BAB LIMA
Perhatikanlah bagaimana organ penglihatan sebagai sarana jiwa manusia memahami benda, ditempatkan di kepala seperti lampu yang ditempatkan di atas mercusuar. Mata tidak ditaruh pada tandan dan kaki. Karena jika demikian, mata akan terluka ketika tangan dan kaki itu berkerja atau bergerak. Mata juga tidak ditempatkan di bagian tengah tubuh, seperti perut atau punggung, karena hal ini akan meyulitkan mata untuk melihat. Tempat-tempat seperti itu tidaklah cocok buat mata. Kepalalah tempat yang paling cocok.
Beberapa filosof telah meggambarkan kepala sebagai gudang penyimpanan indra. Siapa yang menjadikan pancaindra jika bukan Dia yang membuat benda-benda itu bisa tercerap dalam lima katagori? Dia merancang pancaindra untuk lima pencerapan sehingga tidak ada sesuatupun yang tidak bisa diindrai. Jika Anda berkata, “Mungkin ada saja cerapan yang tidak bisa ditangkap indra, karena hal itu mubazir dan tak bermakna, padahal tidak ada yang tak bermakna dalam penciptaan. Semua orang bijak dan filsuf telah menyepakati hal itu dan pengalaman kita telah membuktikannya.” Mengapa diciptakan penglihatan kalau bukan untuk menangkap warna, bentuk dan cahaya? Mengapa diciptakan pendengaran kalau bukan untuk mendengar suara? Jika ada warna tanpa penglihatan, suara tanpa pendengaran, buat apa warna dan suara itu? – dan demikian seterusnya dengan indra-indra lain. Disisi lain, jika kita memiliki penglihatan tanpa ada warna, memiliki pendengaran tanpa ada suara, lalu apa gunanya penglihatan dan pendengaran? Renungkanlah bagaimana semuanya diciptakan untuk melengkapi satu sama lain, masing-masing indra memiliki cerapannya, dan setiap cerapan memiliki indra penangkapnya.
Renungkanlah cahaya dan udara yang diciptakan sebagai media antara indra dan pengindraan. Tanpa cahaya, warna tidak bisa ditangkap penglihatan, tanpa udara, suara takkan ditangkap pendengaran. Adakah orang berakal yang tidak mau mengakui bahwa kesesuaian indra dengan objek ini, yang konsepsi dan suasananya saling melengkapi, merupakan sesuatu yang direncanakan dan memiliki tujuan? Pikirkanlah orang buta dan kesusahan yang menimpa kehidupannya. Dia tidak bisa melihat kemana kakinya harus melangkah atau tidak bisa melihat apa yang ada di depannya. Dia tidak bisa membedakan warna. Dia tidak mampu membedakan mana pemandangan yang indah dan mana yang jelek. Dia tidak bisa mengetahui ada lubang di depannya atau tidak bisa mengetahui ada musuh yang bisa ia hindari. Dia tidak mengetahui ada jika sebilah pedang dihunus untuk menyerangnya. Dia juga tidak bisa melakukan kerja pertukangan, menulis atau menempa logam – begitu menderitanya si buta, sehingga jika pikirannya tidak kokoh, dia pasti akan runtuh. Sama pula, kehidupan seorang tuli itu penuh halangan. Dia kehilangan keakraban percakapan dan dialog dan nikmatnya suara serta melodi yang menyentuh dan menggairahkan. Dia sangat menyusahkan orang sehingga mereka bisa menhinanya. Dia juga tidak akan bisa mendengar berita tentang orang atau mendengar percakapan mereka: dia bagaikan seseorang yang tidak ada meskipun hidup. Sebagaimana seseorang yang tidak memiliki kesehatan mental, dia turun derajatnya menjadi seperti binatang; bahkan dia bisa tidak mengetahui hal-hal yang binatang ketahui. Tidakkah Anda dapat memahami bahwa indra, intelek, dan fakultas-fakultas lainlah yang menyempurnakan hidup seseorang dan bahwa seseorang akan mengalami banyak kerugian jika tidak memiliki salah satunya? Bersyukurlah kita diberikan kesempurnaan, karena penciptaan merupakan hasil dari niat dan perencanaan.
Singkatnya, jika kita yakin bahwa Allah Swt, Mahaadil dan Mahabijaksana, maka Dia tidak bisa disalahkan atas segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Dialah yang tahu apa yang terbaik bagi manusia. Dia juga mengetahui masa depan mereka. Dia (Mahasuci dari segala perbandingan) bagaikan seorang dokter, yang diyakini tidak akan berbuat salah ketika merawat seorang pasien. Obatnya mungkin menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman, tetapi ini bukanlah karena kekejaman atau ketidakadilan, atau karena kesalahan dalam perawatan. Anda bisa saja berkata, “Mengapa ada beberapa orang kehilangan indra mereka?” Kami akan menjawab, “Ini mengajarkan disiplin kepada mereka dan orang lain.” Orang pun tidak akan menganggap buruk seorang raja bila menggunakan hukuman sebagai sarana pelajaran disiplin bagi orang lain yang tidak dihukum. Hal itu sah-sah saja dan dianggap baik. Lagipula, orang-orang yang menderita akan mendapatkan penghargaan di hari kemudian, asalkan mereka sabar menghadapinya dan bersyukur kepada Tuhan. Penghargaan ini begitu besarnya, sehingga manusia akan menganggap penderitaan mereka itu kecil, begitu kecil, hingga jika mereka diberikan pilihan setelah dibangkitkan, mereka akan memilih dikembalikan ke penderitaan itu supaya ganjaran mereka bertambah.
Pikirkanlah betapa serasinya organ kita: ada yang diciptakan satu dan ada yang berpasangan. Keadaan tidak akan lebih baik jika kita memiliki lebih dari satu kepala. Jika ditambahkan satu kepala lagi, tubuh tidak akan seimbang, karena semua indra yang dibutuhkan manusia sudah tersedia dalam satu kepala. Jika manusia memiliki dua kepala, lidahnya akan terbagi dua bagian, satu untuk setiap kepala. Jika dia berbicara menggunakan lidah yang satu, lidah yang lainnya akan tak terpakai dan tak berguna; jika dia mengatakan hal yang sama dengan kedua lidah, lidah yang satunya mubazir; jika dia mengatakan satu hal dengan lidah yang satu, dan hal lain dengan lidah kedua, lawan bicaranya akan kebingungan sehingga tidak tahu mana yang harus didengarnya. Adalah menyulitkan bagi manusia jika hanya memiliki satu tangan, karena dia akan sulit memegang sesuatu. Bayangkan, misalnya, tukang kayu atau tukang bangunan; jika salah satu tangannya lumpuh, dia tidak bisa bekerja. Jika pun dia mencoba, dia tidak akan bisa mencapai hasil memuaskan sebagimana dia memiliki dua tangan.
Perhatikanlah, bagaimana organ suara dibuat, bagaimana ucapan disusun dengan suara huruf-huruf yang diartikulasikan melalui udara. Setiap organ dibuat sesuai fungsinya masing-masing. Pikirkanlah bagaimana unsur-unsur suara digabungkan menjadi ujaran: pangkal tenggorokan seperti pipa yang mengeluarkan suara; lidah, bibir, dan gigi dibuat untuk membentuk konsonan dan vokal. Tidakkah Anda memperhatikan bahwa seseorang yang kehilangan gigi itu tidak mampu mengucapkan huruf “s” dengan baik; seseorang yang bibirnya terluka tidak bisa mengucapkan “f”, dan seseorang yang lidahnya berat tidak bisa mengucapkan “r” dengan baik? Betapa contoh bagus ketika orang jaman dulu membandingkan kotak suara dengan bagpipe(suling dari Skotlandia – peny) besar! Mereka menyamakan pangkal tenggorokan dengan kotak suara dan paru-paru dengan sebuah kantong yang memompakan udara. Mereka menyerupakan otot yang menggerakkan paru-paru, yang menghasilkan suara dari pangkal tenggorokan, dengan tangan yang menekan kantong itu untuk mengirimkan udara lewat pipa buluh; bibir dan gigi, yang membentuk suara menjadi huruf dan intonasi, mereka serupakan dengan jari yang berbeda. Meskipun bunyi suara itu bisa dibandingkan dengan suara bagpipe, tapi bagian pipalah yang sebenarnya cocok dibandingkan dengan organ pembuat suara manusia; bagpipe itu buatan sedangkan suara itu alamiah, dan seni itu meniru alam. Namun, karena artefak (benda) lebih mudah dilihat dan dikenal khalayak umum dibandingkan alam, fungsi alam itu dibandingkan dengan fungsi artefak sehingga bisa mudah dipahami.
Kami telah menjelaskan betapa bergunanya organ-organ ini dalam memproduksi ucapan dan dalam melafalkan suara alfabetis. Namun, organ-organ ini juga memiliki fungsi lain. Melalui pangkal tenggorokan, udara mengalir ke paru-paru dan hatipun disegarkan dengan pernapasan teratur ini, lidah berguna untuk mengecap rasa dan mengenali serta membedakan makanan dan juga mempermudah untuk menelan dan meminum. Gigi mengunyah makanan hingga lembut dan mudah ditelan. Gigi juga berfungsi sebagai pendukung bibir, yaitu untuk menahan dan menopang bibir dari dalam mulut. Bayangkan, betapa rapuh dan lemahnya bibir orang tak bergigi. Dengan bibir, orang bisa mengecap minuman. Kuantitas yang masuk pun sesuai dengan keinginan, sehingga orang tidak tersedak dan tidak merusak organ dalamnya. Kemudian, bibir itu seperti pintu atau tutup bagi mulut yang bisa dibuka-tutup sesuka kita serta mempermanis penampilan mulut. Pernahkah Anda membayangkan betapa jeleknya seseorang jika ia tidak mempunyai bibir?
Semua yang telah kami kemukakan menunjukkan bahwa betapa organ-organ ini memiliki kegunaan khusus dan bahwa sebuah organ bisa memiliki beragam fungsi. Ibarat sebuah kapak yang bisa digunakan untuk kerja perkayuan, untuk memanggil, bertempur, atau jenis pekerjaan lain, bibir cocok untuk mencium, menghirup air, mengeluarkan suara tertentu, menghirup dan menghembuskan udara, dan fungsi-fungsi lainnya.
Tidakkah Anda lihat bagaimana otak terbungkus dalam lapisan-lapisan, sehingga tetap stabil dan terlindung dari segala jenis kecelakaan? Tengkorak juga dilapisi kulit dan rambut, sehingga terlindung dari panas atau dingin. Siapakah yang melindungi otak dan merancang sifatnya? Jika bukan Dia yang menciptakannya, menjadikannya sebagai sumber pencerapan? Bukankah wajar jika otak perlu dilindungi dengan cermat karena posisinya yang paling penting. Sebagai tempat pikiran.