03 Kisah Nabi Nuh A.S. – Kisah 25 Nabi & Rasul

KISAH 25 NABI DAN RASŪL
Diserti Dalil-dalil al-Qur’ān
 
Penyusun: Mahfan, S.Pd.
Penerbit: SANDRO JAYA

3. KISAH NABI NŪḤ A.S.

Nabi Nūḥ a.s. adalah keturunan yang kesepuluh dari Nabi Ādam a.s.. Ia diutus oleh Allah s.w.t. menjadi Nabi dan Rasūl di negeri Armenia. Nabi Nūḥ menerima wahyu kenabian dan keadaan masyarakat pada saat itu sudah sangat sesat dan menyimpang dari jalan Allah yang lurus. Mereka kembali menjadi musyrik, meninggalkan kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan.

Nabi Nūḥ diutus ke tengah-tengah masyarakat yang sedang menyembah berhala. Berhala itu sebenarnya adalah patung-patung yang mereka buat sendiri. Menurut mereka berhala itu mempunyai kekuatan ghaib di atas manusia. Dan mereka menamakannya sesuai dengan selera mereka sendiri. Kadang-kadang mereka namakan Wadd dan Suwā‘ kadang Yaghūts dan kadang Ya‘ūq dan Nasr. Allah s.w.t. telah menyebutkan nama-nama berhala yang disembah kaum Nabi Nūḥ dengan perkataan yang dilontarkan oleh pemuka-pemuka mereka:

وَ قَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا.

Artinya:

Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr.” (QS. Nūḥ: 23)

Dakwah Nabi Nūḥ dilakukan dengan giat siang dan malam. Baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Beliau termasuk orang yang cerdas, fasih berbicara, tajam pemikirannya, pandai berdiskusi, bersifat sabar dan tenang. Nabi Nūḥ diangkat menjadi Rasūl ketika berusia 450 tahun dan wafat pada usia 950 tahun, dengan demikian Nabi Nūḥ berdakwah kepada ummatnya selama lima abad atau 500 tahun. Meskipun demikian pengikut Nabi Nūḥ hanya sedikit yaitu kurang dari seratus orang. Allah s.w.t. berfirman:

وَ لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوْحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيْهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَ هُمْ ظَالِمُوْنَ

Artinya:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nūḥ kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zhalim.” (QS. al-‘Ankabūt: 14)

Ummat Nabi Nūḥ banyak yang ingkar. jika Nabi Nūḥ mengajak beribadah kepada Allah dan menegakkan tauhid ummatnya selalu menentang dan mengejeknya. Para pengikut Nabi Nūḥ kebanyakan hanya fakir miskin, atau golongan ekonomi lemah. Para bangsawan, orang-orang kaya dan terpandang di masyarakat malah memusuhinya.

Kecerdasan dan kefasihan Nabi Nūḥ mengalahkan segala hujah orang-orang kafir. Akhirnya orang-orang kafir itu jengkel dan menantang Nabi Nūḥ. Mereka berkata: “Hai Nūḥ! Sesungguhnya kamu telah membantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami ‘adzab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar.”

Nabi Nūḥ menjawab: “Hanya Allah yang akan mendatangkan ‘adzab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri. Tidaklah bermanfaat nasihatku kepadamu jika Allah ternyata hendak menyesatkanmu, Dia adalah Tuhanmu. Dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.”

Demikian keterlaluannya kaum Nabi Nūḥ itu mengingkari ajaran Tuhan. Mereka bahkan mengejek dan menghina Nabi Nūḥ sebagai orang bodoh dan gila. Namun Nabi Nūḥ sebagai utusan Allah tetap melaksanakan tugasnya. Dan orang-orang kafir makin keras menentangnya. Mereka bahkan mengancam Nabi Nūḥ. “Sungguh jika kamu tidak berhenti berda‘wah,” kata mereka: “Maka kami akan merajammu beramai-ramai”

Keluhan Nabi Nūḥ a.s.

Nabi Nūḥ adalah hamba Allah yang shāliḥ dan sabar. Ia senantiasa mengajak kaumnya ke jalan yang benar dengan penuh kearifan dan kesabaran. Namun demikian ia adalah hamba yang lemah dan mempunyai rasa keluh kesah. Selama lebih dari lima abad ia berda‘wah, hanya sedikit sekali kaumnya yang menjadi pengikutnya. Tentang keluh kesah Nabi Nūḥ kepada Allah, digambarkan secara jelas dalam al-Qur’ān surat Nūḥ ayat 5-27.

Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.”

Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan, agar mereka beriman kepada-Mu, maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian?

Dakwah Nabi Nūḥ selama ratusan tahun tidaklah membawa pengaruh kepada kaumnya, kecuali hanya sedikit. Bahkan kaumnya sudah sangat jemu mendengar dakwahnya dan menganggapnya orang gila. Mereka tak segan-segan mencemooh, memaki bahkan mengancam dan mengganggu Nabi Nūḥ. Allah s.w.t. berfirman:

كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوْحٍ فَكَذَّبُوْا عَبْدَنَا وَ قَالُوْا مَجْنُوْنٌ وَ ازْدُجِرَ

Artinya:

Sebelum mereka, telah mendustakan hamba Kami (Nūḥ) dan mengatakan: “Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman.” (QS. al-Qamar: 9)

‘Adzab Bagi Orang yang Membangkang

Setelah mencurahkan segala daya dan upayanya menyeru kaumnya ke jalan yang benar, Nabi Nūḥ bertawakkal dan berdo’a mohon yang terbaik bagi dirinya dan pengikutnya. Sesuai dengan firman Allah:

قَالَ رَبِّ إِنَّ قَوْمِيْ كَذَّبُوْنِ. فَافْتَحْ بَيْنِيْ وَ بَيْنَهُمْ فَتْحًا وَ نَجِّنِيْ وَ مَنْ مَّعِيْ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ

Artinya:

Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakan aku; maka itu adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah aku dan orang-orang yang mukmin besertaku.” (QS. asy-Syu‘arā’: 117-118)

Nabi Nūḥ juga mendo’akan kebinasaan bagi kaumnya:

وَ قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ دَيَّارًا. إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَ لَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا.

Artinya:

Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.” (QS. Nūḥ: 26-27)

Allah mengabulkan do’a Nabi Nūḥ. Allah memberi petunjuk agar Nabi Nūḥ membuat kapal yang sangat besar. Dengan perahu itu Nabi Nūḥ dan kaumnya yang beriman akan selamat. Sedangkan kaumnya yang ingkar akan ditenggelamkan dengan banjir yang sangat besar, sehingga tak seorang pun dari mereka akan selamat, semua akan binasa.

Selagi Nabi Nūḥ dan pengikutnya membuatt kapal di atas bukit kaumnya yang inkar mengolok-olok dan mengejeknya. “Lihat! Nūḥ semakin gila saja, kemarau panas begini membuat perahu di atas bukit lagi, sungguh dia sudah miring otaknya.”

Di antara mereka bahkan ada yang berani buang kotoran di dalam kapal yang belum selesai dibuat itu. Tentu hal itu mereka lakukan ketika Nabi Nūḥ dan pengikutnya sedang tidak ada di tempat pembuatan kapal. Namun akibatnya perut mereka yang buang kotoran itu menjadi sakit. Tak seorang pun yang bisa menyembuhkannya. Dengan merengek-rengek mereka meminta Nabi Nūḥ untuk menyembuhkannya. Nabi Nūḥ hanya menyuruh membersihkan kapal yang mereka kotori. Sesudah itu mereka pun sembuh dari sakit perutnya.

Sesuai dengan wahyu Allah. Nabi Nūḥ mengajak kaumnya memasuki kapal yang telah selesai dibuat. Nabi Nūḥ juga membawa berbagai pasang binatang dalam kapal itu. Tidak berapa lama sesudah Nabi Nūḥ dan pengikutnya yang beriman memasuki kapal maka langit yang tadinya cerah berubah menjadi hitam. Mendung tampak tebal sekali diiringi angin kencang yang mulai berhembus. Bersamaan dengan turunnya hujan lebat, air dari dalam permukaan bumi memancar pula ke permukaan.

Hujan turun dengan lebatnya. Belum pernah ada hujan selebat itu. Bagaikan dicurahkan dari atas langit. Rumah-rumah mulai terendam air, angin kencang dan badai menambah kepanikan semua orang. Allah s.w.t. berfirman:

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَ فَارَ التَّنُّوْرُ قُلْنَا احْمِلْ فِيْهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَ أَهْلَكَ إِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَ مَنْ آمَنَ وَ مَا آمَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيْلٌ

Artinya:

Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.” Dan tidak beriman bersama dengan Nūḥ itu kecuali sedikit.” (QS. Hūd: 40)

Banjir besar pun terjadi. Bahtera Nabi Nūḥ a.s. terapung-apung di atasnya. Beliau bersama pengikutnya selamat, sedangkan yang lainnya binasa karena tenggelam dan ditelan banjir yang sangat dahsyat. Dari kejauhan Nabi Nūḥ melihat seorang puteranya yaitu Kan‘ān sedang berlari-lari menuju puncak gunung. Nabi Nūḥ memanggil anaknya itu. “Hai anakku, kemarilah. Naiklah ke kapalku maka kau akan selamat!”

“Tidak! Aku akan berlari ke atas bukit sana, aku pasti akan selamat!”

“Anakku! Pada hari ini tidak seorang pun dapat menyelamatkan diri dari ‘adzab Allah!”

Tapi Kan‘ān dengan sombongnya terus berlari. Ia tak menghiraukan panggilan ayahnya. Ia mengira banjir itu hanya bencana alam biasa yang segera reda, maka ia terus berlari mendaki puncak gunung. Memang Kan‘ān tidak tidak mau mengikuti ajaran Nabi Nūḥ. Ia lebih suka bersama orang-orang kafir, karena itu ia tak mau menumpang kapal Nabi Nūḥ.

Nabi Nūḥ sangat sedih. bagaimanapun Kan‘ān adalah putranya sendiri, dan mati dalam keadaan kafir. Maka ia berdo’a kepada Allah agar Kan‘ān diselamatkan. Namun Allah s.w.t. menolak permintaan Nabi Nūḥ. Sebab Kan‘ān itu walaupun putra Nabi Nūḥ sendiri, ia anak yang durhaka, tidak mau beriman. Allah s.w.t. berfirman:

وَ هِيَ تَجْرِيْ بِهِمْ فِيْ مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَ نَادَى نُوْحٌ ابْنَهُ وَ كَانَ فِيْ مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَّعَنَا وَ لَا تَكُنْ مَّعَ الْكَافِرِيْنَ. قَالَ سَآوِيْ إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِيْ مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِلَّا مَنْ رَّحِمَ وَ حَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِيْنَ

Artinya:

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nūḥ memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat melindungi dari air bah!” Nūḥ berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari ‘adzab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (QS. Hūd: 42-43)

Berdasarkan suatu riwayat kapal yang membawa Nabi Nūḥ dan para pengikutnya berlayar selama 40 hari, sesudah itu banjir mereda dan Nabi Nūḥ diperintahkan turun dari kapalnya. Selamatlah Nabi Nūḥ besarta pengikutnya dan binasalah orang-orang kafir.

Hikmah Kisah Nabi Nūḥ a.s.

  1. Kita tidak boleh berkeluh kesah sebelum berusaha sekuat tenaga dan mengupayakan segala daya.
  2. Dalam beramar ma‘rūf dan nahi munkar, kita harus sabar sembari terus mengharapkan rahmat dan pertolongan dari Allah s.w.t.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *