03-3 Faidah – Kasyifat-us-Saja’

كاشفة السجا في شرح سفينة النجا
Kāsyifat-us-Sajā fī Syarḥi Safīnat-un-Najā
(Tirai penutup yang tersingkap dalam mensyarahi kitab Safīnat-un-Najā [Perahu Keselamatan])
لمحمد نووي بن عمر الجاوي
Oleh: Muḥammad Nawawī bin ‘Umar al-Jāwī

Alih Bahasa: Zainal ‘Arifin Yahya
Penerbit: Pustaka Mampir

Rangkaian Pos: 03 Mengenai Kunci Surga - Kasyifat-us-Saja’ | Syekh Nawawi al-Bantani

[فَائِدَةٌ] قَالَ الْغَزَالِيُّ: وَ جُمْلَةُ الْأَمْرِ أَنَّكَ إِذَا بَرَأْتَ قَلْبَكَ مِنَ الذُّنُوْبِ كُلِّهَا بِأَنْ تُوَطِّنَهُ عَلَى أَنْ لَا تَعُوْدَ إِلَى ذَنْبٍ أَبَدًا

(FAIDAH) Imām al-Ghazālī berkata (KS-851): “Singkatnya kesimpulan dari perkara itu adalah bahwasanya engkau, apabila engkau telah membebaskan hatimu dari berbagai dosa seluruhnya, yaitu dengan mengambil keputusan hatimu untuk tidak kembali kepada dosa itu selamanya.

وَ تَنْدَمَ عَلَى مَا مَضَى و تَقْضِيَ الْفَوَائِتَ بِمَا تَقْدِرُ عَلَيْهِ

Dan engkau menyesal atas dosa yang telah lalu, dan akan meng-qadhā’ [membayar] berbagai [kewajiban] yang tertinggal dengan meng-qadhā’ semampumu mengerjakannya,

وَ تَرْضَى الْخُصُوْمَ بِمَا أَمْكَنَكَ بِأَدَاءٍ وَ اسْتِحْلَالِ

Dan engkau memohon kerelaan kepada lawan sengketa dengan sesuatu yang memungkinkan bagimu dengan menunaikan [hak itu] atau meminta dihalalkan.

وَ تَرْجِعَ إِلَى اللهِ تَعَالَى فِيْمَا تَخْشَى فِيْ إِظْهَارِهِ هَيَجَانَ فِتْنَةٍ بِالتَّضَرُّعِ إِلَى اللهِ لِيُرْضِيَهُ عَنْكَ

Dan engkau mesti mengembalikan kepada Allah ta‘ālā mengenai perkara yang engkau takut di dalam mengungkapkannya akan terjadi gejolak fitnah, dengan bersimpuh kepada Allah, agar Allah ridha terhadap hal itu dari dirimu.

تَذْهَبُ فَتَغْسِلُ ثِيَابَكَ وَ تُصَلِّيْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ

Maka pergilah engkau, lalu cucilah pakaianmu, dan shalatlah 4 raka‘at.

وَ تَضَعُ جَبْهَتَكَ بِالْأَرْضِ فِيْ مَوْضِعِ خَالٍ

Dan letakan dahimu di bumi, di tempat yang sepi.

ثُمَّ تَجْعَلُ التُّرَابَ عَلَى رَأْسِكَ وَ تَمْرَغُ وَجْهَكَ فِي التُّرَابِ بِدَمْعِ جَارٍ وَ قَلْبٍ حَزِيْنٍ وَ صَوْتٍ عَالٍ،

Kemudian engkau menaruh debu di atas kepalamu, dan engkau melekatkan wajahmu, di debu itu, dengan air mata yang mengalir dan hati yang bersedih, dan suara yang keras.

وَ تَذْكُرُ ذُنُوْبَكَ وَاحِدًا وَاحِدًا مَا أَمْكَنَكَ وَ تَلُوْمُ نَفْسَكَ عَلَيْهَا

Dan engkau sebutkan dosa-dosamu, satu persatu, semampumu, dan engkau caci-maki dirimu sendiri atas dosa-dosa itu.

وَ تَقُوْلُ: أَمَا تَسْتَحِيْنَ يَا نَفْسُ؟ أَمَا آنَ لَكِ أَنْ تَتُوْبِيْ؟ أَلَكَ طَاقَةٌ بِعَذَابِ اللهِ سُبْحَانَهُ؟ أَلَكَ حَاجَةٌ؟

Dan engkau ucapkan: “Tidakkah engkau malu wahai nafsu. Bukankah sekarang waktunya bagimu untuk bertaubat, apakah engkau memiliki kesanggupan untuk [menerima] siksa Allah subḥānahu, apa kebutuhanmu?

وَ تَذْكُرُ مِنْ هذَا كَثِيْرًا وَ تَبْكِيْ

Dan engkau sebutkan ucapan ini, dengan banyak [berulang kali], sambil menangis.

ثُمَ تَرْفَعُ يَدَيْكَ إِلَى الرَّبِّ الرَّحِيْمِ سُبْحَانَهُ

Kemudian engkau angkat kedua tanganmu kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, subḥānahu.

وَ تَقُوْلُ: إِلهِيْ عَبْدُكَ الْآبِقُ رَجَعَ إِلَى بَابِكَ

Dan engkau ucapkan: “Ya Tuhanku, hamba-Mu yang melarikan diri ini telah kembali ke pintu-Mu.

عَبْدُكَ الْعَاصِيْ رَجَعَ إِلَى الصُّلْحِ

Hambu-Mu yang bermaksiat ini telah kembali kepada perdamaian [memperbaiki diri hubungan dengan-Mu].

عَبْدُكَ الْمُذْنِبُ أَتَاكَ بِالْعُذْرِ فَاعْفُ عَنِّي بِجُوْدِكَ وَ تَقَبَّلْ مِنِّيْ بِفَضْلِكَ وَ انْظُرْ إِلَيَّ بِرَحْمَتِكَ

Hambu-Mu yang berdosa mendatangi-Mu dengan membawa alasan [dalih kealpaanku], maka beri maaflah kepada diriku, dengan kemurahan-Mu, dan terimalah [taubat] dariku dengan karunia-Mu, dan pandanglah kepada diriku, dengan rahmat-Mu.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ مَا سَلَفَ مِنَ الذُّنُوْبِ

Ya Allah, ampunilah diriku apa yang telah lalu dari dosa-dosa[ku],

وَ اعْصَمْنِيْ فِيْمَا بَقِيَ مِنَ الْأَجَلِ

dan peliharalah diriku, dalam apa yang tersisa dari batas usia[ku],

فَإِنَّ الْخَيْرَ كُلَّهُ بِيَدِكَ وَ أَنْتَ بِنَا رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.

karena sesungguhnya kebaikan itu seluruhnya ada di tangan-Mu, dan Engkau kepada kami sejatinya Dzāt Yang Maha Belas Kasih lagi Maha Penyayang.

ثُمَّ تَدْعُوْ دُعَاءَ الشِّدَّةِ وَ هُوَ: يَا مُجْلِيْ عِظَائِمِ الْأُمُوْرِ، يَا مُنْتَهَى هِمَّةِ الْمَهْمُوْمِيْنَ،

Kemudian kamu berdoa dengan doa syiddah [pemohonan dihilangkan kenestapaan], yaitu: “Wahai Dzāt yang menampakkan perkara-perkara besar, wahai Dzāt yang menjadi tujuan akhir cita-cita orang-orang yang galau.

يَا مَنْ إِذَا أَرَادَ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُوْلُ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ

Wahai Dzāt yang apabila menghendaki sesuatu, maka sungguh Dia hanya berfirman kepadanya: “Jadilah”, maka akan terwujudlah sesuatu itu.

أَحَاطَتْ بِنَا ذُنُوْبُنَا وَ أَنْتَ الْمَذْخُوْرُ لَهَا

Telah terliputi diri kami oleh dosa-dosa, dan Engkau adalah Dzāt yang dijadikan obyek pemasrahan simpanan bagi dosa-dosa itu.

يَا مُذْخُوْرًا لِكُلِّ شِدَّةٍ كُنْتُ أَدَّخِرُكَ لِهذِهِ السَّاعَةِ

Wahai Dzāt yang dijadikan obyek pemasrahan simpanan bagi setiap kenestapaan, aku akan menyempankan [segala kenestapaan diriku] pada-Mu saat ini.

فَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ،

maka terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Penerima taubat lagi Maha Pengasih.”

ثُمَّ تَكْثُرُ مِنَ الْبُكَاءِ وَ التَّذَلُّلِ وَ تَقُوْلُ: يَا مَنْ لَا يَشْغُلُهُ سَمْعٌ عَنْ سَمْعٍ، وَ لَا تَشْتَبِهُ عَلَيْهِ الْأَصْوَاتُ

Kemudian engkau memperbanyak akan tangisan dan merendahkan diri, dan engkau mengucapkan: “Wahai Dzāt Yang tidak akan merepotkan diri-Nya, sesuatu yang didengar dari sesuatu yang di dengar lainnya, dan tidak akan serupa bagi-Nya, berbagai suara.

يَا مَنْ لَا تُغْلِطُهُ الْمَسَائِلُ، وَ لَا تَخْتَلِفُ عَلَيْهِ اللُّغَاتُ

Wahai Dzāt yang tidak akan membuat keliru bagi-Nya, berbagai permintaan, dan tidak akan menjadi berbeda-beda bagi-Nya, berbagai bahasa.

يَا مَنْ لَا يَبْرَمُهُ إِلْحَاحُ الْمُلِحِّيْنَ،

Wahai Dzāt yang tidak membosankan diri-Nya, permintaan mendesak dari para peminta yang mendesak.

أَذَقْنَا بَرَدَ عَفْوِكَ وَ حَلَاوَةَ مَغْفِرَتِكَ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ،

Cicipkanlah pada diri kami kesejukan maaf-Mu dan manisnya ampunan-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

ثُمَّ تُصَلِّيْ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ تَسْتَغْفِرُ رَبَّكَ لِجَمِيْعِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ تَرْجِعُ إِلَى طَاعَةِ اللهِ جَلَّ جَلَالُهُ

Kemudian engkau ber-shalawat kepada Nabi Muḥammad s.a.w., dan engkau memintakan ampunan kepada Tuhanmu untuk semua orang beriman. Dan engkau kembali kepada keta‘atan kepada Allah jalla jalāluhu.

فَتَكُوْنُ قَدْ تُبْتُ تَوْبَةً نَصُوْحًا وَ صِرْتُ طَاهِرًا مِنَ الذُّنُوْبِ

Maka menjadilah engkau sungguh telah bertaubat dengan taubat nashūḥā, dan jadilah engkau sebagai orang yang suci dari berbagai dosa.

وَ لَكَ مِنَ الْأَجْرِ وَ الرَّحْمَةِ مَا لَا يُحْصَى وَ اللهُ الْمُوَفِّقُ.

Dan bagimu [meraih] pahala dan rahmat, yang tidak terhingga. Dan Allah-lah Dzāt Pemberi Taufiq”.

Catatan:


  1. KS-85: Terdapat di kitab Minhāj-ul-‘Ābidīn, Imām al-Ghazālī, terjemahan Pustaka Mampir, halaman 53-56. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *