Membelah Bulan
Dikisahkan bahwa Abū Jahal mengirim surat undangan kepada Ḥabīb ibn Mālik, seorang raja di Syam. Maka, Ḥabīb berangkat bersama 12.000 pasukan berkuda menuju Makkah. Saat tiba di Kota Abtha, sebuah daerah dekat Makkah, Abū Jahal beserta para pembesar Quraisy menyambutnya dengan memberikan budak dan perhiasan. Setelah duduk berhadapan, Ḥabīb bertanya kepada Abū Jahal tentang Muḥammad.
“Tuan, bertanyalah tetang Bani Hāsyim!” pinta Abū Jahal.
Ḥabīb menukas: “Siapakah Muḥammad?”
Pembesar Quraisy yang menemui Abū Jahal menjawab: “Kami mengenalnya sejak kecil sebagai orang yang jujur dan bisa dipercaya. Saat berusia 40 tahun, ia berbalik menghina dan merendahkan tuhan kami. Ia dakwahkan agama baru yang berbeda dari agama kami!”
“Bawalah ia ke hadapanku dengan suka rela! Bila tidak mau, paksalah!” kata Ḥabīb.
Maka, seseorang pergi memanggil Rasūlullāh Saw., yang tanpa rasa takut sedikit pun datang dan menemui Ḥabīb ditemani sahabat setianya, Abū Bakar, dan istrinya Khadījah.
Ketika Rasūlullāh Saw. tiba di hadapan Ḥabīb, wajah beliau tampak bercahaya sehingga Ḥabīb tertegun dan berkata: “Hai Muḥammad, engkau tahu bahwa setiap nabi memiliki mukjizat. Apakah kau juga memilikinya?”
“Apa yang engkau inginkan?” tanya Rasūlullāh Saw.
Ḥabīb berkata: “Aku ingin kau membuat matahari terbenam dan bulan merendah ke bumi, terbelah menjadi dua. Kemudian bulan itu bersatu lagi di atas kepalamu dan bersaksi atas kerasulanmu! Setelah itu, bulan kembali lagi ke langit dan bercahaya seperti purnama dan selanjutnya terbenam kembali serta matahari muncul seperti sedia kala!”
Mendengar permintaan Ḥabīb, Abū Jahal tersenyum dan berkata: “Sungguh benar apa yang Tuan katakan! Permintaan Tuan sungguh luar biasa!”
Rasūlullāh Saw. pergi meninggalkan Ḥabīb menuju Jabal Abū Qubaisy dan mendirikan shalat dua rakaat. Setelah itu, beliau berdoa kepada Allah. Sejurus kemudian, Jibrīl datang dan berkata: “As-Salāmu ‘alaikum, yā Rasūlallāh. Allah menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: ‘Kekasihku, janganlah kau bersedih dan bersusah hati! Aku selalu bersamamu. Pergilah temui mereka! Kuatkan hujjahmu. Aku telah menundukkan matahari dan bulan, juga siang dan malam.’”
Saat itu hari beranjak sore dan matahari condong ke barat hingga akhirnya terbenam di ufuk barat. Semesta diliputi kegelapan, kemudian muncul bulan purnama. Setelah bulan berada tepat di atas Rasūlullāh, beliau memberi isyarat dengan jarinya. Bulan itu bergerak turun dan berhenti di hadapan beliau. Lalu ia terbelah dua bagian. Selanjutnya, bulan berpadu lagi di atas kepala beliau dan bersaksi: “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muḥammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Setelah itu bulan kembali naik ke langit dan matahari muncul kembali seperti semula, karena saat itu belum datang waktunya untuk terbenam. Meskipun mukjizat ditampakkan begitu nyata, tetap saja Abū Jahal dan para pegikutnya menganggapnya sebagai sihir. Mereka tetap tak mau beriman.[]