Hati Senang

1-4 Kepribadian Syafi’i – Biografi Imam Syafi’i

Biografi IMĀM SYĀFI‘Ī
(Judul Asli: Silsilat al-Aimmah al-Mushawwarah (2): al-Imām al-Syāfi‘ī)
Oleh: Dr. Tariq Suwaidan


Penerjemah: Iman Firdaus Lc. Q. 16
Penerbit: Zaman

Bab 4

KEPRIBADIAN SYĀFI‘Ī

 

1. FISIK SYĀFI‘Ī

Ibn Shalāḥ berkata: “Postur tubuh Syāfi‘ī tinggi dan pipinya agak cekung. Lehernya panjang, demikian pula tulang paha, betis, dan lengannya. Kulitnya cokelat dan rahangnya tidak terlalu lebar. Syāfi‘ī selalu mengecat janggutnya dengan hena (daun pacar) berwarna merah tua. Suaranya merdu dan enak didengar, Keningnya lebar, wajahnya tampan dan berwibawa, serta ucapannya fasih. Ia adalah orang yang paling sopan dalam bertutur kata.”

Ibn Shalāḥ melanjutkan: “Syāfi‘ī adalah orang yang sering sakit. Diceritakan bahwa ia memiliki hidung yang lancip. Di hidungnya terdapat bekas cacar, di antara bibir bawahnya dan dagu ada sejumput bulu-bulu halus. Wajahnya berseri, giginya sangat rapi dan putih berseri.”

Baihaqī meriwayatkan dari Yūnus ibn ‘Abd al-A‘lā, ia berkata: “Syāfi‘ī memiliki postur tubuh yang sedang, kening lebar, dan kulit lembut berwarna kecokelatan. Rahangnya tidak terlalu lebar.”

Dalam kitab al-Wāfī, al-Shafadī berkata: “Syāfi‘ī bertubuh langsing, berahang tipis dengan janggut yang selalu diwarnai hena.”

Al-Muzanī berkata: “Aku tidak pernah melihat wajah sebaik wajah Syāfi‘ī. Jika ia menggenggam semua jenggotnya maka jenggot itu tidak melebihi genggaman tangannya.”

 

Syāfi‘ī seorang yang tampan. Keningnya lebar, suaranya merdu, dan postur tubuhnya baik. Penampilnya sangat berwibawa dan tutur katanya fasih.

 

2. SUARA YANG MERDU DAN BERKESAN

Dalam berbicara, suara Syāfi‘ī terkenal memiliki irama yang enak didengar. Saat membaca, suaranya mendayu-dayu. Jika ia membaca al-Qur’ān, orang-orang akan berkerumun di sampingnya hanya untuk mendengar indahnya lantunan suara dan bacaannya. Saat membaca al-Qur’ān pun ia sangat menghayati bacaannya sehingga orang-orang turut tenggelam dalam kelembutan suaranya yang merdu. Melalui bacaan Syāfi‘ī, mereka bisa mengambil ibrah sambil menangis tersedu-sedu.

Baḥar ibn Shakhr berkata: “Jika kami ingin menangis, kami saling menyarankan untuk pergi ke tempat pemuda Muththalib (Syāfi‘ī) dan mendengarkannya melantunkan al-Qur’ān. Jika kami datang ke tempat Syāfi‘ī, ia pun mulai membaca al-Qur’ān. Tak pelak, orang-orang terhanyut dan tangis mereka tak terbendung karena mendengar indahnya suara Syāfi‘ī. Jika sudah melihat apa yang mereka alami. Syāfi‘ī segera menghentikan bacaannya.”

Aḥmad ibn Shāliḥ berkata: “Jika Syāfi‘ī bersuara maka suaranya seperti bunyi lonceng karena indahnya.”

 

Selain akhlak dan fisiknya yang baik, Syāfi‘ī juga dianugerahi suara yang merdu dan mengesankan. Karena terpengaruh oleh merdunya bacaan al-Qur’ān Syāfi‘ī, banyak orang yang hanyut dan menangis.

 

3. PAKAIAN SYĀFI‘Ī

Rabi‘ ibn Sulaimān ditanya: “Bagaimana dengan pakaian Syāfi‘ī?” Ia menjawab: “Pakaiannya sangat sederhana. Ia tidak pernah memakai pakaian mewah dan mahal. Ia hanya mengenakan kain katun Baghdad. Kadang kala ia mengenakan penutup kepala yang tidak terlalu mahal harganya. Ia banyak mengenakan sorban dan sepatu bot.”

Dalam kitab al-Intiqā’ disebutkan: “Syāfi‘ī selalu mengenakan ‘imamah (penutup kepala) seperti seorang ‘Arab Badui.”

Adapun cincinnya, Rabi‘ menuturkan: “Syāfi‘ī mengenakan cincin di jari kirinya. Di cincin itu terukir kalimat Kafā billāhi tsiqatan li Muḥammad ibn Idrīs (Cukuplah Allah sebagai Tuhan yang dipercaya oleh Muḥammad ibn Idrīs).”

Dalam riwayat Ibn Abī Ḥātim al-Rāzī disebutkan: “Tulisan yang terukir di cincinnya adalah: Allāhu tsiqatu Muḥammad ibn Idrīs (Allah adalah Tuhan yang dipercaya Muḥammad ibn Idrīs).”

 

Dalam berpakaian, penampilan Syāfi‘ī sangat sederhana. Ia hanya mengenakan kain katun Baghdad, dan memakai ‘imāmah besar. Di jari kirinya, ia mengenakan cincin yang di atasnya terukir kalimat Kafā billāhi tsiqatan li Muḥammad ibn Idrīs (Cukuplah Allah sebagai Tuhan yang dipercaya oleh Muḥammad ibn Idrīs).”

 

4. KELUARGA SYĀFI‘Ī

Istri Syāfi‘ī

Aḥmad ibn Muḥammad, cicit Syāfi‘ī, menuturkan: “Istri Syāfi‘ī yang menjadi ibu bagi anak-anaknya adalah Ḥamdah bint Nafi‘ ibn ‘Anbasah ibn ‘Amr ibn ‘Utsmān.

 

Putra Pertama Syāfi‘ī

Putra pertama Syāfi‘ī adalah Abū ‘Utsmān Muḥammad ibn Muḥammad ibn Idrīs. Ia orang yang rajin menuntut ilmu, banyak mendengarkan dari ayahnya, Sufyān ibn ‘Uyainah, ‘Abdurrazzāq, dan Aḥmad ibn Ḥanbal. Abū ‘Utsmān menjabat hakim di Jazirah dan menjadi penyampai hadits di sana. Ia juga pernah menjabat hakim di kota Halab, Syam, dan menetap di sana selama beberapa tahun.

Aḥmad ibn Ḥanbal berkata kepada Abū ‘Utsmān: “Aku mencintaimu karena tiga hal: karena kau adalah putra dari Abū ‘Abdullāh, seorang dari kaum Quraisy, dan aku termasuk ahli sunnah.”

Ketika ayahnya, Syāfi‘ī, meninggal dunia, Abū ‘Utsmān telah dewasa dan ia tengah bermukim di Makkah. Dari Abū ‘Utsmān, Syāfi‘ī dikaruniai tiga orang cucu: al-‘Abbās ibn Muḥammad ibn Muḥammad ibn Idrīs, Abū Ḥasan (meninggal saat masih bayi), dan Fāthimah.

 

Putra Kedua Syāfi‘ī

Syāfi‘ī juga memiliki anak laki-laki lain yang bernama Muḥammad. Julukannya adalah Abū al-Ḥasan. Anak ini dilahirkan oleh salah satu istri Syāfi‘ī, Danānīr. Sayangnya, Abū al-Ḥasan meninggal saat masih kecil.

Muḥammad ibn ‘Abdullāh ibn al-Ḥakam berkata: “Aku mendengar Syāfi‘ī berkata: “Orang-orang banyak yang mengunggulkan air Irak, padahal di dunia ini tak ada air untuk laki-laki seperti air Mesir. Aku sendiri pernah pergi di Mesir, dan aku contohnya.”

 

Putri Syāfi‘ī

Dari istrinya yang berasal dari keluarga ‘Utsmāniah, Syāfi‘ī dikaruniai dua orang putri: Fāthimah dan Zainab. Zainab inilah yang melahirkan Aḥmad ibn Muḥammad ibn ‘Abdullāh yang terkenal dengan Ibn Binti al- Syāfi‘ī. Al-Nawawī menuturkan: “Ia adalah seorang imam terkenal, tak ada seorang pun dari keturunan Syāfi‘ī sehebat dirinya. Pada dirinya mengalir berkah kakeknya.”

 

Istri Syāfi‘ī bernama Ḥamdah binti Nafi‘. Darinya, Syāfi‘ī dikaruniai putra-putri: Abū ‘Utsmān Muḥammad, Fāthimah, dan Zainab. Syāfi‘ī juga memiliki seorang putra dari istrinya yang lain, Dananir, yaitu Muḥammad Abū al-Ḥasan yang meninggal saat masih kecil.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.