1-2 Pertemuan Pertama – Tauhid Mufadhdhal – Mengurai Tanda Kebesaran Allah

Mengurai Tanda KEBESARAN ALLAH

(Judul Asli:
تَوْحِيْدُ الْمُفَضَّلِ
TAUḤĪD-UL-MUFADHDHAL
Imlā’ al-Imām Abī ‘Abdillāh ash-Shādiq, ‘alā al-Mufadhdhal ibn ‘Umar al-Ju‘fiy)

Penerjemah: Irwan Kurniawan
Penerbit: PUSTAKA HIDAYAH

(Diketik oleh: Said (Rico Akbar)

Rangkaian Pos: Pertemuan Pertama - Tauhid Mufadhdhal - Mengurai Tanda Kebesaran Allah

KEENAM.

Munculnya Alam dan Ketersusunan Bagian-bagiannya.

Wahai Mufadhdhal, awal pelajaran dan bukti adanya Pencipta Yang Maha Suci adalah munculnya alam ini dan ketersusunan bagian-bagiannya atas apa yang semestinya. Jika engkau perhatikan alam ini dengan pikiranmu dan mengkajinya dengan akalmu, maka engkau mendapatinya seperti rumah yang dibangun dan tersedia di dalamnya semua yang dibutuhkan hamba-hambaNya. Langit terbentang sebagai atap, bumi terhampar sebagai alas, bintang-bintang bercahaya sebagai lampu dan mutiara-mutiara terpendam sebagai simpanan. Semua itu tersedia di dalamnya. Dan manusia adalah sebagai pemilik rumah itu yang memiliki semua yang ada di dalamnya. Aneka tumbuhan tersedia bagi kebutuhannya dan berbagai binatang digunakan bagi keperluan dan kegunaannya. Di dalam hal ini terdapat bukti yang jelas bahwa alam ini diciptakan dengan perhitungan, keteraturan dan keserasian. Dan bahwa penciptanya adalah satu. Dialah yang mengatur dan menyusun sebagian terhadap bagian lainnya. Maha Agung kesucian-Nya, Maha Tinggi kemurahan-Nya, Maha Mulia Wajah-Nya dan tiada tuhan selain-Nya. Maha Tinggi Dia dari apa yang dikatakan orang-orang murtad, dan Maha Agung dari apa yang diyakini orang yang ingkar.

 

KETUJUH.

Penciptaan Manusia dan Pengaturan Janin di dalam Rahim.

Wahai Mufadhdhal, kita memulai dengan menyebutkan penciptaan manusia. Maka perhatikanlah. Awalnya adalah pengaturan janin di dalam rahim. Ia terselubung di dalam tiga kegelapan: kegelapan perut, kegelapan rahim dan kegelapan plasenta. Di mana ia tidak dapat memperoleh manfaat dan menolak bahaya. Melalui tali pusar disalurkan sari makanan dan air. Demikianlah seterusnya makanannya.

 

KEDELAPAN.

Cara Kelahiran Janin, Makanannya, Tumbuhnya Gigi dan Mencapai Dewasa.

Hingga ketika telah sempurna penciptaannya, kokoh badannya dan kuat kulitnya untuk bersentuhan langsung dengan udara luar dan penglihatannya untuk menerima cahaya, maka tibalah bagi ibunya masa untuk melahirkannya. Ibunya mencemaskan dan menekannya hingga anak itu terlahir. Ketika telah lahir, maka makanan yang tadinya disalurkan dari darah kini beralih pada kedua susu ibunya. Berubahlah rasa dan warnanya menjadi rasa dan warna makanan yang lain. Hal itu lebih sesuai bagi bayi yang dilahirkan daripada yang disalurkan melalui darah. Maka hal itu didatangkan pada saat diperlukan. Setelah dilahirkan, ia menjulurkan lidahnya dan menggerakkan kedua bibirnya mencari susuan. Maka ia mendapatkan tetek ibunya sebagai dua kantung yang menggantung untuk memenuhi kebutuhannya. Senantiasa ia makan dari air susu itu selama badannya rapuh, alat-alat pencernaannya masih lembut dan anggota-anggota tubuhnya lemah. Hingga ketika ia bergerak dan memerlukan makanan yang keras untuk menguatkan dan mengeraskan badannya, tumbuhlah gigi susu dan gigi depan untuk mengunyah makanan sehingga menjadi lembut dan mudah ditelan. Ia senantiasa demikian hingga mencapai usia baligh. Jika telah mencapai baligh dan ia berkelamin laki-laki, maka tumbuhlah bulu (kumis) pada wajahnya. Hal ini merupakan tanda kelaki-lakian dan keperkasaan. Tumbuhnya kumis membedakannya dari anak-anak dan perempuan. Jika ia seorang perempuan, wajahnya tidak ditumbuhi kumis agar tetap indah dan cantik sehingga dapat memikat laki-laki untuk melanjutkan keturunan.

Wahai Mufadhdhal, perhatikanlah keteraturan pada diri manusia dalam berbagai keadaan. Apakah hal seperti itu dapat terjadi dengan ketidaksengajaan? Tidakkah engkau perhatikan bahwa kalau ia berada di dalam rahim, sementara darah tidak mengalir kepadanya, bukankah ia menjadi layu dan kering seperti tumbuhan yang tidak mendapat siraman air. Kalau proses kelahiran tidak mengeluarkannya ketika sempurna tubuhnya, tidakkah ia akan tetap berada di dalam rahim seperti orang yang dikubur hidup-hidup di dalam tanah? Kalaulah air susu tidak keluar ketika kelahirannya, tidakkah ia akan mati kelaparan, atau memakan makanan yang tidak cocok baginya dan tidak baik bagi tubuhnya? Kalaulah tidak tumbuh gigi pada waktunya, tidakkah ia akan mendapat kesulitan dalam mengunyah makanan dan menelannya? Atau, ia terus-menerus menyusu sehingga badannya tetap lemah dan tidak mampu untuk bekerja? Kemudian ibunya disibukkan dengan mengasuh anak-anak lain.

 

KESEMBILAN.

Tidak Tumbuhnya Bulu pada Wajah dan Sebabnya.

Kalaulah tidak tumbuh bulu pada wajahnya di saat tiba waktunya, tidakkah ia akan tetap seperti dalam keadaan kanak-kanak dan seperti perempuan, sehingga engkau melihat ia tidak memiliki kebesaran dan kehebatan?

(Mufadhdhal berkata:) Aku bertanya: “Wahai Tuanku, aku telah melihat orang yang tetap dalam keadaan seperti masa kanak-kanaknya dan tidak tumbuh bulu pada wajahnya hingga mencapai usia dewasa.

Maka beliau a.s. menjawab: “Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hambaNya.” (3:182). Maka siapakah yang mengawasinya dengan menyediakan segala sesuatu yang diperlukannya selain yang telah menjadikannya sebagai ciptaan dari ketiadaannya, dan menjamin keperluannya setelah ia ada. Jika ketidaksengajaan menjadikan keteraturan seperti ini, maka kadang-kadang di dalam kesengajaan dan perhitungan pun terjadi kesalahan, karena keduanya lawan dari ketidaksengajaan. Ini merupakan perkataan keji dan ketidaktahuan orang yang mengucapkannya. Ketidaksengajaan tidak mendatangkan keteraturan. (81) Maha Tinggi Allah dari apa yang dikatakan orang-orang yang ingkar.

 

KESEPULUH.

Jika Bayi Dilahirkan Berpengetahuan.

Kalau bayi yang dilahirkan sudah dapat mengetahui dan berakal, niscaya ia akan mengingkari alam di saat kelahirannya. Ia akan selalu kebingungan karena sesat akal ketika melihat apa yang belum pernah diketahuinya. Datang kepadanya apa yang belum pernah ia lihat seperti rupa-rupa benda alam, binatang dan burung, dan sebagainya yang dilihatnya setiap saat.

Perhatikanlah hal itu, bahwa orang yang terpenjara di suatu negeri sementara ia berakal, maka ia seperti orang yang kebingungan. Ia tidak segera belajar bicara dan menerima etika seperrti anak kecil yang belum berakal. Kemudian, kalau ia lahir dalam keadaan berakal, maka ia akan mendapati kehinaan apabila melihat dirinya dikandung, disusui dan dibalut dengan kain di dalam buaian. Ia memerlukan hal itu semua karena tubuhnya yang masih halus dan lunak ketika dilahirkan. Kemudian ia tidak mendapati baginya manis dan sakit yang biasa dirasakan anak. Karena itu, ia keluar ke dunia dalam keadaan tidak memahami apa pun dan tidak tahu apa yang ada di sekitarnya. Ia mengenali sesuatu dengan otak yang lemah dan pengetahuan yang kurang. Kemudian sedikit demi sedikit pengetahuannya terus bertambah hingga menyenangi sesuatu, membiasakannya dan melakukannya terus-menerus. Maka dari sebatas memperhatikan, kebingungan berubah menjadi menggunakan dan mendorongnya untuk hidup dengan akal dan pikirannya, dan untuk mengambil pelajaran, ketaatan, kelalaian dan kemaksiatan.

Di dalam hal ini pun terdapat aspek lain. Kalaulah anak dilahirkan dengan akal yang sempurna, maka hilanglah manisnya mengasuh anak. Tidak ada artinya kedua orang-tua sibuk dengan kepentingan anak. Orang-tua tidak wajib mengajarkan kepada anak-anaknya untuk membalas kebaikan dan kasih sayang anak kepada mereka ketika mereka membutuhkannya. (92) Kemudian, anak-anak tidak mengasihi orang-tua, dan orang-tua pun tidak menyayangi anak-anaknya, karena anak-anak tidak memerlukan asuhan dan perlindungan orang-tuanya. Maka ketika dilahirkan, anak berpisah dari orang-tuanya. Sehingga seseorang tidak lagi mengenali ibu dan bapaknya. Tidak ada lagi yang dapat mencegah pernikahannya kepada ibu, saudara perempuan dan mahramnya jika mereka tidak saling mengenali. Sedikitnya saja dari hal itu adalah keburukan. Bahkan lebih buruk dan lebih keji (akibatnya) jika anak dilahirkan dari perut ibunya dalam keadaan berakal. Ia akan melihat apa yang tidak halal baginya dan tidak baik untuk dilihat. Tidakkah engkau lihat bagaimana setiap ciptaan senantiasa diciptakan untuk tujuan kebaikan, dan lepas dari kesalahan yang kecil maupun yang besar. (103).

 

KESEBELAS.

Hikmah Tangisan Anak.

Ketahuilah, Wahai Mufadhdhal, hikmah tangisan anak. Ketahuilah bahwa di dalam otak anak terdapat cairan. Jika cairan itu tidak dikeluarkan, maka akan menyebabkan akibat yang fatal dan penyakit yang parah, berupa kehilangan penglihatan dan sebagainya. Tangisan mengalirkan cairan itu dari kepala sehingga akibatnya adalah badannya menjadi sehat dan penglihatannya normal. Bukankah sering terjadi anak memperoleh manfaat dari tangisannya, sementara kedua orang tuanya tidak mengetahui hal itu. Mereka berusaha untuk mendiamkan dan menenangkan anaknya ketika sakit agar tidak menangis. Mereka tidak mengetahui bahwa tangisan adalah lebih baik bagi anaknya dan lebih baik kesudahannya.

Demikianlah, bahwa di dalam segala hal terdapat manfaat yang tidak diketahui oleh orang-orang yang meyakini bahwa segala sesuatu terjadi dengan ketidaksengajaan (accidentally). Kalaulah mereka mengetahui hal itu, mereka tidak akan mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang bermanfaat disebabkan mereka tidak mengenalinya dan tidak mengetahui sebabnya. Setiap hal yang tidak diketahui oleh orang-orang yang ingkar, diketahui oleh orang-orang yang arif. Banyak hal yang terbatas bagi makhluk, diketahui ilmu Pencipta Yang Maha Suci dan Maha Tinggi kalimat-Nya.

Adapun air liur yang keluar dari mulut anak, maka itu adalah keluarnya cairan yang jika dibiarkan di dalam tubuhnya, niscaya menyebabkan hal yang sangat berbahaya. Seperti orang yang engkau lihat dipenuhi cairan, maka akibatnya adalah kebodohan, kegilaan dan sebagainya berupa penyakit-penyakit yang mematikan seperti kelumpuhan (paralysis), perot (pencong, mencong,–wry, distorted) mulut , dan lain-lain. Maka Allah menjadikan cairan itu keluar melalui mulut anak ketika masih kecil agar ia tetap sehat ketika mencapai usia dewasa. Allah memuliakan ciptaannya dengan sesuatu yang tidak mereka kenali dan menaruh kasihan pada mereka dengan sesuatu yang tidak mereka ketahui. Kalaupun mereka mengetahui ni‘mat-Nya kepada mereka, niscaya hal itu akan melalaikan mereka dari kemaksiatan kepada-Nya yang tiada henti. Maha Suci Dia, betapa agung keni‘matan-Nya dan memberikannya kepada yang berhak dan yang lainnya dari ciptaan-Nya. Maha Tinggi Dia dari apa yang dikatakan orang-orang yang batil.

Catatan:


  1. 8). Yakni, jika sesuatu tidak berkaitan dengan sebabnya. Sebagaimana ketersusunan dan keteraturan yang sempurna ini dihasilkan dari sebab. Pengaturan dalam berbagai hal merupakan sebab bagi perbedaannya. Ini bertentangan dengan keputusan para ahli terhadap apa yang mereka lihat dalam pengaturan berbagai hal, dan mencela mereka. Siapa yang menjadikannya tanpa kajian dan berpikir. Kemungkinan yang dimaksud adalah bahwa naluri menetapkan pertentangan akibat berbagai hal. Mungkin juga dapat dibentangkan penjelasan terhadap hal itu. Jika ketidaksengajaan mendatangkan manfaat, haruslah ada lawannya yaitu pengaturan yang salah. Dan ini lebih buruk lagi. (Dari Ta‘līqāt-ul-Biḥār). 
  2. 9). Yaitu, agar anak berbuat baik dan mengasihi orangtua ketika mereka memerlukannya di saat sudah tua dan lemah, sebagai balasan terhadap jerih payah mereka dalam mendidik anak-anaknya. 
  3. 10). Sebagian penjelasan yang indah dari Imām a.s. mengenai kejadian manusia dan pertumbuhannya berdasarkan tahapan-tahapannya adalah cukup menurut hukum akal. Bahwasanya baginya ada Pencipta yang menciptakannya berdasarkan ilmu, hikmah, perencanaan dan pengaturan. (Dari buku al-Imām ash-Shādiq karya Syaikh Muḥammad Ḥusain al-Muzhaffar, juz I, hlm. 171). 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *