BAB: BEJANA YANG BUKAN KULIT.
Imām Syāfi‘ī berkata: Saya tidak memandang makruh bejana yang terbuat dari batu, besi, tembaga dan sesuatu yang tidak bernyawa. Adapun emas dan perak, saya memandang makruh bagi seseorang yang berwudhu’ dengan memakainya.
Imām Syāfi‘ī berkata: Telah diriwayatkan dari Ummu Salamah (istri Nabi) bahwa Rasūl s.a.w. bersabda:
الَّذِيْ يَشْرَبُ فِيْ إِنَاءِ الْفِضَّةِ إِنَّمَا يُجَرْجِرُ فِيْ بَطْنِهِ نَارُ جَهَنَّمَ.
“Orang yang minum dalam (dengan menggunakan) bejana yang terbuat dari perak, sesungguhnya ia menuangkan api Jahannam ke dalam perutnya” (241).
Imām Syāfi‘ī berkata: Saya memandang makruh berwudhu’ dan meminum dari bejana perak, namun saya tidak memerintahkannya untuk mengulangi wudhu’. Saya tidak berpendapat bahwa air yang diminum dan makanan yang dimakannya menjadi haram, hanya saja perbuatan itu dikategorikan maksiat. Apabila ditanyakan: “Bagaimana anda melarang yang demikian itu, sementara air yang ada padanya tidak diharamkan?” Maka katakan kepada orang itu (in syā’ Allāh): “Sesungguhnya Rasūl hanya melarang perbuatan (berwudhu’ dan meminum) dan tidak melarang kepingan bejana perak itu, karena sesungguhnya zakat telah diwajibkan pada bejana perak itu, dan kaum muslimin menjadikannya sebagai harta. Seandainya bejana perak itu najis, niscaya tidak ada seorang pun yang mau mengambilnya sebagai harta dan pasti tidak halal diperjual-belikan.”
Catatan: