1-1-2 Perbedaan Antara Nabi dan Rasul – Terjemah Tauhid Sabilul Abid KH. Sholeh Darat

TERJEMAH TAUHID

سَبِيْلُ الْعَبِيْدِ عَلَى جَوْهَرَةِ التَّوْحِيْدِ
Oleh: Kiyai Haji Sholeh Darat
Mahaguru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufrohah
Penerbit: Sahifa Publishing

IMAN DAN ISLAM

Sembahlah Allah dan janganlah engkau mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.”

(an-Nisā’ [4]: 36)

 

Perbedaan antara Nabi dan Rasūl

 

Secara bahasa, Nabi adalah orang yang ahli menyampaikan nasihat-nasihat yang bersumber dari Allah s.w.t. Sedangkan secara istilah, Nabi adalah seorang lelaki merdeka keturunan Nabi Ādam a.s. yang tidak memiliki sesuatu yang dibenci oleh manusia, yang menerima wahyu untuk dirinya sendiri. Jika wahyu itu untuk disampaikan kepada kaumnya, maka dinamakan Rasūl. (71).

Apabila wahyu yang diterima hanya berkaitan dengan dirinya sendiri, dinamakan Nabi. Apabila wahyu yang diterima hanya berkaitan dengan kaumnya, tidak ada yang berkaitan dengan dirinya sendiri, maka dinamakan Rasūl. Apabila wahyu yang diterima berkaitan dengan dirinya sendiri dan juga berkaitan dengan kaumnya, dinamakan Nabi sekaligus Rasūl. Maka pahamilah tiga hal ini, Nabi saja, Rasūl saja, dan Nabi sekaligus Rasūl.

Menurut sebagian ulama, mayoritas wahyu nubuwwah (kenabian) lebih dulu dibanding wahyu risālah (kerasulan).

Nabi Muḥammad menerima wahyu nubuwwah (kenabian) pada usia 40 tahun, yakni saat turunnya surah al-‘Alaq:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ.

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan” (al-‘Alaq [96]: 1).

Beliau baru menerima wahyu risālah (kerasulan) pada usia 43 tahun, yakni saat turunnya surah al-Muddatstsir.

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ

Hai orang yang berkemul (berselimut).” (al-Muddatstsir [74]: 1).

Pendapat lain menyatakan bahwa Nabi diangkat menjadi rasul saat berusia 40 tahun, ada pula yang berpendapat bahwa Nabi menerima wahyu nubuwwah (kenabian) saat berusia 30 tahun, dan menerima wahyu risālah (kerasulan) saat berusia 40 tahun.

Ada yang berpendapat bahwa sejak dilahirkan oleh Sang Ibu, beliau sudah menjadi Nabi, Nabi s.a.w. pernah bersabda:

كُنْتُ نَبِيًّا وَ آدَمُ بَيْنَ الْمَاءِ وَ الطِّيْنِ

Aku telah menjadi Nabi saat Nabi Ādam masih antara air dan tanah.

Hal-hal yang boleh dan layak terjadi pada Nabi atau Rasūl lain, juga sangat mungkin terjadi pada Nabi Muḥammad s.a.w. Jika menurut satu pendapat Nabi Mūsā a.s. diangkat menjadi Nabi ketika berusia 30 tahun, maka tentunya hal itu juga boleh terjadi pada Nabi Muḥammad s.a.w. Jika Nabi ‘Īsā a.s. dan Nabi Yaḥyā a.s. diangkat menjadi Nabi saat masih belum genap berusia 15 tahun (ada yang berpendapat 3 tahun, 7, tahun, 13 tahun) maka tentunya hal itu juga boleh terjadi pada Nabi Muḥammad s.a.w.

Gelar yang disandang para Nabi dan Rasūl juga disandang oleh Nabi Muḥammad, seperti Nabi Ibrāhīm a.s. yang bergelar khalīlullāh, Nabi Mūsā a.s. bergelar kalīmullāh, Nabi ‘Īsā a.s. bergelar rūḥullāh, maka Nabi Muḥammad s.a.w. juga bergelar Muḥammad khalīlullāh, Muḥammad rūḥullāh, bahkan malah rūḥ-ul-ḥaqq, dan rūḥ-ul-arwāḥ, Muḥammad khalīlullāh, shafiyyullāh bahkan najiyyullāh.

Bahkan Nabi Muḥammad s.a.w. memiliki sifat yang tidak dimiliki oleh Nabi yang lain, karena Nabi Muḥammad s.a.w. diberikan keistimewaan yang tidak diberikan kepada Nabi yang lain. Kerananyam orang yang menyatakan bahwa Nabi Muḥammad s.a.w. tidak mungkin menjadi Nabi sebelum berumur 40 tahun sama saja dengan merendahkan derajat Nabi Muḥammad s.a.w., karena secara tidak langsungm dia lebih mengunggulkan Nabi ‘Īsā a.s. dan Nabi Yaḥyā a.s. dibanding Nabi Muḥammad s.a.w.. Renungkanlah masalah ini!

Makna dari “tauḥīd” adalah mengesakan Dzat yang disembah. Jangan beribadah kepada selain Allah karena itu syirik. Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī menyebutkan “جَاءَ بِالتَّوْحِيْدِ” sebagai pengingat bahwa kitab ini membahas Ilmu Tauhid.

Adapun Imam madzhab dalam Ilmu Tauhid ada 2 (dua), yaitu:

  1. Syaikh Abū Ḥasan al-Asy‘arī.
  2. Syaikh Abū Manshūr al-Matūridī.

Sedangkan Imam madzhab dalam Ilmu Fiqih ada 4 (empat), yaitu:

  1. Imām Abū Ḥanīfah.
  2. Imām Mālik.
  3. Imām Muḥammad bin Idrīs asy-Syāfi‘ī.
  4. Imām Aḥmad bin Ḥanbal.

Semua Nabi dan Rasūl sejak Nabi Ādam a.s. diutus untuk menyampaikan dan mengamalkan ajaran tauhid, jadi bukan hanya Nabi Muḥammad s.a.w. saja yang diutus menyampaikan ajaran tauhid.

Ilmu ini dinamakan ilmu tauhid karena pembahasan utamanya adalah sifat waḥdāniyyah (esa), dan juga dinamakan ilmu kalam karena yang dibahas adalah sifat kalām (berfirman).

Nabi Muḥammad s.a.w. menyampaikan ajaran tauhid saat Makkah sedang kosong dari agama tauhid. Agama adalah sesuatu yang telah diterima, diikuti dan dilakukan. Agama Allah berarti hukum-hukum Allah yang mengajak pada kebaikan yang harus dilakukan oleh hamba-Nya. Secara ringkas, prinsip agama ada 4 hal: (82).

  1. (صِدْقُ الْقَصْدِ) “Niat yang benar”, artinya akan melakukan ibadah dengan niat ikhlas hanya karena Allah.
  2. (وَفَاءُ الْعَهْدِ) “Menunaikan janji”, artinya akan melakukan semua kewajiban dari Allah.
  3. (تَرْكُ الْمُحَرَّمَاتِ) “Meninggalkan segala yang haram”, artinya meninggalkan semua yang diharamkan oleh syariat Islam.
  4. (صِحَّةُ الْعَقْدِ) “Akidah yang sehat/benar”, artinya akan berpegang teguh pada akidah Ahlus-sunnah wal Jama‘ah.

Catatan:


  1. 7. Ibid, hal. 33. 
  2. 8. Ibid, hal. 42. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *