Seiring dengan berjalannya sang waktu, keturunan Nabi Ādam semakin berkembang biak dan beranak-cucu. Mereka menyebar ke berbagai penjuru dunia. Banyak di antara mereka yang berbuat kerusakan dan durhaka kepada Allah. Mereka saling bermusuhan dan berperang, perbuatan keji dan munkar merajalela.
Untuk mengingatkan orang-orang yang sesat dan menghindarkan dari kerusakan yang lebih besar lagi, Allah mengutus Nabi Idrīs sebagai seorang Nabi dan Rasūl untuk mengingatkan dan menyeru mereka agar kembali kepada jalan yang benar dan diridhai oleh Allah.
Nabi Idrīs adalah keturunan Nabi Syīts, anak-cucu Nabi Ādam. Kepadanya Allah menurunkan tiga puluh shaḥīfah (lembaran) yang berisi petunjuk untuk disampaikan kepada umatnya, terutama kepada keturunan Qābīl yang durhaka terhadap Allah. Dengan diturunkannya shaḥīfah itu, maka resmilah Idrīs diangkat sebagai Nabi dan Rasūl Allāh.
Nabi Idrīs adalah orang yang mula-mula pandai menulis dengan pena, pandai membaca, mengetahui ilmu falak, ilmu hitung, pandai menjahit, menunggang kuda, dan dialah yang mula-mula berani memerangi orang-orang yang sesat dan durhaka.
Nabi Idrīs a.s. banyak mempelajari kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi Ādam dan Nabi Syīts. Beliau pulalah yang pertama-tama pandai menggunting dan menjahit pakaian. Sebelum itu, semua orang memakai pakaian yang terbuat dari kulit binatang.
Nabi Idrīs a.s. mempunyai kekuatan yang luar biasa, sehingga beliau mendapat gelar Asad ul-Usud (singa segala singa). Dengan keperkasaannya itulah beliau memerangi kaumnya yang durhaka kepada Allah dan mengingkari syari‘at-Nya.
Dengan segala kelebihannya itu, Nabi Idrīs a.s. justru senantiasa ingat kepada Allah s.w.t., sehingga beliau memperoleh derajat yang tinggi, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah s.w.t.:
وَ اذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيْسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيْقًا نَّبِيًّا. وَ رَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
Artinya:
“Dan ceritakanlah (hai Muḥammad kepada mereka, kisah) Idrīs (yang tersebut) di dalam al-Qur’ān. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS. Maryam: 56-57).
Dalam sebagian riwayat diceritakan bahwa Nabi Idrīs a.s. diberi kesempatan untuk bertemu dan berkenalan dengan para malaikat, beliau mengajukan permintaan untuk dapat melihat alam ghaib. Permintaan itu pun dikabulkan. Maka naiklah Nabi Idrīs a.s. ke langit yang keempat, sebagian ulama mengatakan, bahkan sampai ke langit keenam.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhārī dan Muslim, yang bersumber dari Anas bin Mālik, dinyatakan: “Ketika Nabi Muḥammad s.a.w. dan Jibrīl melalui suatu tempat pada peristiwa Isrā’ dan Mi’rāj, beliau sempat bertemu dengan seseorang yang menyambutnya seraya berkata: “Selamat datang wahai Nabi dan saudaraku yang shaleh.” Maka bertanyalah Nabi Muḥammad s.a.w. kepada Jibrīl, “Siapakah dia?” Jibrīl menjawab,. “Idrīs.”
Di dalam al-Qur’ān Allah s.w.t. berfirman:
وَ إِسْمَاعِيْلَ وَ إِدْرِيْسَ وَ ذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِّنَ الصَّابِرِيْنَ. وَ أَدْخَلْنَاهُمْ فِيْ رَحْمَتِنَا إِنَّهُمْ مِّنَ الصَّالِحِيْنَ
Artinya:
“Dan (ingatlah kisah) Ismā‘īl, Idrīs, dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang shāliḥ.” (QS. al-Anbiyā’: 85-86)