1-2-1 Hakikat al-Bada’ Menurut Pandangan al-Qur’an & as-Sunnah – Memilih Takdir Allah

HU.

Diterjemahkan dari buku aslinya:

AL-BADĀ’U FĪ DHAU’-IL-KITĀBI WAS-SUNNAH.
(Memilih Takdir Allah menurut al-Qur’ān dan Sunnah).

Oleh: Syaikh Ja‘far Subhani

Penerjemah: Bahruddin Fannani dan Agus Effendi
Penerbit: PUSTAKA HIDAYAH

Rangkaian Pos: 001 Definisi al-Bada' - Memilih Takdir Allah

BAB II.

HAKIKAT AL-BADĀ’ MENURUT PANDANGAN AL-QUR’ĀN DAN AS-SUNNAH.

Bila anda telah memahami ketujuh hal di atas, yang menjadi pokok masalah al-Badā’, anda tahu pula bahwa tidak lain yang dimaksudkan dengan al-Badā’ adalah pengubahan perjalanan hidup yang telah ditentukan, karena amal saleh atau perbuatan buruk. Di situ sebenarnya manusia tidak digerakkan oleh takdir, tapi dia nanti bebas memilih untuk mengubah takdir dengan amal-amal salehnya, atau dengan perbuatan-perbuatan buruknya. Dan hal ini – yakni kemungkinan manusia mengubah dengan perbuatannya adalah bagian dari takdir Allah s.w.t.

Sebab Allah s.w.t. setiap hari selalu di dalam kesibukan. Kehendak-Nya menjadi hakim atas takdir itu.

Dan manusia memiliki kebebasan memilih, tidak digerakkan. Ia bebas, tidak dipaksa. Ia memiliki hak untuk mengubah perjalanan hidupnya dan takdir atas dirinya dengan perbuatan baiknya, keluar dari golongan orang-orang yang sengsara bergabung dengan orang-orang yang bahagia. Sebagaimana ia pun berhak menolak semuanya.

Dan, Allah tidak akan mengubah (keadaan) suatu kaum, hingga mereka mengubah (keadaan) diri mereka sendiri. Dia akan mengubah takdir seorang hamba, bila ia mengubahnya dengan amal baik atau perbuatan buruknya. Pengubahan qadhā’ dan qadar dengan amal baik dan perbuatan buruk tidak bertentangan dengan takdir-Nya yang pertama. Segalanya merupakan bagian dari qadhā’ dan qadar-Nya, serta bagian dari Sunnatullāh.

Allah memang telah menentukan takdir seorang hamba, namun boleh jadi Dia melaksanakan tidak sesuai takdir-Nya, atau melaksanakannya persis dan sesuai dengan apa yang Dia takdirkan, berubah atau berganti. Tetapi qadhā’ dan qadar-Nya dilaksanakan dalam bentuk khusus. Dan sesungguhnya qadhā’ dan qadar itu akan tetap berlaku bagi seorang hamba bila ia tidak mengubah keadaan dan posisinya.

Apabila ia mengubahnya dengan amal saleh atau perbuatan buruknya, maka berubahlah qadar-Nya. Dan qadar yang telah dituliskan akan diganti oleh qadar yang lain, qadhā’-Nya pun demikian. Semua ketentuan di masa lalu dan penentuannya di masa yang akan datang, qadhā’ dan qadar adalah di tangan Allah s.w.t., bukan yang lain.

Dan inilah al-Badā’ yang dibangun oleh mazhab Imāmiyyah dari awal mula berdirinya, hingga hari ini.

Agar para pembaca lebih meyakini kebenaran pernyataan di atas, berikut ini kami kutipkan secara berturut-turut nash-nash ulama Imāmiyyah.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *