Hati Senang

1-1 Pertemuan Kedua – Tauhid Mufadhdhal – Mengurai Tanda Kebesaran Allah

Mengurai Tanda KEBESARAN ALLAH

(Judul Asli:
تَوْحِيْدُ الْمُفَضَّلِ
TAUḤĪD-UL-MUFADHDHAL
Imlā’ al-Imām Abī ‘Abdillāh ash-Shādiq, ‘alā al-Mufadhdhal ibn ‘Umar al-Ju‘fiy)


Penerjemah: Irwan Kurniawan
Penerbit: PUSTAKA HIDAYAH

(Diketik oleh: Said (Rico Akbar)

PERTEMUAN KEDUA.

 

PERTAMA.

(Al-Mufadhdhal berkata:) Pada hari kedua, pagi-pagi sekali aku datang kepada tuanku. Aku masuk setelah beliau mengizinkanku. Beliau menyuruhku duduk, lalu aku pun duduk. Maka beliau berkata:

Segala puji bagi Allah Yang Mengatur perputaran, Yang Memperbarui waktu demi waktu dan kurun demi kurun. Dia Yang Maha Mengetahui dari segala yang mengetahui, Yang memberikan balasan kepada orang yang berbuat jahat dengan apa yang telah mereka kerjakan dan membalas orang-orang yang berbuat baik dengan kebaikan, sebanding dengan perbuatannya. Dia Yang Maha Suci ASMA’-Nya dan Maha Besar nikmat-Nya. Dia tidak menganiaya manusia sedikit pun. Namun manusia menganiaya dirinya sendiri. Hal itu dipersaksikan dengan firman-Nya s.w.t. di dalam kitab-Nya: Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat atom pun, niscaya melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat atom pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (99:7,8). dalam kesetaraannya. Di dalam kitab-Nya terdapat penjelasan (TIBYĀN) tentang segala sesuatu dan tidak mengandung yang batil di hadapan dan di belakangnya. Diturunkan dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji. Karena itu, Sayyidinā Muḥammad s.a.w. bersabda: “Hanyalah amal perbuatanmu yang dikembalikan kepadamu.

Kemudian Imām a.s. diam sejenak, lalu berkata: Wahai Mufadhdhal, makhluk itu ragu dalam kesesatan mereka dan mengikuti setan dan THAGHUT mereka. Mereka buta, tidak dapat melihat. Mereka bisu, tidak dapat berkata. Mereka tuli, tidak dapat mendengar. Mereka menyukai kehinaan. Mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk. Mereka berpaling dari keutamaan. Mereka hidup mewah dalam ladang dosa dan najis, seakan mereka terhindar dari kematian dan jauh dari hukuman. Celakalah mereka dengan kesengsaraan, lamanya penderitaan dan kerasnya siksaan mereka. “Yaitu suatu hari yang seorang karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya sedikit pun, dan mereka tidak akan mendapat pertolongan kecuali orang yang diberi rahmat oleh Allah.” (44: 41, 42).

(Al-Mufadhdhal berkata: ) Ketika mendengar itu, aku menangis. Maka beliau berkata: “Janganlah engkau menangis. Engkau bebas dari itu jika engkau menerima, dan selamat jika engkau mengetahui.”

 

KEDUA.

Bentuk Tubuh Hewan dan Penjelasannya.

Kemudian beliau berkata: Aku akan memulai dengan menjelaskan iḥwāl hewan agar menjadi jelas bagimu. Pikirkanlah mengenai susunan tubuh hewan dan anggota-anggota yang dimilikinya, yang tidak kaku seperti batu. Jika tubuhnya kaku seperti batu, maka ia tidak akan dapat bergerak dan melakukan pekerjaan. Tidak juga tubuhnya sangat lentur dan lunak sehingga tidak dapat memikul beban dan bahkan memikul dirinya. Maka dijadikanlah daging itu lunak dan lentur, lalu ditopang dengan tulang yang keras yang dapat menahannya, dan diikat dengan sebagian lainnya. Di atasnya dibalut dengan kulit yang membungkus seluruh tubuh. Ibarat boneka yang terbuat dari pohon kurma, dibalut dengan kain, dijahit dengan benang, lalu dicat dengan getah. Di dalam hal ini pohon kurma sebagai tulang, kain sebagai daging, benang sebagai otot dan urat syaraf dan cat sebagai kulit. Jika hewan yang dapat bergerak itu terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan, maka ia akan menjadi benda mati seperti boneka. Jika ini tidak berlaku pada boneka, maka sepantasnya pula tidak berlaku pada binatang.

 

KETIGA.

Tubuh Hewan: Apa yang Diberikan dan Apa yang Tidak Diberikan serta Sebabnya.

Wahai Mufadhdhal, pikirkanlah–setelah ini–mengenai tubuh hewan ternak. Hewan itu diciptakan menyerupai tubuh manusia, memiliki daging, tulang dan urat syaraf. Diberi pula pendengaran dan penglihatan agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya. Karena, jika hewan itu buta dan tuli, manusia tidak akan dapat mengambil manfaat dari hewan tersebut dan tidak dapat menggunakan untuk keperluannya. Tetapi hewan itu tidak diberi akal dan pikiran agar tidak menghinakan manusia, sehingga tidak menolak jika disuruh bekerja keras dan dibebani dengan beban yang berat. Jika ada orang yang mengatakan bahwa kadang-kadang ada manusia yang memiliki budak dari golongan manusia, mereka terhina dan menanggung beban yang berat, bersamaan dengan itu mereka seperti orang yang tidak memiliki akal dan pikiran, maka sebagai jawabnya adalah bahwa kelompok manusia seperti ini hanyalah sedikit. Adapun kebanyakan manusia tidak menanggung apa yang dipikul oleh binatang seperti memikul beban, menarik bajak dan sebagainya, tidak melakukan untuk sesuatu yang dibutuhkannya.

Kemudian, kalau manusia melakukan pekerjaan-pekerjaan ini dengan badannya sendiri, maka mereka akan meninggalkan pekerjaan-pekerjaan yang lain. Karena, pekerjaan seekor unta atau seekor keledai memerlukan tenaga beberapa orang. Maka pekerjaan ini akan melibatkan banyak orang sehingga tidak ada orang yang melakukan pekerjaan lainnya. Selain itu, hal tersebut akan menimbulkan keletihan pada badan mereka dan kesusahan dalam kehidupan mereka.

 

KEEMPAT.

Penciptaan Tiga Kelompok Binatang.

Wahai Mufadhdhal, pikirkanlah tiga kelompok binatang dan bentuk masing-masing sebagaimana adanya yang kesemuanya mengandung hikmah. Manusia ditakdirkan memiliki pikiran, kecerdasan dan kemampuan melakukan pekerjaan seperti mendirikan bangunan, melakukan perdagangan, menjahit dan sebagainya. Diciptakan bagi mereka telapak tangan yang besar yang memiliki jari-jemari yang keras agar dapat menggenggam sesuatu dan melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut dengan baik.

 

KELIMA.

Binatang Pemakan Daging dan Pengaturan dalam Penciptaannya.

Binatang pemakan daging ditakdirkan penghidupannya dari perburuan. Maka diciptakan bagi binatang tersebut telapak tangan yang kecil yang kokoh yang memiliki pangkal kuku dan cakar yang baik untuk menangkap buruan, tetapi tidak baik untuk melakukan pekerjaan. Binatang pemakan tumbuhan ditakdirkan tidak dapat melakukan pekerjaan dan tidak pula memiliki kemampuan berburu. Bagi sebagiannya diciptakan kuku yang dapat menjaga kakinya dari pijakan yang kasar ketika mencari tempat merumput. Bagi sebagiannya lagi diciptakan jemari yang menyatu dan memiliki lekukan seperti lekukan telapak kaki untuk pijakan pada tanah ketika ditunggangi dan memikul beban.

Perhatikan keteraturan dalam bentuk binatang pemakan daging, ketika diciptakan memiliki gigi-gigi yang tajam, cakar yang keras dan mulut yang lebar. Binatang tersebut diciptakan seperti itu karena makanannya daging, dan diberi senjata dan alat untuk berburu. Demikian pula engkau dapati burung-burung buas yang memiliki paruh dan cakar untuk memburu mangsanya. Kalau saja binatang liar memiliki paruh, maka itu merupakan pemberian yang tidak diperlukan, karena binatang tersebut tidak berburu dan tidak pula memakan daging. Dan andaikan binatang buas memiliki kaki seperti sapi, maka hal itu akan merintanginya dari apa yang diperlukannya, yakni senjata yang digunakan untuk berburu dan menangkap mangsa.

Tidakkah engkau perhatikan bagaimana masing-masing kelompok binatang diberi sesuatu yang disesuaikan dengan keperluannya? Bahkan diberi sesuatu untuk kelanggengan dan kebaikannya.

 

KEENAM.

Binatang Berkaki Empat dan Kemandirian Anak-anaknya.

Kini lihatlah binatang berkaki empat, bagaimana engkau lihat binatang tersebut mengikuti induknya dengan sendirinya tanpa perlu digendong dan diasuh seperti yang diperlukan anak-anak manusia. Karena itu, induk binatang itu tidak memiliki apa yang dimiliki induk manusia berupa kelemahlembutan, pengetahuan untuk mengasuh, kekuatan untuk merangkul dan jari-jemari untuk melakukan itu. Binatang tersebut diberi kemampuan untuk bangkit sendiri dan kebebasan diri. Demikian pula engkau lihat kebanyakan unggas seperti ayam dan burung puyuh, berjalan dan mematuki sendiri makanannya setelah menetas dari telur. Adapun anak binatang yang lemah, yang tidak mampu bangun sendiri seperti anak burung merpati, dijadikan pada induknya kelebihan rasa kasih padanya. Sehingga induknya mengeluarkan makanan dari mulutnya setelah mengumpulkannya di dalam temboloknya. Demikianlah seterusnya hingga anak-anaknya dapat mencari makanan sendiri. Karena itu, burung merpati tidak diberi anak yang banyak sebagaimana halnya yang diberikan pada ayam. Hal itu dimaksudkan agar induknya mampu mengurus anak-anaknya, sehingga tidak menelantarkan dan membinasakannya. Hal itu diberikan karena keadilan pengaturan Yang Maha Bijaksana, Maha Lembut dan Maha Mengetahui.

 

KETUJUH

Kaki Binatang dan Cara Bergeraknya

Perhatikanlah kaki-kaki binatang, bagaimana hal itu ada secara berpasangan, yang disediakan untuk berjalan. Kalau saja hanya diberi satu kaki, maka hal itu tidak ada manfaat baginya. Karena, ketika berjalan, ia menggerakkan sebagian kakinya dan bertumpu pada sebagian kaki lainnya. Binatang yang berkaki dua, menggerakkan satu kakinya dan bertumpu pada satu kaki lainnya. Sedangkan binatang berkaki empat, menggerakkan dua kakinya dan bertumpu pada dua kaki lainnya secara bergantian. Karena, binatang berkaki empat kalau menggerakkan dua kakinya dari kedua sisinya, bertumpu pada kedua kaki dari dua sisi yang lain, tidak bertumpu pada tanah seperti tempat tidur dan sebagainya. Binatang itu menggerakkan kaki depannya yang kanan dan kaki belakang yang kiri dan bertumpu pada kedua kaki lainnya. Begitulah terjadi secara bergantian, sehingga tetap teguh berdiri di atas tanah dan tidak jatuh ketika berjalan.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.