1-9 Makna Iman – Terjemah Tauhid Sabilul Abid KH. Sholeh Darat

TERJEMAH TAUHID

سَبِيْلُ الْعَبِيْدِ عَلَى جَوْهَرَةِ التَّوْحِيْدِ
Oleh: Kiyai Haji Sholeh Darat
Mahaguru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufrohah
Penerbit: Sahifa Publishing

Makna Iman.

 

Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:

وَ فُسِّرَ الْإِيْمَانُ بِالتَّصْدِيْقِ وَ النُّطْقُ فِيْهِ الْخُلْفُ بِالتَّحْقِيْقِ

Iman itu ditafsirkan dengan cara “tashdīq” dan dalam pengucapan (dua kalimat syahadat) secara nyata terdapat perbedaan pendapat.

Madzhab Ahl-us-Sunnah wal-Jamā‘ah Asy‘ariyyah dan Māturīdiyyah telah menetapkan bahwa pengertian iman adalah menampakkan penerimaan hati pada sesuatu yang dibawa oleh baginda Rasūlullāh s.a.w. berupa ilmu-ilmu yang bersifat dharūrī (pokok).

Adapun tentang keharusan mengucapkan dua kalimat syahadat:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رسُوْلُ اللهِ.

Para ulama berbeda pendapat dan in syā’ Allāh akan dijelaskan nanti.

 

Penjelasan:

Iman menurut madzhab Asy‘ariyyah dan Māturīdiyyah adalah pembenaran hati terhadap semua yang dibawa oleh Rasūlullāh s.a.w. berupa ilmu-ilmu dharūrī (pokok) dengan kesungguhan dan kemantapan hati. Pembenaran hati tersebut secara global untuk hal-hal yang bersifat global, seperti jumlah Nabi dan Rasūl, dan secara terperinci untuk hal-hal yang bersifat terperinci. (371)

Ulama berbeda pendapat dalam hal keharusan mengucapkan kalimat syahadat bagi orang yang mampu, yakni bagi orang kafir yang baru masuk Islam apakah harus mengucapkan dua kalimat syahadat atau tidak? Adapun anak cucu seorang muslim, secara otomatis dihukumi mu’min, dan berlaku hukum mu’min baginya, baik saat hidup maupun saat meninggal dunia, walaupun selama hidup tidak pernah mengucapkan kalimat syahadat selain ketika shalat. (382)

Ketahuilah bahwa iman ada lima macam:

  1. Iman Muqallid (orang yang taqlīd).

Keimanan muqallid berdasar pada apa yang diajarkan gurunya, tanpa dalil, inilah bentuk keimanan mayoritas orang muslim yang awam.

  1. Iman orang yang memperlajari dalil.

Yaitu keimanan yang berasal dari ilmu yang muncul karena mengetahui 50 akidah beserta dalilnya.

  1. Iman ahli murāqabah (39[^3])

Yaitu keimanan yang berasal dari ‘iyān, maksudnya iman yang muncul karena murāqabah hati pada Allah.

  1. Iman ‘Ārifīn.

Yaitu keimanan yang berasal dari ḥaqq (kebenaran), maksudnya imannya orang yang telah mampu musyāhadah (403) kepada Allah dengan hatinya.

  1. Iman orang yang bermaqām fanā’.

Yakni iman yang berasal dari hakikat, maksudnya iman yang muncul karena musyāhadah, tidak melihat apapun selain Allah.

Adapun derajat iman ḥaqīqat-ul-ḥaqīqah (414), hanya dimiliki oleh para Nabi dan Rasūl, kita tidak bisa mencapainya. (425)

Ketahuilah, seorang mu’min ketika ia tertidur, lupa, sakit ayan, gila ataupun mati, dia masih dihukumi sebagai mu’min, karenanya masih berlaku baginya hukum sebagaimana layaknya orang mu’min. (436).

Catatan:


  1. 37). Tuḥfat-ul-Murīd, hal. 92. 
  2. 38). Ibid
  3. 40). Musyāhadah adalah penyaksian terhadap Allah s.w.t. Termasuk dalam kategori fanā’ (kesirnaan). Dalam kondisi fanā’ yang seperti ini sudah tidak ada lagi rasa nikmat. Sementara, perintah (syariat) sudah tidak berlaku, sebab perintah (syariat) itu hanya dapat dimengerti orang yang berakal. (Lihat: Rafiq al-Ajm. Maushū‘ātu Mushthalaḥāt-it-Tashawwuf-il-Islāmi, Beirut, Maktabah Lubnan Nasyirun, 1999 m. hal. 895). 
  4. 41). Iman yang sejati secara hakiki. 
  5. 42). Tuḥfat-ul-Murīd, hal. 905. 
  6. 43). Ibid

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *