahwal yang Dia Berikan Juga Beragam – Al-Hikam – Ulasan Syaikh Ahmad Zarruq

AL-ḤIKAM
IBN ‘ATHĀ’ILLĀH
(Diterjemahkan dari: Ḥikamu Ibni ‘Athā’illāh: Syarḥ-ul-‘Ārif bi Allāh Syaikh Zarrūq)

Ulasan al-‘Arif Billah
Syekh Ahmad Zarruq

Penerjemah: Fauzi Bahreisy dan Dedi Riyadi
Penerbit: Qalam (PT Serambi Semesta Distribusi).

9. تَنَوَّعَتْ أَجْنَاسُ الْأَعْمَالِ لَتَنَوُّعِ وَارِدَاتِ الْأَحْوَالِ

“Jenis amal beragam karena aḥwāl yang Dia berikan juga beragam.”

Amal merupakan ekspresi gerak fisik, sedangkan aḥwāl adalah ekspresi gerak qalbu. Keadaan dan pergerakan fisik tentu saja mengikuti keadaan dan pergerakan qalbu. Maka, kau tidak perlu risau dengan hilangnya yang cabang selama pangkalnya masih ada.

Menurutku, amal merupakan ekspresi gerak fisik dan qalbu, sedangkan ahwal merupakan keadaan batin yang terus berubah-ubah, seperti kaya dan miskin, mulia dan hina, sehat dan sakit, serta lapang dan sempit. Pada setiap keadaan terdapat amalnya masing-masing yang menjadi ganti kebalikannya. Misalnya, ketika tidak bisa bersyukur atas kondisi sehat, gantinya adalah bersabar atas ujian yang menimpa. Demikian pula sebaliknya. Ketika ada yang kurang dari amaliah fisik, ia bisa didapat melalui amaliah qalbu. Karena itu al-Fārūq r.a. mengatakan: “Sabar dan syukur adalah dua kendaraan. Aku tidak peduli yang mana dari keduanya yang ku naiki.” Allah sama-sama memuji orang yang bersabar dan bersyukur. Dia berkata tentang Sulaimān dan Ayyūb: “Ia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya ia amat taat kepada Tuhan.” (181).

Ketika Nabi s.a.w. diberi pilihan antara menjadi nabi yang penguasa dan nabi yang hamba biasa, beliau berkata: “Wahai Tuhan, aku ingin lapar sehari dan kenyang sehari. Saat lapar aku bisa bersimpuh kepada-Mu.” Beliau tidak memilih salah satu dari keduanya. Beliau melihat semuanya sebagai bentuk pengabdian dan ‘ubūdiyyah. Sebab, itulah satu-satunya tujuan hidup hampa yang sebenarnya.

Selanjutnya, Ibnu ‘Athā’illāh menjelaskan bahwa kesempurnaan amal bergantung pada keikhlasan yang merupakan kerja hati. Ikhlas menuntut sikap tidak peduli terhadap amal. Itulah yang dimaksukan Ibnu ‘Athā’illāh dalam hikmah berikutnya: (lihat Ḥikam # 10)

Catatan:

  1. 18). Q.S. Shād [38]: 44

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *