Arab Sebelum Masuknya Islam (1/2) – Muhammad The Greatest Story

MUHAMMAD
THE GREATEST STORY
(Kisah Hidup Rasulullah – For Teens)
Oleh: S.M. Hasan al-Banna

Penerjemah: Rini Nurul Badariah
Penerbit: Penerbit Mizania

Diketik oleh: Ikram Husain

ARAB SEBELUM MASUKNYA ISLAM

Jazirah Arab dikelilingi Laut Merah di sebelah barat, Samudra Hindia di selatan, Teluk Persia di timur, dan Suriah di utara. Lebih dari sepertiga wilayahnya berupa gurun pasir. Bukit-bukitnya tandus dan lembah-lembah kering. Hanya di sebelah barat daya ada sungai yang mengalir sepanjang tahun. Kota-kota terkenal Makkah dan Madinah terletak di Hijaz, sebuah wilayah yang terbentang sepanjang Laut Merah antara Suriah di utara dan Yaman di selatan.

Nabi Muhammad lahir di Makkah. Inilah kota tertua di dunia menurut sejarah. Ke sana pula Hajar dan Nabi Isma’il a.s. datang atas perintah Allah. Pada suatu saat, demi mencari air bagi putranya, Hajar berlari dari Bukit Shafa ke Marwah mondar-mandir. Sewaktu kembali, ditemukannya aliran air yang jernih di bawah kaki Isma’il. Kemudian mata air tersebut dinamai Zamzam. Di jantung kota itulah Ka’bah berdiri. Berkali-kali tempat tersebut dihancurkan, lalu dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan Isma’il.

Wilayah Arab terkenal karena emas, perak, dan batu-batu mulianya. Hasil bumi utama adalah kurma, sedangkan hewan yang paling berharga adalah unta. Unta tersebut juga “Perahu Padang Pasir”. Tanah Arab tandus. Mata pencaharian utama warga adalah beternak unta, kuda, sapi perah, atau angkutan barang di jalur perdagangan.

Penduduk Arab terbiasa tinggal di gurun. Karena itu, mereka kuat, tangguh, dan mudah naik darah. Bangsa Arab sulit memaafkan sehingga percekcokan dapat berlangsung menahun. Contoh berikut ini cukup menggambarkan prinsip mereka. Shanfara dari Azad adalah salah seorang pahlawan Arab. Konon, semasa kecil dia diculik dari sukunya oleh Bani Salman. Mereka membesarkannya. Setelah dewasa, barulah Shanfara tahu asal-usulnya. Dia bertekad membalas dendam kepada para penculiknya dan kembali ke suku asal. Dia bersumpah akan membantai seratus lelaki Bani Salman. Korbannya sudah sembilan puluh delapan orang ketika Shanfara dibekuk seseorang. Ketika berontak, sebelah tangannya tertebas pedang. Dengan tangan yang lain, ditikamnya lawan hingga tewas. Jadilah sembilan puluh sembilan orang. Lalu dia ditangkap dan dibunuh. Ketika tengkoraknya tergeletak berlumuran darah di tanah, seorang pria Bani Salman lewat dan menendangnya. Kakinya tertusuk tulang, menyebabkan luka yang mematikan. Genaplah seratus orang korban.

Walaupun demikian, bangsa Arab memiliki sifat baik yang tidak ditemukan di mana pun. Mereka berani, dermawan, dan setia. Sikap dermawan sudah mendarah-daging sehingga orang asing yang bertamu pun wajib dilindungi. Mereka sering menyembelih domba atau kambing terakhir yang mereka miliki untuk menjamu tamu. Itulah salah satu alasan Allah memilih Arab sebagai tempat utama penyebaran Islam.

Nabi Ibrahim pertama kali mengajak bangsa Arab menyembah Allah dan berziarah ke Ka‘bah. Orang-orang mematuhinya sementara saja. Kemudian mereka mulai menyimpang seperti umumnya umat. Mereka mulai menyembah selain Allah, yang merupakan perbuatan syirik. Ada suku yang memuja bintang, bulan, dan matahari. Sebagian menyembah patung batu, sedangkan lainnya menyembah api. Ka‘bah yang merupakan pusat penyembahan satu Tuhan pun dijadikan tempat memuja berhala. Dalam Ka‘bah sendiri, ada 360 berhala. Satu berhala untuk satu hari dalam setahun. Yang terbesar adalah Hubal. Berhala ini dibuat dari granit merah. Bentuknya laki-laki tanpa tangan kanan. Nama anak-anak bangsa Arab diambil dari dua berhala terkenal, ‘Abd Manaf dan Zaid Manaf.

Di Ka‘bah, pria dan wanita berjalan berkeliling tanpa busana. Mereka bertepuk tangan, berteriak, dan bernyanyi. Menurut mereka, itu ibadah. Ketika dinilai tidak sopan, orang-orang itu berdalih bahwa baju mereka sudah dipakai sewaktu berbuat dosa. Oleh karenanya, tidak pantas dikenakan untuk beribadah. Mereka bersujud di depan berhala. Mereka juga memberikan tumbal dan sesaji berupa sebagian hasil panen serta hewan ternak. Keyakinan religius itu dilandasi takhayul.

Meskipun menyembah berhala, bangsa Arab memercayai adanya satu Tuhan. Tapi, mereka pun yakin Tuhan yang Mahakuasa itu mempunyai pembantu. Maka, berkembanglah kesalahpahaman bahwa berhala hanya perantara untuk menyenangkan Allah. Sebagaimana tertulis dalam Al-Quran berikut ini:

وَ لَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيْزُ الْعَلِيْمُ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Pastilah mereka akan menjawab: “Semuanya diciptakan oleh Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.”

(QS. az-Zukhruf [43]: 9)

وَ لَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُوْنَ

Dan jika engkau bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka?” Niscaya mereka menjawab: “Allah”. Jadi, bagaimana mereka dapat dipalingkan (dari menyambah Allah)?

(QS. az-Zukhruf [43]: 87)

Bangsa Arab yang nomaden tidak sadar betapa bodohnya menyembah benda yang mereka buat sendiri. Suatu kali, pemimpin sebuah suku mendatangi berhala-berhala itu. Dia hendak berkonsultasi mengenai pembalasan dendam atas pembunuhan ayahnya. Ketika memperoleh jawaban “tidak” berkali-kali saat menarik kertas ramalan, dia mengomel, “Apa-apaan ini? Kau takkan berkata ‘tidak’ kalau ayahmu yang jadi korban!”

Kehidupan sosial dan ekonomi bangsa Arab sama menyedihkannya. Mereka berpindah-pindah tempat membawa hewan, mendirikan tenda setelah menemukan makanan dan air. Di seluruh Arab, minum alkohol menjadi lazim. Di semua rumah, pasti ada simpanan wadah minuman beralkohol. Kegiatan buruk lain yang dilakukan untuk mengisi waktu pada masa itu: berjudi. Masyarakat buta akan pendidikan. Sedikit sekali yang mampu menulis atau membaca. Perkataan peramal dipercayai dan dituruti.

Tak ada pemerintah pusat, raja atau penguasa di Arab. Namun, ada sejumlah suku tokoh yang lebih berpengaruh dan berkuasa daripada yang lainnya. Mereka mengeksploitasi rakyat dari segi mental dan ekonomi. Sistem ekonomi sangat mengandalkan bunga. Metode utang-piutang ini diberlakukan di mana-mana. Pinjaman dikenai suku bunga tinggi. Bila tidak dilunasi tepat waktu, bunganya menjadi dua dan tiga kali lipat pada akhir tahun ketiga. Jika peminjam tidak mampu membayar, istri dan anak-anaknya dirampas. Nilai pertukaran semata berdasarkan spekulasi. Bahkan, Ka‘bah dijadikan pusat eksploitasi ekonomi. Pertama-tama, posisinya penting dan strategis untuk perdagangan. Pajak pun dikenakan pada barang-barang yang melewati Makkah. Kedua, tiap tahun naik haji, semua sesaji berupa uang, makanan, dan binatang dikumpulkan di Ka‘bah. Dengan begitu, hanya sedikit orang yang mengontrol dan mengatur masyarakat.

Wanita diperlakukan sebagai objek belaka. Anak-anak perempuan dianggap aib. Akibatnya, sering kali mereka dikubur hidup-hidup. Jika anak perempuan lahir, keluarganya terguncang. Sewaktu anak itu berusia 6 tahun, sang ayah menyuruh sang ibu mendandani dan memberikan si anak wangi-wangian. Kemudian sang ayah membawa anak tersebut ke daerah sepi yang jauh. Di sana dia menggali lubang dan menyuruh si anak berdiri di dekatnya. Si anak diperintah terus menatap lubang, kemudian didorong hingga jatuh. Lubangnya ditutupi tanah liat hingga si anak terkubur. Al-Qur’an menggambarkan dan mengecam tindakan keji tersebut seperti ini:

وَ يَجْعَلُوْنَ للهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَ لَهُمْ مَّا يَشْتَهُوْنَ. وَ إِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَ هُوَ كَظِيْمٌ. يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوْءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُوْنٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُوْنَ

Dan mereka menetapkan anak perempuan bagi Allah. Mahasuci Dia, sedang untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai (anak laki-laki). Padahal, apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat merah. Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah, alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu.

(QS. an-Naḥl [16]: 57-59)

Bila dibiarkan hidup pun, anak-anak perempuan dijual di pasar budak. Wanita tidak menikah tidak punya hak sama sekali. Wanita tidak mendapat bagian warisan dari suami, orangtua, dan kerabat lain. Pria boleh menikah sebanyak mungkin. Demikianlah kondisi Arab sebelum Islam masuk.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *