1-1-6 Hadits-hadits Ahl-ul-Bait & Pengaruh Perbuatan Manusia – Memilih Takdir Allah (2/3)

HU.

Diterjemahkan dari buku aslinya:

AL-BADĀ’U FĪ DHAU’-IL-KITĀBI WAS-SUNNAH.
(Memilih Takdir Allah menurut al-Qur’ān dan Sunnah).

Oleh: Syaikh Ja‘far Subhani

Penerjemah: Bahruddin Fannani dan Agus Effendi
Penerbit: PUSTAKA HIDAYAH

Rangkaian Pos: 6. Berubahnya Apa Yang Telah Ditakdirkan Karena Perbuatan-perbuatan Tertentu

Hadits-hadits Ahl-ul-Bait dan Pengaruh Perbuatan Manusia.

Syaikh ath-Thūsī meriwayatkan dalam bukunya, Al-Āmālī, dari Imām Bāqir r.a., beliau berkata: “Amīr-ul-Mu’minīn mengatakan: “Cara yang paling baik dalam memperantarai orang yang bertawassul adalah iman kepada Allah s.w.t. dan sedekah dengan sembunyi-sembunyi; karena hal itu dapat menghapuskan kesalahan dan meredakan amarah Tuhan. Dan juga amal-amal yang baik, karena ia dapat menghindarkan diri kita dari kematian yang buruk dan menghindarkan diri dari musuh yang mengancam kelemahan diri kita.

Disebutkan dalam buku ‘Uyūn-ul-Akbar dari Imām ar-Ridhā, dari kakek-kakeknya berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sedekah melalui tangan itu dapat menghindarkan diri dari mati (dalam keadaan) tidak baik, dan menjaga diri kita dari tujuh puluh macam bencana.

Imām ash-Shādiq meriwayatkan tentang sifat-sifat Amīr-ul-Mu’minīn r.a.: “Sesungguhnya beliau berkata: Istighfar itu menambah rezeki.

Diriwayatkan Amīr-ul-Mu’minīn berkata: “Perbanyaklah istighfar, niscaya engkau akan mendapatkan banyak rezeki.

Al-Ḥumayrī meriwayatkan dari isnād yang dekat dengan ash-Shādiq r.a., bahwa baliau berkata: “Sesungguhnya doa dapat mengubah qadhā’ Dan orang Mu’min yang berbuat dosa akan dijauhkan dari rezeki karena dosanya.

Al-Kulaynī menulis sebuah judul dalam al-Kāfī, “Doa dapat mengubah qadhā’”. Di situ terdapat satu riwayat dari Ḥammād bin ‘Utsmān mengatakan, saya mendengar beliau mengatakan: “Sesungguhnya doa dapat mengubah qadhā’, ia dapat membatalkannya, seperti terlepasnya suatu ikatan tali yang tak dapat diurai.” (351)

Diriwayatkan dari Abul-Ḥasan Mūsā, sesungguhnya beliau berkata: “Berdoalah kamu! Karena doa yang kamu panjatkan kepada Allah dapat menolak bala. Dia telah menetapkan qadhā’dan qadar, sekarang tinggal pelaksanaannya. Tetapi bila dipanjatkan kepada-Nya doa untuk menghilangkan bala, Ia pun akan menghilangkannya.” (362).

Al-Kulaynī meriwayatkan dari Abul-Ḥasan, ar-Ridhā r.a., sesungguhnya beliau berkata: “Orang yang melakukan silaturahmi sama halnya dengan menambah umurnya tiga puluh tahun, karena Allah akan memanjangkan umurnya tiga puluh tahun, dan Allah dapat saja berbuat segala sesuatu yang Dia kehendaki.” (373).

Diriwayatkan dari Abū Ja‘far r.a., sesungguhnya beliau mengatakan: “Memperbanyak silaturahmi dapat membersihkan segala amal perbuatan, mengembangkan harta, menolak bencana, memudahkan ḥisāb (perhitungan), dan memperpanjang umur.” (384).

 

Riwayat-riwayat Ahl-us-Sunnah dan Pengaruh Perbuatan Manusia.

Ahl-us-Sunnah meriwayatkan yang hampir sama dengan riwayat-riwayat dan hadits-hadits tersebut, antara lain:

As-Suyūthī meriwayatkan dari ‘Alī r.a., sesungguhnya dia bertanya kepada Rasūlullāh s.a.w. mengenai ayat berikut ini: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki , Rasūlullāh menjawab: “Sungguh aku akan membuat dirimu dan orang-orang setelah diriku terbelalak dengan penafsiran ayat tersebut. Sedekah yang baik, berbakti kepada kedua orangtua, berbuat kebajikan, dapat menempatkan kebahagiaan sebagai ganti kesengsaraan, serta dapat memanjangkan umur dan menjaga diri dari pelaku kejahatan.” (395).

(Masih tentang as-Suyūthī), Al-Ḥākim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās r.a. mengatakan: “Tidak perlu ada yang dikhawatirkan tentang takdir. Sebab Allah menghapus apa Dia kehendaki dengan adanya doa.” (406).

As-Suyūthī meriwayatkan dari Ibnu Abī Syaybah dalam al-Mushannaf, dan dari Abū Dunyā tentang doa, dari Ibnu Mas‘ūd r.a., sesungguhnya Nabi bersabda: “Tidak seorang hamba pun yang memanjatkan doa berikut ini kecuali akan dilapangkan baginya penghidupannya oleh Allah s.w.t.:

(يَا ذَا الْمَنِّ وَ لاَ يُمَنُّ عَلَيْهِ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَ الإِكْرَامِ يَا ذَا الطَّوْلِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ظَهْرُ اللاَّجِّينَ وَ جَارُ الْمُسْتَجِيرِينَ وَ مَأْمَنُ الْخَائِفِينَ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِي عِنْدَكَ فِي أُمِّ الْكِتَابِ مَحْرُومًا مُقَتَّرًا عَلَيَّ رِزْقِي فَامْحُ حِرْمَانِي وَ يَسِّرْ رِزْقِي وَ أَثْبِتْنِي عِنْدَكَ سَعِيدًا مُوَفِّقًا لِلْخَيْرِ فَإِنَّكَ تَقُولُ فِي كِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلَتَهُ يَمْحُ اللهُ مَا يَشَاءُ وَ يُثْبِتُ وَ عِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ)

Wahai Dzāt Yang Maha Pengasih, yang tak seorang pun mengasihi-Mu. Wahai Yang Maha Mulia dan Agung. Wahai Yang Maha Kuasa. Tidak ada tuhan selain Engkau. Penolong orang-orang yang meronta, Penyelamat orang yang teraniaya, dan Pemberi keamanan bagi orang yang ketakutan; kalau Engkau telah menetapkan dalam Umm-ul-Kitāb di sisi-Mu bahwa diriku dijauhkan dan dicabut haknya untuk menggapai rezkiku, maka hapuslah pencabutan (hak) dariku, mudahkanlah rezkiku untuk sampai kepada diriku, tetapkanlah bagiku kebahagiaan, yang selalu mendapat taufik dalam segala kebaikan, karena sesungguhnya Engkau telah berfirman dalam Kitab-Mu yang Engkau turunkan: “Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya terdapat Umm-ul-Kitāb”.” (417).

Dari Abū Hurairah, dari Nabi s.a.w., sesungguhnya beliau bersabda: “Tidak ada sesuatu yang dapat mengubah qadhā’ kecuali doa, dan tidak ada sesuatu yang dapat memanjangkan umur kecuali kebaikan.” (428).

Dari ‘Ubādah bin ash-Shāmit r.a., dari Nabi s.a.w., sesungguhnya beliau bersabda: Tak seorang Muslim pun yang memanjatkan doa kecuali Allah akan menghindarkan dirinya dari kejahatan, selama ia tidak berdoa untuk kejelekan dan putusnya silaturaḥmi.” (439).

Dan dari Ibnu ‘Abbās r.a. sesungguhnya ia berkata, Nabi s.a.w. pernah memanjatkan perlindungan bagi Ḥasan dan Ḥusain seraya bersabda: “Aku mohonkan perlindungan buatmu (Ḥasan dan Ḥusain) dengan kalimat Allah yang sempurna, agar kamu terhindar dari syaithan, penghina, kejahatan syaithan.” Kemudian beliau bersabda lagi: “Adalah bapak-bapakmu dulu memohon perlindungan sebagaimana halnya Ismā‘īl dan Isḥāq a.s. memohon perlindungan”.” (4410).

 

Pengaruh Perbuatan-Perbuatan Buruk dalam Mengubah Perjalanan Hidup.

Perbuatan-perbuatan baik dapat mengubah perjalanan hidup manusia, berakibat baik, memperpanjang umur, mendapat kemudahan dalam soal rezeki, maka begitu pula perbuatan-perbuatan buruk manusia, akan diganjar dengan akibat yang jelek, kefakiran, berkurangnya umur dan segudang kesulitan lainnya. Banyak sekali ayat al-Qur’ān-ul-Karīm yang menjelaskan pernyataan di atas. Misalnya firman Allah:

(ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللهِ فَأَذَاقَهَا اللهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَ الْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ)

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru. Lalu (penduduknya) mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah mengenakan kepada mereka “pakaian” kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (16: 112).

Allah s.w.t. juga berfirman:

(وَ لَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَوْنَ بِالسِّنِينَ وَ نَقْصٍ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ)

Sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir‘aun) dan kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran.” (7: 130).

Memang, banyak riwayat menyangkut topik ini dari kitab-kitab hadits kedua madzhab tersebut. Di antara yang disepakati kebenarannya adalah riwayat yang bersumber dari Amīr-ul-Mu’minīn, ‘Alī bin Abī Thālib r.a., sesungguhnya beliau mengatakan dalam khutbahnya: “Aku berlindung kepada Allah dari dosa-dosa yang mempercepat kematian.”

Lalu berdirilah seorang bernama ‘Abdullāh bin al-Kawā’-Yasykūrī seraya berkata: “Hai Amīr-ul-Mu’minīn! Apakah betul dosa-dosa itu mempercepat kematian?” Amīr-ul-Mu’minīn menjawab: “Betul…Dan janganlah kalian memutuskan hubungan silaturahmi.”

Kemudian beliau melanjutkan: “Kalau mereka memutuskan tali silaturahmi, maka harta kekayaan akan dialihkan Allah ke tangan orang-orang yang tidak baik.” (4511).

 

Al-Badā’ Merupakan Salah Satu Tingkatan Makrifat yang Tinggi.

Al-Badā’ adalah salah satu tingkatan makrifat yang tinggi, yang diterangkan oleh Allah melalui Kitāb-Nya dan Sunnah Nabi-Nya, serta ucapan-ucapan para Imām.

Tujuan memperpanjangkan pembicaraan tentang al-Badā’ ini adalah sebagai reaksi-balik terhadap orang Yahudi dan golongan Qadariyyah.

Orang Yahudi, yang dicela Allah, berpendapat bahwa Allah s.w.t. telah selesai “tugas”-Nya dan selesai mencipta. Segala sesuatu yang terjadi di jagad ini hanya merupakan menifestasi dari apa yang telah ditetapkan-Nya, yakni qadhā’ dan qadar. Dan mustahil mengaitkan kehendak Allah sekarang ini dengan apa yang telah dituliskan oleh “pena” takdir. Alam dan manusia hanya berjalan di atas garis perjalanan hidup yang tidak mungkin diubah lagi atau diganti. Hasil baik atau buruk adalah sesuai apa yang Dia takdirkan.

Seandainya akidah di atas benar, maka sia-sialah doa dan permohonan yang kita panjatkan kepada Allah, dan tidak benar pula akidah bahwa amal-amal saleh dan lain sebagainya dapat mengubah perjalanan hidup, yang telah dibenarkan al-Qur’ān dengan firman-Nya:

(إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنِفُسِهِمْ)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah (keadaan) suatu kaum, kecuali bila kaum itu mengubah (keadaan) diri mereka sendiri.” (13: 11).

 

Catatan:


  1. 35). Al-Bukhārī, jilid XL, kitāb-udz-Dzikri wad-Du‘ā’, Abwāb-ud-Du‘ā’, bab 16, jilid II, III, dan V dan jilid IV bab al-Badā’, hal 121. 
  2. 36). Al-Kāfī, jilid II, hal 469. 
  3. 37). Ibid., hlm. 150. 
  4. 38). Ibid
  5. 39). Tafsīr Ad-Durr-ul-Mantsūr, jilid IV, hal 66. 
  6. 40). Ibid
  7. 41). Tafsīr ad-Durr-ul-Mantsūr, Jilid III, hal 469 dan riwayat lain dalam jilid VI hal. 143 di dalam tafsir ini pada masalah yang hampir sama. 
  8. 42). At-Tāj-ul-Jāmi‘u lil-Ushūl, jilid V, hal 101. 
  9. 43). At-Tāj-ul-Jāmi‘u lil-Ushūl, jilid IV, hal 100-101 dari Tirmidzī. 
  10. 44). Ibid., hlm. 194. 
  11. 45). Al-Kāfī, jilid II, Kitāb Īmāni wal-Kufri, bab Qathī‘at-ir-Raḥmi, hadis ke 7 dan 8. Lihat pula tentang Atsar-ut-Tark-il-‘Amali bil-Ma‘rūfi wan-Nahyi ‘An-il-Munkari wat-Tark-id-Du‘ā, ash-Shalāti wal-Birri, dan lain sebagainya. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *