1-4 Kisah Suraqah – 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah

115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasūlullāh Saw

Oleh: FUAD ABDURAHMAN
(Penulis buku bestseller The Great of Two Umars)

Penerbit: Penerbit Noura Books
(PT Mizan Publika)

Untuk kedua orangtuaku:
Ma’mun Fudholi ibn K.H. Ahmad Fudholi
Siti Sobariyah

Untuk dua guruku:
Al-‘Allamah Al-Ustadz Qurtubi (Alm.)
Drs. K.H. Pepe Syafi‘i Mukhtar (Alm.)

Diketik Oleh: Zahra’

Kisah Suraqah

 

Suatu pagi para pemuka Quraisy tersentak bagun dari tidur mereka. Kabar buruk mengusik ketenangan: Muḥammad lolos dari kepungan para pemuda Quraisy yang berniat membunuhnya. Malam itu Rasūlullāh Saw. dan Abū Bakar telah pergi dari Makkah menuju Madīnah. Para pemuda yang mengepung rumah Rasūlullāh menyangka beliau masih ada di dalam karena melihat seseorang berbaring di atas ranjang beliau. Padahal, itu adalah ‘Alī ibn Abī Thālib yang diperintah Rasūlullāh Saw. untuk tidur di atas ranjangnya dan mengenakan selimut beliau.

Pagi itu Makkah dilanda kepanikan. Para pemuka Quraisy langsung berkumpul dan memerintahkan pasukannya pergi mengejar dan mencari Muḥammad ke segala penjuru, tetapi mereka tak kunjung menemukannya. Para pembesar putus asa, dan akirnya menggelar sayembara kepada para kabilah yang tersebar sepanjang jalan antara Makkah dan Madīnah: “Siapa pun yang berhasil membawa Muḥammad hidup atau mati ke hadapan para pembesar Quraisy, ia akan diberi hadiah sebanyak seratus ekor unta betina terbaik!”

Suraqah ibn Mālik yang mendengar sayembara itu segera menyiapkan baju besi, pedang, dan pelana kudanya. Setelah menyiapkan segala bekal dan perlengkapan, ia pacu kudanya sekencang-kencangnya menyusul Rasūlullāh Saw. Memang ia terkenal sebagai penunggang kuda yang cekatan. Perawakannya tinggi besar dengan sorot mata yang tajam. Ia pun dikenal sebagai pencari jejak yang cermat dan berpengalaman. Ia lewati dengan tangkas jalan-jalan yang sukar dilalui orang biasa. Ia bergerak dengan sangat waspada dan hati-hati. Matanya nyalang (terbuka lebar, tajam) melihat segala arah.

Namun, tanpa diduga, ketika ia memacu kudanya dengan kencang, tiba-tiba kaki depan kudannya tersandung dan ia jatuh terpental dari punggung kuda.

“Kuda sialan!” serapahnya kesal.

Tanpa pedulikan rasa sakit, ia berdiri dan kembali memacu kudanya. Namun, untuk kali kedua, kudanya tersandung lagi, melontarkan penunggangnya. Tentu saja Suraqah makin kesal. Namun, ia tak berputus asa. Ia bangkit lagi dan sigap melompat ke punggung kudanya.

Belum begitu jauh dari tempatnya jatuh, ia melihat Rasūlullāh Saw. berjalan berdua dengan sahabatnya. Maka, ia julurkan tangannya untuk mengambil busur. Namun, tiba-tiba tangannya kaku tak bisa digerakkan. Suraqah heran bercampur marah. Tak hanya itu, kini kaki kudanya terbenam di pasir. Debu beterbangan di sekitarnya membuat matanya kelilipan, nyaris tak bisa melihat. Ia berusaha menggerakkan kudanya, tetapi tak berhasil. Hewan itu seperti terpancang lekat di bumi.

Suraqah memandang dua laki-laki buruannya itu lalu berseru dengan suara memelas, “Hai … kalian berdua! Berdoalah pada Tuhanmu supaya Dia melepaskan kaki kudaku. Aku berjanji tidak akan mengganggu kalian!”

Rasūlullāh Saw. berdoa dan kaki kuda Suraqah terlepas dari tanah. Namun, ketamakan memenuhi hatinya sehingga ia melanggar janjinya sendiri. Saat kudanya kembali bisa bergerak, Suraqah bangkit hendak menyerang Rasūlullāh. Sial, kaki kudanya kembali terbenam lebih parah dari semula.

Suraqah memohon belas kasihan kepada Rasūlullāh: “Ambillah perbekalanku, juga harta dan senjataku. Demi Allah aku berjanji, akan menyuruh pulang setiap orang yang berusaha melacak kalian.”

“Kami tidak butuh perbekalan dan hartamu. Cukuplah jika kausuruh kembali orang-orang yang hendak melacak dan mengejar kami!” jawab Rasūlullāh Saw. berdoa, dan kaki kuda Suraqah pun terbebas. Saat hendak beranjak pergi, Suraqah berkata, “Demi Allah, aku tidak akan mengganggumu!”

“Apa yang kau inginkan dari kami?” Rasūlullāh bertanya.

“Demi Allah, hai Muḥammad! Aku yakin agama yang kaubawa akan menang dan engkau mendapatkan kekuasaan yang tinggi. Berjanjilah kepadaku, jika kelak aku datang ke kerajaanmu, bermurah hatilah kepadaku. Tuliskanlah itu untukku!” pinta Suraqah.

Rasūlullāh Saw. menyuruh Abū Bakar menuliskannya pada sepotong tulang, lalu diberikannya kepada Suraqah sambil berkata: “Bagaimana hai Suraqah, jika kelak kau memakai gelang kebesaran Kisra?”

“Gelang kebesaran Kisra ibn Hormuz?” tanya Suraqah takjub.

“Ya, gelang kebesaran Kisra ibn Hormuz!” Rasūlullāh meyakinkan.

Dan, ucapan Rasūlullāh itu benar-benar menjadi nyata di masa akhir kekhalifahan ‘Umar ibn Khaththāb setelah pasukan Muslim menaklukkan kerajaan Persia di bawah pimpinan Kisra ibn Hormuz.[]

2 Komentar

  1. parjo berkata:

    setiap cerita kisah pasti ada inti dan maknanya ” maaf : mohon setiap kisah tambahkan satu kesimpuan ajaran Rosulullah dalam inti Kisah dimaksud”

    1. Majlis Dzikir Hati Senang berkata:

      Mohon maaf, hanya itu saja yang ada di dalam kitabnya dan kami hanya mengetik sesuai yang ada di dalam kitab. Terima kasih.

Tinggalkan Balasan ke Majlis Dzikir Hati Senang Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *