1-12 Makar Yang Terbongkar – 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah

115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasūlullāh Saw

Oleh: FUAD ABDURAHMAN
(Penulis buku bestseller The Great of Two Umars)

Penerbit: Penerbit Noura Books
(PT Mizan Publika)

Untuk kedua orangtuaku:
Ma’mun Fudholi ibn K.H. Ahmad Fudholi
Siti Sobariyah

Untuk dua guruku:
Al-‘Allamah Al-Ustadz Qurtubi (Alm.)
Drs. K.H. Pepe Syafi‘i Mukhtar (Alm.)

Diketik Oleh: Zahra’

Makar yang Terbongkar

 

Suatu hari, usai Perang Badar, di hadapan kaum Quraisy Makkah, Abū Sufyān berkata: “Mengapa tidak ada orang yang mau membunuh Muḥammad ketika ia berjalan-jalan di pasar? Kita harus menuntut balas!” Seorang pedalaman mendatangi Abū Sufyān di rumahnya dan berkata: “Jika kau memberiku bekal, aku akan membunuh Muḥammad. Aku pandai menemukan jalan-jalan rahasia ke Madīnah. Aku pun sangat mahir mengenal arah, dan pisauku pun selalu terasah tajam.”

Tentu saja Abū Sufyān sangat senang dan berkata: “Engkau sahabatku”

Lalu, ia memberinya unta dan perbekalan. Tak lupa, Abū Sufyān juga berbisik: “Rahasiakan perjanjian ini. Aku tidak mau seorang pun mendengarnya. Aku takut seseorang menyampaikannya kepada Muḥammad.”

Orang Arab itu berjanji: “Ya, aku berjanji. Tidak akan ada seorang pun yang mengetahuinya.

Selanjutnya, ia berangkat menuju Madīnah. Setelah seminggu perjalanan, ia tiba di Madīnah. Ia mencari Rasūlullāh Saw. dan melihatnya sedang bersama para sahabat di masjid. Maka, dengan hati-hati ia memasuki masjid. Saat Rasūlullāh Saw. melihatnya, beliau berkata kepada para sahabat: “Orang ini bermaksud buruk, tetapi Allah akan menghalanginya dari apa yang direncanakannya.”

Setelah berada di dalam masjid, orang ‘Arab itu bertanya: “Manakah anak ‘Abd-ul-Muththalib?”

“Aku, anak ‘Abd-ul-Muththalib,” jawab Rasūlullāh Saw. tenang.

Orang ‘Arab ini mendekati Rasūlullāh Saw., lalu merunduk ke arah sebelah kiri beliau. Usaid ibn Khudhair, seorang Anshār, bangkit dari duduknya dan membentaknya: “Jangan dekati Rasūlullāh!” sentakkan sesuatu dari dalam baju orang itu dan merampas pisaunya.

Rasūlullāh Saw. berkata: “Memang, ia punya niat buruk.” Dalam cengkeraman Usaid, laki-laki itu merengek: “Lindungilah darahku, wahai Muḥammad!”

Rasūlullāh Saw. bertanya: “Jawablah dengan jujur. Saat ini, karena aku sudah mengetahui apa yang kaurencanakan!”

“Apakah aku akan dilindungi?”

“Ya, kau aman.”

Maka, ia menceritakan perjanjiannya dengan Abū Sufyān untuk pergi ke Madīnah dan membunuh Rasūlullāh. Setelah itu, beliau menyuruh Usaid untuk menahan dan mengawasi laki-laki itu. Keesokan harinya, Rasūlullāh Saw. memanggil orang ‘Arab itu dan berkata: “Aku sudah memberi perlindungan kepadamu. Sekarang, pergilah ke mana pun yang kau suka atau pilihlah yang paling baik untukmu.”

“Apakah yang paling baik untukku?”

“Ucapkanlah: ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan-Nya.’”

“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan-Nya. Aku yakin, kau dalam kebenaran dan pasukan Abū Sufyān adalah pasukan setan.”

Orang ‘Arab itu sempat tinggal di Madīnah beberapa hari, kemudian Rasūlullāh Saw. mengizinkannya pergi. Sejak hari itu, tidak ada yang mengetahui keberadaan laki-laki itu. Usai kejadian ini, Rasūlullāh Saw. mengutus dua orang untuk membunuh Abū Sufyān. Sayang, karena ceroboh, keduanya gagal menjalankan tugas, bahkan mereka nyaris terbunuh.[]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *