05 Kisah Nabi Shalih A.S. – Kisah 25 Nabi & Rasul

KISAH 25 NABI DAN RASŪL
Diserti Dalil-dalil al-Qur’ān
 
Penyusun: Mahfan, S.Pd.
Penerbit: SANDRO JAYA

5. KISAH NABI SHĀLĪH A.S.

 

Nabi Shāliḥ a.s. adalah putra Ubaid bin Jābir bin Tsamūd. Nabi Shāliḥ termasuk suku Tsamūd, nama yang diambil dari kakeknya, Tsamūd bin ‘Āmir bin Iram bin Sām bin Nūḥ. Nabi Shālīḥ adalah keturunan yang keenam dari Nabi Nūḥ a.s..

Kaum Tsamūd menempati daerah bekas negeri kaum ‘Ād yang telah hancur. Negeri itu terletak di antara Ḥijāz dan Syām di sebelah tenggara Madyan. Kaum Tsamūd mampu membangun jaringan irigasi yang lebih sempurna guna mengairi lahan pertanian dan perkebunan. Mereka juga membangun tempat tinggal yang jauh lebih indah dan megah di bukit-bukit. Mereka hidup makmur dan berlomba-lomba dalam kemegahan. Kehidupan mereka penuh dengan kemakmuran dan kebahagiaan. Tetapi mereka adalah penyembah berhala seperti halnya kaum ‘Ād yang celaka. Karenanya mereka berperangai buruk dan berbuat kejahatan, sombong dan congkak atas dirinya.

Nabi Shāliḥ Menyeru Kaumnya

Nabi Shāliḥ menyeru kaumnya, yaitu kaum Tsamūd, supaya mereka menyembah Allah s.w.t. Yang Esa dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain. Nabi Shāliḥ menjelaskan kepada kaum Tsamūd bahwa Allah yang menghidupkan dan mematikan, melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada mereka. Maka kaum Tsamūd berbakti dan bertaubat kepada Allah atas segala dosa mereka, karena sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang serta mengabulkan do’a setiap orang yang beriman. Allah s.w.t. menerangkan dalam firman-Nya:

وَ إِلَى ثَمُوْدَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِّنْ إِلهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ وَ اسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا فَاسْتَغْفِرُوْهُ ثُمَّ تُوْبُوْا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّيْ قَرِيْبٌ مُّجِيْبٌ

Artinya:

Dan kepada Tsamūd (Kami utus) saudara mereka Shāliḥ. Shāliḥ berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya).” (QS. Hūd: 61)

Seruan-seruan Nabi Shāliḥ ini ternyata tidak dihiraukan oleh kaum Tsamūd, bahkan mereka mendustakannya dan menganggapnya sebagai pembual belaka.

Bagi Nabi Shāliḥ, da‘wah adalah tugasnya. Ia tidak mengharapkan upah dari kaumnya. Ia hanya menyampaikan risalah yang sudah menjadi tugasnya. Maka, tanpa putus asa, dengan sabar dan tawakkal ia tetap melancarkan da‘wah untuk menyembah Allah dan meninggalkan kekufuran. Hingga mereka sadar akan kekhilafan mereka dan mau kembali ke jalan yang benar.

Mu‘jizat Nabi Shāliḥ a.s.

Jika Nabi Shāliḥ giat melaksanakan da‘wah. Sebagian kaum Tsamūd yang tidak percaya dengan Nabi Shāliḥ juga giat berusaha untuk memalingkan perhatian ummat dari Nabi Shāliḥ. mereka mencari berbagai upaya agar Nabi Shāliḥ diremehkan seluruh bangsa Tsamūd.

Pada suatu hari kaum Tsamūd menemui Nabi Shāliḥ. Mereka berkata: “Hai Shāliḥ, kalau engkau memang benar seorang Nabi. Maka datangkanlah suatu keajaiban. Jika engkau tidak bisa mengeluarkan mu‘jizat berarti kau seorang pembohong.”

Menghadapi tuntutan demikian tak ada jalan lain bagi Nabi Shāliḥ kecuali memohon kepada Allah agar memberikan mu‘jizat kepadanya. Kepada setiap Rasūl-Nya, Allah s.w.t. memberikan keistimewaan berupa mu‘jizat sebagai hujjah atas kebenaran risalah yang dibawanya. Demikian juga dengan Nabi Shāliḥ a.s..

Mu‘jizat Nabi Shāliḥ a.s. adalah ia dapat mengeluarkan seekor unta betina dari sebuah batu besar di balik bukit. Unta itu mengeluarkan air susu yang dapat diminum oleh banyak orang. Nabi Shāliḥ a.s. berpesan kepada kaumnya agar jangan mengganggu unta itu, atau akan datang ‘adzab Allah menimpa kaum Tsamūd. Tetapi karena durhaka dan tak percaya, kaum Tsamūd kemudian mengusik unta itu.

Peringatan Nabi Shāliḥ tidak mereka hiraukan. Tindakan mereka akhirnya amat keterlaluan. Mereka berani menyembelih unta itu. Seetelah itu, mereka datang kepada Nabi Shāliḥ seraya berkata: “Jika benar engkau utusan Allah, buktikan janjimu bahwa ‘adzab Allah akan datang. Allah berfirman:

قَالَ الَّذِيْنَ اسْتَكْبَرُوْا إِنَّا بِالَّذِيْ آمَنْتُمْ بِهِ كَافِرُوْنَ. فَعَقَرُوا النَّاقَةَ وَ عَتَوْا عَنْ أَمْرِ رَبِّهِمْ وَ قَالُوْا يَا صَالِحُ ائْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ

Artinya:

Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu.” Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: “Hai Shāliḥ, datangkanlah apa yang engkau ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah).” (QS. al-A‘rāf: 76-77)

‘Adzab Menimpa Kaum Tsamūd

Setelah unta Nabi Shāliḥ dibunuh, maka tanda-tanda datangnya ‘adzab Allah mulai tampak. Sebelum ‘adzab itu datang, Nabi Shāliḥ a.s. beserta orang-orang yang beriman pergi menjauh. Allah s.w.t. menerangkan:

فَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَ قَالَ يَا قَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّيْ وَ نَصَحْتُ لَكُمْ وَ لكِنْ لَّا تُحِبُّوْنَ النَّاصِحِيْنَ

Artinya:

Maka Shāliḥ meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat.” (QS. al-A‘rāf: 79)

Tiba-tiba bumi berguncang dengan sangat hebatnya, petir pun menyambar dengan dahsyatnya. Kaum Tsamūd binasa. Bangunan-bangunan megah yang selama ini mereka banggakan hancur lebur. Firman Allah s.w.t.:

فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوْا فِيْ دَارِهِمْ جَاثِمِيْنَ

Artinya:

Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.” (QS. al-A‘rāf: 78)

Nabi Shāliḥ Berhijrah

‘Adzab Allah s.w.t. telah menghancurkan negeri Tsamūd. Nabi Shāliḥ a.s. kemudian pindah ke negeri Ḥadramaut. Menurut riwayat, mereka yang terlepas dari ‘adzab Allah s.w.t. berjumlah 120 orang. Mereka hidup di tempat yang baru sampai ajal datang.

Hikmah Kisah Nabi Shāliḥ a.s.

  1. Kekayaan dan kemakmuran hidup hendaknya tidak membuat kita lalai dari mengingat Allah.
  2. Allah tidak segan-segan akan menimpakan ‘adzab kepada suatu kaum yang membangkang dan durhaka.
  3. Allah akan menyelamatkan orang yang beriman kepada-Nya dan menganugerahi mereka dengan karunia dan balasan yang tak terhingga.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *