1-2-1 Bangsa Arab – Ar-Rahiq-ul-Makhtum – al-Mubarakfuri

Rangkaian Pos: Bangsa Arab - | Ar-Rahiq-ul-Makhtum - al-Mubarakfuri

Bangsa ‘Arab

(Bagian 1 dari 2)

 

Merujuk kepada silsilah keturunan dan asal-usulnya, para sejarawan membagi bangsa ‘Arab menjadi tiga bagian, yaitu:

1. ‘Arab Bā’idah, yaitu kaum-kaum ‘Arab terdahulu yang sejarahnya tidak bisa dilacak secara rinci dan komplit, seperti ‘Ād, Tsamūd, Thasm, Jadīs, ‘Imlāq, Umaim, Jurhum, Ḥadhūr, Wabār, ‘Abīl, Jāsim, Ḥadhramaut dan lain-lainnya.

2. ‘Arab ‘Āribah, yaitu bangsa ‘Arab yang berasal dari keturunan Yasyjub dan Ya‘rub bin Qaḥthān. Sukubangsa ‘Arab ini dikenal dengan sebutan ‘Arab Qaḥthāniyyah.

3. ‘Arab Musta‘ribah, yaitu kaum-kaum ‘Arab yang berasal dari keturunan Ismā‘īl, yang disebut juga ‘Arab ‘Adnāniyyah.

‘Arab ‘Āribah adalah bangsa Qaḥthān. Tempat asal-usulnya adalah negeri Yaman, lalu berkembang menjadi beberapa kabilah dan suku. Yang terkenal adalah dua kabilah, yaitu:

1. Kabilah Ḥimyar, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu Zaid al-Jumhur, Qudhā‘ah, dan Sakāsik.

2. Kahlān, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu Hamdān, Anmar, Thayyi‘, Madzhaj, Kindah, Lakhm, Judzam, Azad, Aus, Khazraj, dan anak keturunan Jafnah, Raja Syām.

Suku-suku Kahlān banyak yang hijrah meninggalkan Yaman, lalu menyebar ke berbagai penjuru Jazīrah ‘Arab menjelang terjadinya banjir besar saat mereka mengalami kegagalan dalam perdagangan. Hal ini sebagai akibat dari tekanan bangsa Romawi dan tindakan mereka menguasai jalur perdagangan laut dan setelah mereka menghancurkan jalur darat serta berhasil menguasai Mesir dan Syām.

Tidak aneh bila itu terjadi sebagai akibat dari persaingan antara suku-suku Kahlān dan suku-suku Ḥimyar, yang berakhir dengan keluarnya suku-suku Ḥimyar dan ditandai dengan menetapnya suku Ḥimyar.

Suku-suku Kahlān yang berhijrah dapat dibagi menjadi empat golongan:

1. Azad

Perpindahan mereka dipimpin oleh pemuka dan pemimpin mereka, ‘Imrān bin ‘Amru Muzaiqiyā’. Mereka berpindah-pindah di negeri Yaman dan mengirim para pemandu; lalu berjalan ke arah utara dan timur. Dan inilah rincian akhir tempat-tempat yang pernah mereka tinggali setelah perjalanan mereka tersebut: Tsa‘labah bin ‘Amru pindah dari Azad menuju Ḥijāz, lalu menetap di antara Tsa‘labiyah dan Dzī Qar. Setelah anaknya besar dan kuat, di pindah ke Madinah dan menetap di sana. Di antara keturunan Tsa‘labah ini adalah Aus dan Khazraj, yaitu dua orang anak dari Ḥāritsah bin Tsa‘labah.

2. Lakhm dan Judzam

Mereka pindah ke timur dan utara. Tokoh di kalangan mereka adalah Nashr bin Rabī‘ah, pemimpin raja-raja al-Mundzir di Ḥīrah.

3. Bani Thā’ī

Setelah Azad berpindah, mereka berpindah ke arah utara hingga singgah di antara dua gunung, Aja’ dan Salmā. Mereka menetap di sana, hingga mereka dikenal dengan sebutan al-Jabalāni (dua gunung) di Gunung Thayyi‘.

4. Kindah

Mereka singgah di Baḥrain, lalu terpaksa meninggalkannya dan singgah di Ḥadhramaut. Namun, nasib mereka tidak jauh berbeda saat berada di Baḥrain, hingga mereka pindah lagi ke Najd. Di sana mereka mendirikan pemerintahan yang besar dan kuat. Tetapi, secepat itu pula mereka punah dan tak meninggalkan jejak. Di sana masih ada satu kabilah dari Ḥimyar yang diperselisihkan asal keturunannya, yaitu Qudhā‘ah. Mereka hijrah meninggalkan Yaman dan menetap di pinggiran ‘Irāq. (11)

Adapun ‘Arab Musta‘ribah – moyang mereka yang tertua adalah Ibrāhīm a.s. – yang berasal dari negeri ‘Irāq, dari sebuah daerah yang disebut Ar. Kota ini berada di pinggir barat Sungai Eufrat, berdekatan dengan Kūfah. Cukup banyak penelusuran dan penelitian yang luas mengenai negeri ini, selain tentang keluarga Ibrāhīm a.s. kondisi keagamaan dan sosial di negeri tersebut. (22).

Kita tahu bahwa Ibrāhīm a.s. hijrah dari ‘Irāq ke Ḥārān atau Ḥarrān, termasuk pula ke Palestina. Ia lalu menjadikan negeri itu sebagai basis dakwahnya. Ia banyak menyusuri negeri ini dan negeri lainnya. (33) Di salah satu perjalanan tersebut, Ibrāhīm a.s. bertemu dengan Fir‘aun. Istri Ibrāhīm, Sārah, turut menemaninya. Sārah merupakan wanita yang tercantik. Maka, Fir‘aun itu hendak memasang siasat buruk terhadap istri beliau. Namun, Sārah berdoa kepada Allah, sehingga Dia membalikkan jerat yang dipasang raksasa itu ke lehernya sendiri. Akhirnya, raja yang zalim itu tahu bahwa Sārah merupakan wanita saleh yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah. Karena itu, ia menghadiahkan putrinya (44), Hājar menjadi pembantu Sārah, sebagai pengakuan atas keutamaan Sārah atau karena ia takut terhadap siksa Allah. Akhirnya Sārah menikahkan Hājar dengan Ibrāhīm. (55)

Ibrāhīm a.s. kembali ke Palestina dan kemudian Allah menganugerahkan Ismā‘īl dari Hājar. Hal ini membuat Sārah terbakar api cemburu. Dia memaksa Ibrāhīm agar menjauhkan Hājar dan putranya yang masih kecil, Ismā‘īl. Maka Ibrāhīm membawa keduanya ke Hijaz dan menempatkan mereka berdua di suatu lembah yang tidak ditumbuhi tanaman, di Bait-ul-Ḥarām, yang saat itu hanya berupa gundukan-gundukan tanah. Rasa gundah mulai menggelayuti pikiran Ibrāhīm. Beliau menoleh ke kiri dan kanan, lalu meletakkan putranya di dalam tenda, di dekat Zamzam. Saat itu di Mekkah belum ada seorang manusia pun dan tidak ada mata air. Beliau meletakkan kantong berisi kurma dan geriba berisi air di dekat Hājar dan Ismā‘īl. Setelah itu beliau kembali lagi ke Palestina. Beberapa hari setelah itu, bekal dan air sudah habis. Sementara tidak ada mata air yang mengalir. Tiba-tiba mata air Zamzam memancar berkat karunia Allah, sehingga bisa menjadi sumber penghidupan bagi mereka berdua, yang tak pernah habis hingga sekarang. Kisah mengenai hal ini sudah banyak diketahui secara lengkapnya. (66).

Suatu kabilah dari Yaman (Jurhum Kedua) datang ke sana. Dan atas izin bunda Ismā‘īl, mereka menetap di Mekkah. Ada yang mengatakan, mereka sudah berada di sana sebelum itu, menetap di lembah-lembah di pinggir kota Mekkah. Namun, riwayat al-Bukhārī menegaskan bahwa mereka singgah di Mekkah setelah kedatangan Ismā‘īl dan ibunya, sebelum Ismā‘īl remaja. Mereka sudah biasa melewati jalur Mekkah sebelum itu. (77).

Catatan:


  1. 1). Lihat uraian lengkap tentang kabilah-kabilah ini dan perpindahan mereka di kitab Muḥādharāti Tārīkh-il-Umam-il-Islāmiyyah, al-Khudharī, I/11-13 dan Qalbu Jazīrat-il-‘Arab, hal. 231-235. Beberapa referensi sejarah menunjukkan perbedaan besar dalam memastikan waktu-waktu perpindahan dan penyebabnya. Setelah melakukan pengkajian dari semua aspek, kami menetapkan seperti yang kami uraian di bagian ini sesuai dengan dalil yang ada. 
  2. 2). Tafhīm-ul-Qur’ān, Abul-A‘lā al-Maudūdī, I/553-556. 
  3. 3). Tārīkhu Ibni Khaldun, I/108. 
  4. 4). Yang populer, Hājar adalah seorang budak. Namun, ‘Allāmah al-Manshūrfūrī telah memverifikasi bahwa ia adalah wanita merdeka. Ia adalah anak dari Fir‘aun (gelar raja Mesir Kuno). Lihat Raḥmatun lil-‘Ālamīn, II/36-37. 
  5. 5). Ibid, II/34. Lihat lebih lengkap di Shaḥīḥ al-Bukhārī, III/474. 
  6. 6). Lihat Shaḥīḥ al-Bukhārī, III/474-475, kitab al-Anbiyā’, nomor 3364, 3365. 
  7. 7). Ibid, I/475, nomor 3364. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *