Begitu menyebut nama Ḥalīmah as-Sa‘diyyah, ingatan kita tentunya kembali pada seorang saudari susu Rasūlullāh s.a.w. yaitu asy-Syaimā’ as-Sa‘diyyah.
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Rasūlullāh s.a.w. anak semata wayang (anak tunggal) yang tidak mempunyai saudara maupun saudari kandung. Namun, beliau mempunyai banyak saudara satu susu. Mereka itu adalah – sebagaimana yang dituturkan Ibnu Isḥāq dari riwayat Yūnus bin Bakīr dan yang lainnya darinya – ‘Abdullāh, Anisah, Ḥudzaifah banul-Ḥārits. Dan, Ḥudzaifah – banyak yang mengatakan – dia adalah asy-Syaimā’.
Bersama ibunya, asy-Syaimā’ juga ikut merawat dan mengasuh Rasūlullāh s.a.w. Oleh karena itu, banyak dijumpai orang ‘Arab menamai putrinya dengan “asy-Syaimā’” sebagai tanda kehormatan atas jasanya dalam merawat Rasūlullāh s.a.w.
Suatu hari, asy-Syaimā’ menimang Nabi s.a.w. seraya berkata:
“Wahai Tuhanku, jagalah Muḥammad demi kami
Sampai kami melihatnya tumbuh dewasa
Kemudian kami ingin melihatnya sebagai seorang pemimpin yang disegani
Dan hancurkanlah para musuhnya dan orang yang dengki kepadanya
Serta berikanlah dia kemuliaan yang kekal untuk selamanya.”
Mendengar lantunan doa yang diucapkan asy-Syaimā’ tersebut, Abū ‘Urwah al-Azdī berkata: “Alangkah indahnya jika Allah mengabulkan doanya.”
Dalam riwayat Abū ‘Umar dikisahkan bahwa suatu hari kuda yang ditunggangi Rasūlullāh s.a.w. berhenti mendadak di Ḥawāzin. Para sahabat pun menyeret kuda tersebut sekuat tenaga, namun kuda tersebut tetap diam. Tidak lama kemudian, datanglah asy-Syaimā’ dan berkata: “Sesungguhnya saya adalah sahabat kalian.” Ketika para sahabat mendekatinya, dia mendekati Rasūlullāh s.a.w. sambil menunjukkan tanda yang beliau kenal: “Wahai Muḥammad, saya adalah saudarimu.” Seketika itu juga beliau menyambutnya sambil menggelar surbannya dan mempersilakan duduk di atasnya. Dengan rasa haru, Rasūlullāh s.a.w. berkata kepadanya: “Kalau kamu ingin pulang ke kaummu, saya akan mengantarmu. Atau dengan penuh hormat, silakan kamu menetap di sini.” Asy-Syaimā’ menjawab: “Tidak, saya ingin pulang ke kaumku.” Ia lalu masuk Islam dan beliau menghadiahkan seekor unta serta tiga orang budak laki-laki dan seorang budak perempuan (amah).
Siapa saja yang mempunyai peran dalam hidup Rasūlullāh s.a.w., baik ketika beliau masih kecil maupun setelah diutus sebagai rasul, sudah selayaknya untuk kita – sebagai kaum muslimin – kenang dan hormati atas jasa dan pengorbanannya demi Rasūl tercinta. Rasūlullāh s.a.w. pun dalam hal ini telah memberi teladan kepada kita sebagaimana kisah hadits di atas.
Dengan mengenang jasa-jasa mereka, setidaknya akan memotivasi kita untuk mengikuti jejak mereka dengan terus menghidupkan dan melestarikan Sunnah-sunnah Rasūl s.a.w.. Karena, hanya orang-orang yang mempunyai keutamaan yang tahu akan hakikat keutamaan.