1-4 Pertemuan Kedua – Tauhid Mufadhdhal – Mengurai Tanda Kebesaran Allah

Mengurai Tanda KEBESARAN ALLAH

(Judul Asli:
تَوْحِيْدُ الْمُفَضَّلِ
TAUḤĪD-UL-MUFADHDHAL
Imlā’ al-Imām Abī ‘Abdillāh ash-Shādiq, ‘alā al-Mufadhdhal ibn ‘Umar al-Ju‘fiy)

Penerjemah: Irwan Kurniawan
Penerbit: PUSTAKA HIDAYAH

(Diketik oleh: Said (Rico Akbar)

Rangkaian Pos: Pertemuan Kedua - Tauhid Mufadhdhal - Mengurai Tanda Kebesaran Allah

Kecerdasan Binatang: Rusa, Rubah dan Ikan Lumba-Lumba

Wahai Mufadhdhal, perhatikanlah mengenai kecerdasan yang diberikan kepada binatang untuk kebaikannya, dalam bawaan dan penciptaan, sebagai karunia dari Allah SWT. Hal itu dimaksudkan agar tidak dihilangkan kenikmatan Allah SWT dari makhluk-Nya, tidak dengan akal dan pikiran. Rusa yang memakan ular akan merasa sangat kehausan, tetapi ia menghindari untuk minum air karena takut racun menjalar ke seluruh tubuhnya sehingga membuatnya mati. Kalau ia minum, maka ia mati pada saat itu juga.

Perhatikanlah, tabiat ini diberikan kepada binatang tersebut yang dapat menahan rasa haus yang mencekik karena takut bahaya kalau ia minum. Hal itu hampir tidak dapat diketahui oleh manusia yang berakal sekalipun.

Ketika serigala kesulitan mendapatkan makan, maka ia berpura-pura mati dan menggembungkan perutnya, sehingga burung mengiranya bangkai, lalu mendekatinya. Ketika burung itu mendekat, maka segera serigala itu menerkamnya dan merenggutnya. Maka siapa yang menolong serigala yang tidak punya pikiran untuk melakukan tipuan ini selain Yang telah memberikan rezeki kepadanya dengan cara ini dan sebagainya. Ketika serigala itu menjadi lemah dibanding kebanyakan binatang buas yang kuat dalam menyerang buruan, maka ia ditolong dengan diberi kecerdikan, kecerdasan dan tipu daya untuk kelangsungan hidupnya.

Adapun ikan lumba-lumba mencari burung sebagai buruannya. Kecerdasannya dalam hal ini adalah dengan menangkap ikan dan mematikannya, lalu dijadikan umpan dengan membiarkannya terapung di atas permukaan air. Lumba-lumba itu sendiri bersembunyi di bawahnya sambil mengaduk air di sekitarnya supaya dirinya tidak tampak. Ketika datang burung yang hendak memangsa ikan yang sedang mengambang di permukaan air itu, maka lumba-lumba itu menerkamnya dan memangsanya.

Perhatikanlah kecerdasan ini, bagaimana dijadikan sebagai bawaan pada binatang ini untuk kebaikannya.

 

Ular Besar dan Awan

(Al-Mufadhdhal berkata:) Aku berkata: “Wahai Tuanku, jelaskan kepadaku mengenai ular besar dan awan.”

Beliau a.s menjawab:

Awan seolah-olah sebagai pelindung. Tetapi kemudian awan itu menyambar ketika ular itu menemuinya, sebagaimana magnet menyambar besi. Ular itu tidak menampakkan kepalanya ke permukaan tanah karena takut terhadap awan, dan tidak mengeluarkannya kecuali ketika hari sangat panas, ketika langit sangat cerah sehingga tidak ada padanya setitik awan pun. Maka mengapa awan tunduk pada ular besar itu yang mengintipnya dan menyambar ketika mendapatinya?

Beliau mengatakan: “Itu adalah untuk melindungi manusia dari keburukannya.” (181)

 

Rayap, Semut, Lalat dan Laba-laba serta Tabiat Masing-masing

(Al- Mufadhdhal berkata:) Aku berkata: “Wahai tuanku, engkau telah menjelaskan kepadaku mengenai iḥwāl binatang yang mengandung pelajaran bagi orang yang mau mengambil pelajaran. Maka kini jelaskanlah kepadaku mengenai semut, rayap dan burung.”

Beliau a.s menjawab:

Wahai Mufadhdhal, perhatikanlah rupa rayap yang kecil, apakah engkau mendapati padanya kekurangan dari kebaikannya. Maka dari manakah ketentuan dan kebaikan dalam penciptaan rayap? Selain dari pengaturan yang berlaku pada makhluk yang kecil maupun yang besar.

Perhatikanlah semut dan kumpulannya dalam mengumpulkan dan menyiapkan makanan. Engkau lihat sekumpulan semut ketika memindahkan biji ke sarangnya seperti sekumpulan manusia yang memindahkan makanan atau benda lainnya. Bahkan di dalam itu semut memiliki kesungguhan dan kecepatan yang tidak dimiliki oleh manusia. Engkau melihat semut-semut itu saling membantu untuk memindahkan makanan sebagaimana saling membantu dalam pekerjaan, kemudian mengerubungi (mengerumuni) biji itu dan membaginya menjadi beberapa bagian agar biji itu tidak tumbuh sehingga merugikannya. Jika makanan itu terkena embun, maka mereka mengeluarkan dari sarangnya dan membentangkannya hingga kering. Semut tidak akan membuat lubang kecuali pada tempat yang lebih tinggi dari tanah agar tidak teraliri air hingga menenggelamkannya. Ini dilakukan tanpa menggunakan akal, tidak pula menggunakan pikiran. Melainkan demikianlah ia diciptakan sebagai kebaikan dari Allah SWT.

Perhatikanlah pula apa yang disebut lalat singa (suatu jenis laba) dan apa yang diberikan padanya berupa kecerdikan dan kehalusan dalam hidupnya. Engkau lihat, ketika merasakan ada lalat mendekat, ia meninggalkannya dalam waktu yang lama sehingga seakan-akan ia mati tanpa bergerak. Ketika melihat lalat itu tenang dan lalai, maka ia merayap dengan perlahan hingga mendekati dan menerkamnya, lalu merenggutnya. Ketika merenggutnya, ia mendekapnya dengan seluruh tubuhnya karena takut akan terlepas. Ia terus-menerus mendekapnya hingga dirasakan mangsanya itu sudah melemah. Kemudian melepaskannya dan memangsanya. Ia hidup dengan cara itu.

Adapun laba-laba, ia menganyam sarangnya. Maka ia menjadikannya sebagai jaring perangkap lalat. Kemudian ia bersembunyi di bagian tengahnya. Apabila ada lalat hinggap, ia menerkamnya dan menggigitnya berkali-kali. Dengan cara itulah ia hidup.

Kalau lalat singa meniru perburuan anjing dan harimau, maka laba-laba menggunakan jaring dan tali untuk berburu.

Perhatikanlah binatang yang kecil dan lemah ini, bagaimana dijadikan pada tabiatnya apa yang tidak dapat dilakukan manusia kecuali dengan kecerdikan dan penggunaan alat-alat yang dimilikinya. Maka janganlah engkau memandang hina terhadap sesuatu, karena padanya terdapat pelajaran yang jelas, seperti rayap, semut dan sebagainya. Makna yang indah dimisalkan dengan sesuatu yang hina. Maka tidaklah hal itu berkurang keindahannya sebagaimana tidak berkurangnya nilai dinar, yakni dari emas, yang ditimbang dengan sejumlah besi.

 

KEDUA PULUH SATU

Tubuh Burung dan Bentuknya

Wahai Mufadhdhal, perhatikanlah tubuh burung dan bentuknya. Karena burung ditakdirkan untuk dapat terbang di udara, tubuhnya menjadi ringan dan mengerut. Dicukupkannya dengan hanya mempunyai dua kaki, empat jari. Saluran kencing dan anusnya menjadi satu. Kemudian burung itu diciptakan dengan memiliki dada yang lancip untuk memudahkan membelah udara seperti bentuk kapal laut untuk membelah air dan mengalirkannya. Dijadikan pada kedua sayap dan ekornya bulu-bulu yang panjang dan kuat untuk dibentangkan ketika terbang. Seluruh tubuhnya dipenuhi dengan bulu agar udara masuk dan mengangkatnya.

Ditakdirkan pula makanannya berupa biji-bijian dan daging yang ditelannya tanpa dikunyah. Ini adalah kekurangan dibanding penciptaan manusia. Diciptakan baginya paruh yang keras untuk meraih makanannya, yang tidak akan patah dengan memakan biji dan tidak pecah dengan memakan daging.

Karena tidak memiliki gigi, untuk dapat menelan biji dan daging dengan baik, maka burung diberi kelebihan panas pada perutnya yang dapat melumatkan makanan sehingga tidak perlu mengunyahnya. Perhatikanlah bahwa biji anggur dan sebagainya keluar dari perut manusia dalam bentuknya semula. Tetapi di dalam perut burung, biji itu dilumatkan sehingga tidak tampak bekasnya.

Kemudian, burung dijadikan sebagai binatang petelur, tidak melahirkan anak. Hal itu agar tidak memberatkannya ketika terbang. Karena kalau mengandung anaknya dalam perutnya maka burung itu tidak akan dapat terbang sebelum pulih kembali kekuatan tubuhnya, karena berat untuk dapat bangkit dan terbang. Maka segala sesuatu dijadikan dalam bentuk yang ditakdirkannya. Kemudian, burung yang terbang di udara mengerami hingga menetas telurnya dalam jangka waktu satu minggu, dua minggu dan ada yang sampai tiga minggu sehingga keluar anaknya dari dalam telur itu. Kemudian ia menungguinya. Lalu meniupkan udara pada perut anaknya agar temboloknya mengembang untuk makanan. Kemudian induknya membesarkan dan memberinya makan sehingga dapat terus hidup. Maka siapa yang mengharuskannya mengambil makanan dan biji-bijian, dan mengeluarkannya setelah memperolehnya, lalu memberikan makan itu kepada anak-anaknya? Apa makna yang dikandung dalam kepayahan ini? Padahal ia tidak memiliki akal dan pikiran, dan tidak mengharapkan dari anaknya seperti yang diharapkan manusia berupa penghormatan dan balasan. Hal itu dilakukan burung karena semata-mata kasih-sayangnya kepada anak-anaknya, kadang-kadang tidak ada yang mengetahui dan memikirkannya. Hal itu untuk kelanjutan keturunan dan kelanggengan karunia dari Allah s.w.t.

 

Catatan:


  1. 18). Yang jelas adalah bahwa ini merupakan perkara aneh yang dikenal di kalangan ‘Arab di zaman awal. Hal itu diungkapkan di dalam syair klasik, seperti yang disebutkan di dalam qashīdah penyair zaman ‘Abbāsiyyah, Ismā‘īl bin Muḥammad, yang dikenal dengan julukan Sayyid al-Ḥumayriy, wafat tahun 173 H. Di dalam qashīdah tersebut disebutkan salah satu keutamaan Imām ‘Alī a.s.: Ketahuilah, wahai kaumku, ada keanehan pada sepatu Abul-Ḥusain dan ular. Musuh dari golongan jin adalah hamba yang jauh dari tujuan kebenaran. Warna tak disukai hitam berkilau, taring besi biru beracun. Diberikan padanya sepatu, lalu berlari kencang karena mengigit kakinya dengan taring. Elang menyambarnya dari langit. dan yang menyerupai elang. Kemudian mendekat dan membunuhnya, Lalu menjatuhkannya ke bumi di bawah awan. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *