1-10 Berwudhu’ Karena Menyentuh Kemaluan – Ringkasan Kitab al-Umm

Ringkasan Kitab al-Umm
Buku 1 (Jilid 1-2)
(Judul Asli: Mukhtashar Kitab al-Umm fil-Fiqhi)
Oleh: Imam Syafi‘i Abu Abdullah Muhammad Idris

Penerjemah: Mohammad Yasir ‘Abd Mutholib
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Berwudhu’ Karena Menyentuh Kemaluan.

 

Imām Syāfi‘ī berkata: Marwān bin al-Ḥakam berkata, telah mengkhabarkan kepadaku Busyrah binti Shafwān, bahwa ia mendengar Rasūl s.a.w. bersabda:

إِذَا مَسَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ.

Apabila salah seorang dari kalian menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ia berwudhu’.” (291).

Dari Abū Hurairah, dari Nabi s.a.w. bahwasanya beliau bersabda:

إِذَا أَفْضَى أَحَدُكُمْ بِيَدِهِ إِلَى ذَكَرِهِ لَيْسَ بَيْنَهُ شَيْءٌ فَلْيَتَوَضَّأْ.

Apabila seseorang dari kalian menyentuh kemaluannya yang tidak ada pembatas, maka hendaklah ia berwudhu’.” (302).

Imām Syāfi‘ī berkata: Apabila seseorang menyentuh kemaluannya dengan telapak tangannya, di mana tidak ada pembatas antara tangan dan kemaluannya, maka wajib atasnya berwudhu’ kembali.

Imām Syāfi‘ī berkata: Hukumnya sama saja apakah seseorang sengaja atau tidak sengaja, karena setiap yang mewajibkan untuk mengulangi wudhu’ adalah sikap sengaja. Maka demikian juga ketika dalam keadaan tidak sengaja, keduanya sama saja, baik sedikit atau banyak ia menyentuh kemaluannya.

Jika ia menyentuh dua buah pelirnya atau pantatnya, atau dua lututnya dan tidak menyentuh kemaluannya, maka tidak wajib atasnya berwudhu’, baik hal itu dilakukan kepada orang yang sudah mati atau yang masih hidup. Namun apabila ia menyentuh bagian tubuh hewan, maka tidak wajib atasnya mengulangi wudhu’, karena anak Ādam memiliki kehormatan, sementara hewan tidak beribadah sebagaimana halnya anak Ādam.

Apabila kemaluannya tersentuh oleh punggung telapak tangannya, dengan lengannya atau sesuatu yang bukan telapak tangan, maka ia tidak wajib mengulangi wudhu’.

Imām Syāfi‘ī berkata: Ketika Rasūl s.a.w. memerintahkan untuk menyuci tangan dari darah haidh dan tidak memerintahkan untuk mengulangi wudhu’, maka hal itu menunjukkan bahwa darah lebih najis daripada kemaluan.

Imām Syāfi‘ī berkata: Semua yang telah kami katakan tentang wajibnya berwudhu’ atas laki-laki yang menyentuh kemaluannya, demikian juga berlaku bagi wanita yang menyentuh kemaluannya; atau seorang wanita yang menyentuh kemaluan suaminya atau suami yang menyentuh kemaluan istrinya, keduanya tidak ada perbedaan.

Catatan:


  1. (29). HR. Ibnu Mājah dalam pembahasan tentang bersuci, bab “Berwudhu’ Karena Memegang Kemaluan”, hadits no. 388; dan An-Nasā’ī dalam pembahasan tentang berwudhu’ karena memegang kemaluan, hal. 100, jilid 1. 
  2. (30). HR. Abū Dāūd, bab Wudhu’ Karena Menyentuh Kemaluan, hal. 308, dan dalam kitab ‘Aun-ul-Ma‘būd Syarḥ Sunan Abī Dāūd

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *