Makna Iman.
Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:
وَ فُسِّرَ الْإِيْمَانُ بِالتَّصْدِيْقِ | وَ النُّطْقُ فِيْهِ الْخُلْفُ بِالتَّحْقِيْقِ |
“Iman itu ditafsirkan dengan cara “tashdīq” dan dalam pengucapan (dua kalimat syahadat) secara nyata terdapat perbedaan pendapat.”
Madzhab Ahl-us-Sunnah wal-Jamā‘ah Asy‘ariyyah dan Māturīdiyyah telah menetapkan bahwa pengertian iman adalah menampakkan penerimaan hati pada sesuatu yang dibawa oleh baginda Rasūlullāh s.a.w. berupa ilmu-ilmu yang bersifat dharūrī (pokok).
Adapun tentang keharusan mengucapkan dua kalimat syahadat:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رسُوْلُ اللهِ.
Para ulama berbeda pendapat dan in syā’ Allāh akan dijelaskan nanti.
Penjelasan:
Iman menurut madzhab Asy‘ariyyah dan Māturīdiyyah adalah pembenaran hati terhadap semua yang dibawa oleh Rasūlullāh s.a.w. berupa ilmu-ilmu dharūrī (pokok) dengan kesungguhan dan kemantapan hati. Pembenaran hati tersebut secara global untuk hal-hal yang bersifat global, seperti jumlah Nabi dan Rasūl, dan secara terperinci untuk hal-hal yang bersifat terperinci. (371)
Ulama berbeda pendapat dalam hal keharusan mengucapkan kalimat syahadat bagi orang yang mampu, yakni bagi orang kafir yang baru masuk Islam apakah harus mengucapkan dua kalimat syahadat atau tidak? Adapun anak cucu seorang muslim, secara otomatis dihukumi mu’min, dan berlaku hukum mu’min baginya, baik saat hidup maupun saat meninggal dunia, walaupun selama hidup tidak pernah mengucapkan kalimat syahadat selain ketika shalat. (382)
Ketahuilah bahwa iman ada lima macam:
Keimanan muqallid berdasar pada apa yang diajarkan gurunya, tanpa dalil, inilah bentuk keimanan mayoritas orang muslim yang awam.
Yaitu keimanan yang berasal dari ilmu yang muncul karena mengetahui 50 akidah beserta dalilnya.
Yaitu keimanan yang berasal dari ‘iyān, maksudnya iman yang muncul karena murāqabah hati pada Allah.
Yaitu keimanan yang berasal dari ḥaqq (kebenaran), maksudnya imannya orang yang telah mampu musyāhadah (403) kepada Allah dengan hatinya.
Yakni iman yang berasal dari hakikat, maksudnya iman yang muncul karena musyāhadah, tidak melihat apapun selain Allah.
Adapun derajat iman ḥaqīqat-ul-ḥaqīqah (414), hanya dimiliki oleh para Nabi dan Rasūl, kita tidak bisa mencapainya. (425)
Ketahuilah, seorang mu’min ketika ia tertidur, lupa, sakit ayan, gila ataupun mati, dia masih dihukumi sebagai mu’min, karenanya masih berlaku baginya hukum sebagaimana layaknya orang mu’min. (436).
Catatan: