001-5-3
Kewajiban Kelima
Pantangan Ketiga.
Pantangan ketiga: tashrīf; yaitu melakukan pengubahan kata. Artinya jika ada firman Allah misalnya: “Istawā ‘alal-‘Arsy,” (istawā merupakan fi‘l mādhī/past tense, – penj.), maka tidak boleh dikatakan mustawī (berupa fā‘il/subyek) atau yastawī (berupa fi‘l mudhāri‘/present tense), sebab maknanya akan bisa berbeda dan berubah. Signifikansi istawā dalam firman tersebut, yang menunjuk pengertian bersemayam (istiqrār), lebih lugas daripada firman:
“Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy” (QS. Ar-Ra‘d [13]: 2)
bahkan ia lebih seperti firman Allah:
“Dialah Allah yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untuk kamu sekalian, dan Dia berkehendak menuju langit.” (QS. Al-Baqarah [2]: 29).
Ini menunjukkan bahwa istiwā’ (kebersemayaman) ditarik dari arah makhluk-Nya atau mengatur makhluk-Nya atau mengendalikan kerajaan melaluinya. Perubahan akan rentan menjebak pada perubahan signifikansi dan kemungkinan. Maka jauhilah tashrīf sebagaimana menjauhi penambahan, sebab tashrīf sendiri berimplikasi menambahi dan mengurangi.