Hati Senang

1-9 Berwudhu’ Karena Buang Air Besar, Air Kecil, dan Keluar Angin (Kentut) – Ringkasan Kitab al-Umm

Ringkasan Kitab al-Umm
Buku 1 (Jilid 1-2)
(Judul Asli: Mukhtashar Kitab al-Umm fil-Fiqhi)
Oleh: Imam Syafi‘i Abu Abdullah Muhammad Idris


Penerjemah: Mohammad Yasir ‘Abd Mutholib
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Berwudhu’ Karena Buang Air Besar, Air Kecil, dan Keluar Angin (Kentut).

 

Imām Syāfi‘ī berkata: Diriwayatkan dari ‘Abdullāh bin Zaid, bahwa seorang laki-laki datang mengadu kepada Rasūl s.a.w. tentang sesuatu yang mengganggunya dalam shalat, lalu Rasūl s.a.w. menjawab:

لَا يَنْصَرِفُ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا.

Janganlah ia beranjak sehingga ia mendengar suara atau mendapati angin.” (261).

Imām Syāfi‘ī berkata: Tatkala Sunnah menunjukkan bahwa orang itu meinggalkan shalat disebabkan keluar angin (kentut) dari tempat keluarnya kotoran (tahi), maka buang air lebih jelas daripada sekedar buang angin (batalnya wudhu’ karena buang air besar lebih jelas – penerj.).

Imām Syāfi‘ī berkata: Diriwayatkan dari Ibnu Shammah:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ (ص) بَالَ فَتَيَمَّمَ.

Bahwa Rasūl s.a.w. membuang air kecil (kencing) lalu bertayammum.” (272).

Imām Syāfi‘ī berkata: Diriwayatkan dari Miqdād bin Aswad bahwa ‘Alī bin Abī Thālib r.a. menyuruhnya untuk bertanya kepada Rasūl s.a.w. tentang seorang laki-laki yang mengeluarkan madzi apabila mendekati istrinya, maka apakah yang harus ia lakukan? (‘Alī berkata: “Ada bersamaku putri Rasūlullāh s.a.w.. Oleh karena itu, aku malu menanyakan kepada Rasūl s.a.w. ).

Miqdād melanjutkan, Maka aku menanyakan hal itu kepada Rasūlullāh s.a.w., lalu beliau menjawab:

إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ ذلِكَ فَلْيَنْضَحْ فَرْجَهُ وَ يَتَوَضَّأْ وُضُوْءَهُ لِلصَّلَاةِ

Apabila salah seorang di antara kalian menemukan hal yang demikian, maka hendaklah ia memercikkan air pada kemaluannya lalu ia berwudhu’ untuk shalat.” (283).

Sunnah (hadits) telah memberi keterangan wajibnya wudhu’ yang disebabkan oleh keluarnya madzi dan kencing. Keterangan lain yang mewajibkan untuk berwudhu’ adalah karena keluarnya angin. Maka, tidak ada maksud lain kecuali segala yang keluar dari qubul (kemaluan depan) dan dubur (anus), baik laki-laki maupun wanita, yang merupakan jalur hadats itu mewajibkan adanya wudhu’. Demikian pula halnya cacing, batu serta segala yang keluar dari salah satu di antara kedua jalan tersebut. Begitu juga angin yang keluar dari kemaluan laki-laki atau wanita, wajib adanya wudhu’.

Imām Syāfi‘ī berkata: Tidak ada wudhu’ kembali karena muntah, keluar darah dari hidung (mimisan), bekam, atau sesuatu yang keluar dari tubuh selain yang dikeluarkan oleh kemaluan yang qubul (kemaluan wanita), dubur dan dzakar (kemaluan laki-laki).

 

Catatan:


  1. (26). HR. An-Nasā’ī, pembahasan tentang bersuci, bab “Wudhu’ yang Disebabkan Keluar Angin”; dan Bukhārī, juz 1, pembahasan tentang wudhu’, bab Tidak Harus Berwudhu’ bagi yang Ragu.” 
  2. (27). Tartīb Musnad Imām Syāfi‘ī, pembahasan tentang bersuci, bab “Tayammum”, hadits no. 132, hal. 44, jilid 1. 
  3. (28). HR. Muslim, pembahasan tentang Haidh, bab “Air Madzi dan Hukumnya”, hadits no. 19, jilid 1, hal. 599; Al-Muwaththa’ Imām Mālik, pembahasan tentang bersuci, Bab “Wudhu’ karena keluar Air Madzi”, hadits no. 53, jilid 1, hal. 40. 
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.