02-5 Puasa dan Shalat – Panduan Puasa Terlengkap

Panduan Puasa Terlengkap
Penulis: Efri A. Al-Bakary
 
Dicetak oleh: PT Gelora Aksara Pratama
Penerbit: Erlangga

Rangkaian Pos: 002 Berkah Indah Puasa - Panduan Puasa Terlengkap

5. PUASA DAN SHALAT.

Hubungan puasa dengan shalat seperti hubungan bendera dengan tiangnya. Puasa seseorang hanya dapat berkibar jika shalat yang menjadi tiangnya tegak. Shalat adalah salah satu keberkahan puasa yang bentuk konkretnya dapat kita saksikan di bulan Ramadhān. Pada bulan Ramadhān seluruh umat Islam disunnahkan untuk melaksanakan ibadah shalat Tarāwīḥ dan kecenderungan umat untuk bersemangat menjalankan shalat berjemaah. Kebaikan puasa bisa lebih mengena di hati jika kita sandingkan dengan ibadah shalat. Terkhusus untuk yang mengamalkan puasa sunnah maka sangat baik jika ia melengkapi dengan shalat berjemaah dan shalat malam.

Shalat berjamaah adalah shalat yang berlipat-ganda pahalanya. Jika shalat itu dilaksanakan di bulan Ramadhān maka pahalanya akan lebih berlipat. Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

Segala ‘amal kebajikan anak Ādam di bulan Ramadhān dilipat-gandakan pahalanya dengan 10 hingga 700 kali lipat.” (HR. Muslim).

Secara terminologi shalat berjemaah adalah shalat yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih. Satu orang berdiri di depan sebagai imam, dan yang lain berdiri di belakang imam sebagai ma’mum. Firman Allah:

Dan dirikanlah oleh shalat, dan keluarkanlah olehmu zakat, dan ruku‘lah beserta orang-orang yang ruku‘.” (QS. al-Baqarah [2]: 43).

Shalat berjemaah lebih utama dibandingkan dengan shalat sendirian, yakni sampai dengan 27 kali derajatnya (HR. Bukhārī dan Muslim). Semakin banyak peserta shalat berjemaah, maka keutamaannya semakin berlipat-ganda. Sebab, Allah s.w.t. sangat mencintai kondisi shalat berjemaah yang pesertanya banyak ketimbang sedikit. Hal ini didasarkan atas sabda Rasūlullāh s.a.w.:

“Dari Ubay bin Ka‘ab dia berkata: Telah bersabda Rasūlullāh s.a.w.: “Shalat satu orang ditambah satu orang (berdua) lebih utama daripada shalat sendirian. Shalat satu orang ditambah dua orang (bertiga) lebih baik dari shalat berdua dan lebih banyak dari itu, itu semakin dicintai oleh Allah Yang Maha Mulia.” (HR. Abū Dāūd dan Nasā’ī dari Ibnu Ka‘ab).

Sejumlah ulama berpendapat bahwa menjalankan shalat berjemaah mengandung banyak nilai kebaikan, di antaranya berikut:

  1. Sebagai bentuk upaya mematuhi perintah Allah.
  2. Sebagai saksi keimanan. Sebab, shalat berjemaah adalah sarana terpenting dan utama untuk memakmurkan “rumah” Allah. Jika bukan karena shalat berjemaah, masjid-masjid tentu akan menjadi sepi.
  3. Mendapatkan tazkiyah (pernyataan kesucian) dan anugerah besar dari Allah s.w.t.
  4. Mengagungkan dan menekankan apa yang diagungkan dan ditekankan oleh Rasūlullāh s.a.w.
  5. Mematuhi perintah Rasūlullāh s.a.w.
  6. Selamat karena mengikuti Rasūlullāh s.a.w.
  7. Shalat berjemaah termasuk sasaran Islam yang agung.
  8. Mengagungkan dan menampakkan syiar Allah s.w.t. yang lebih luas.
  9. Lebih suci di sisi Allah s.w.t. dari pada shalat sendirian.
  10. Menjaga diri dari syaithan.
  11. Jauh dari menyerupai orang munafiq.
  12. Di antara sebab di ampuninya dosa-dosa.
  13. Di antara sebab ta‘ājub-nya Allah s.w.t.
  14. Berpahala besar.
  15. Berkumpulnya malaikat pada waktu shalat Shubuḥ dan ‘Ashar serta permohonan ampun bagi mereka yang hadir.
  16. Menyamai shalat separuh malam atau sepanjang malam.
  17. Berada dalam jaminan Allah s.w.t.
  18. Berada dalam naungan Allah s.w.t. pada hari kiamat.
  19. Bebas dari neraka dan dari sifat munafiq.
  20. Mendapat shalawat dari Allah s.w.t. dan para malaikat.
  21. Mendapatkan rumah kelak di surga.
  22. Mendapatkan pahala berjemaah meskipun telah selesai dikerjakan.
  23. Memperoleh kesempurnaan dalam shalat.
  24. ‘Amal yang paling utama.
  25. Selamat dari neraka wail, yaitu neraka yang posisinya paling bawah.
  26. Selamat dari kelalaian.
  27. Doanya tidak ditolak.
  28. Persaudaraan, kasih-sayang, dan persamaan.
  29. Menjaga shalat-shalat sunnah rawatib dan zikir.
  30. Memahami hukum-hukum shalat.
  31. Membiasakan disiplin dan menguasai diri.
  32. Menampakkan kekuatan umat Islam dan membuat kesal orang-orang kafir dan munafiq.
  33. Memperbaiki penampilan jati diri.
  34. Saling mengenal dan memperkenalkan diri.
  35. Berlomba-lomba dalam ketaatan kepada Allah s.w.t.
  36. Terjaganya kepribadian yang baik.
  37. Adanya perasaan berdiri dalam satu barisan jihad.
  38. Menghadirkan perasaan apa yang terjadi pada zaman Nabi dan sahabat.

Selain memiliki nilai dan keutamaan tersebut, shalat berjemaah juga memiliki banyak manfaat, baik secara spiritual maupun sosial. Pelaksanaan shalat berjemaah dapat mewujudkan rasa khusyu‘ yang mendalam di samping dapat menjadi media perekat hubungan sosial di antara sesama Muslim.

Adapun fadhīlah (keutamaan) shalat Tarāwīḥ dan shalat malam yang dilakukan di malam bulan Ramadhān pernah dijelaskan oleh ‘Alī bin Abī Thālib. Dalam sebuah riwayat Rasūlullāh s.a.w. pernah ditanya ditanya oleh para sahabat mengenai keutamaan dan kelebihan shalat Tarāwīḥ. ‘Alī bin Abī Thālib lalu dalam hadits tersebut lalu merincinya sebagai berikut:

Malam ke-1: Nabi bersabda bahwa pada awal malam pertama Ramadhān, orang yang mengerjakan Tarāwīḥ akan diampuni dosa-dosanya seperti ia baru dilahirkan.

Malam ke-2: Seseorang diampuni dosa-dosanya dan dosa-dosa kedua orang tuanya.

Malam ke-3: Para malaikat di bawah ‘Arasy menyeru kepada manusia yang shalat Tarāwīḥ agar meneruskan shalatnya pada malam-malam yang lain, semoga Allah mengampunkan dosa-dosa mereka.

Malam ke-4: Orang yang mengerjakan shalat Tarāwīḥ akan memperoleh pahala sebagaimana pahala yang diperoleh orang yang membaca kitab-kitab Taurāt, Zabūr, Injīl, dan al-Qur’ān.

Malam ke-5: Allah s.w.t. melimpahkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakan shalat di Masjid-ul-Ḥarām, Masjid Nabawī, dan Masjid-ul-Aqshā.

Malam ke-6: Allah s.w.t. melimpahkan pahala kepada orang shalat Tarāwīḥ seperti pahala para malaikat yang berthawaf di Bait-ul-Ma‘mūr. Setiap batu dan tanah akan berdoa untuk keampunan orang yang mengerjakan Tarāwīḥ pada malam itu.

Malam ke-7: Orang yang mengerjakan shalat Tarāwīḥ pada malam ini seolah dia bertemu dengan Nabi Mūsā serta menolong Nabi Mūsā a.s. dalam menentang Fir‘aun dan Hāmān.

Malam ke-8: Allah s.w.t. menganugerahkan pahala sebagaimana pahala yang yang dilimpahkan kepada Nabi Ibrāhīm a.s.

Malam ke-9: Allah s.w.t. melimpahkan pahala dan menaikkan mutu ibadah hamba-Nya seperti Nabi Muḥammad s.a.w.

Malam ke-10: Allah s.w.t. melimpahkan kebaikan di dunia dan akhirat.

Malam ke-11: Jika seseorang meninggal, maka ia meninggal dalam keadaan bersih dari dosa seperti baru saja dilahirkan orang tuanya.

Malam ke-12: Ia dibangkitkan pada hari kiamat dengan muka bercahaya.

Malam ke-13: Ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dan terlindung dari segala kejahatan dan keburukan.

Malam ke-14: Para malaikat datang menyaksikan mereka yang shalat Tarāwīḥ serta Allah s.w.t. tidak akan menyesatkan mereka.

Malam ke-15: Semua malaikat yang memikul ‘Arasy akan bershalawat dan mendoakan supaya Allah s.w.t. mengampunkan mereka.

Malam ke-16: Allah s.w.t. menuliskan baginya agar terlepas dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga.

Malam ke-17: Allah s.w.t. menuliskan baginya pahala sebanyak pahala para Nabi.

Malam ke-18: Malaikat akan menyeru: “Wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah telah ridha denganmu dan dengan kedua orang tuamu (yang masih hidup maupun yang sudah mati).

Malam ke-19: Allah s.w.t. akan meninggikan derajatnya di surga Firdaus.

Malam ke-20: Allah s.w.t. melimpahkan kepadanya pahala seperti orang mati syahid dan kaum shalih.

Malam ke-21: Allah s.w.t. membangunkan untuknya sebuah mahligai di surga yang terbuat dari cahaya.

Malam ke-22: Ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dan terlindung dari huru-hara di hari tersebut.

Malam ke-23: Allah s.w.t. membangunkan untuknya sebuah bandar di surga dari cahaya.

Malam ke-24: Allah s.w.t. membuka peluang untuk 20 tahun ibadah bagi orang yang mengerjakan shalat Tarāwīḥ pada malam itu.

Malam ke-25: Allah s.w.t. mengangkat siksa kubur darinya.

Malam ke-26: Allah s.w.t. melimpahkan pahala 40 tahun ibadah kepada orang yang mengerjakan shalat Tarāwīḥ pada malam ini.

Malam ke-27: Allah s.w.t. melimpahkan kepadanya kemudahan untuk melintasi Shirāth-ul-Mustaqīm di akhirat kelak.

Malam ke-28: Allah s.w.t. menaikkan kedudukannya seribu derajat di akhirat.

Malam ke-29: Allah s.w.t. melimpahkan kepadanya pahala seribu haji mabrur.

Malam ke-30: Allah s.w.t. memberi penghormatan kepadanya di malam terakhir dengan firman-Nya: “Wahai hamba-Ku! Makanlah segala jenis buah-buahan yang engkau inginkan untuk dimakan di dalam surga dan mandilah di dalam sungai yang bernama Salsabīla serta minumlah air dari telaga yang dikaruniakan kepada Nabi Muḥammad yang bernama al-Kautsar.

Shalat Tarāwīḥ hendaknya dilakukan dengan berjemaah di masjid. Bagi kaum laki-laki disunnahkan menggunakan pakaian rapi dan bersih ketika ke masjid sambil memakai wangi-wangian. Kaum perempuan sebaiknya juga menggunakan pakaian yang rapi, menutupi aurat, berjilbab, tidak menggunakan wangi-wangian dan make up. Kaum perempuan harus menjaga suara dan tindakan agar sesuai dengan etika Islam selama berangkat ke masjid dan ketika berada di masjid.

Terkait dengan perbedaan pendapat soal jumlah rakaat shalat Tarāwīḥ, ada baiknya kita tidak terlalu mempersoalkan hal tersebut. Sebab, perbedaan rakaat shalat Tarāwīḥ bukanlah hal yang bersifat prinsip. Dalam hukum Islam, perbedaan tersebut tergolong furū‘iyyah (cabang), dan bukan ushūliyyah (pokok). Karena itu, sebagai umat Islam alangkah baiknya kita tidak mempertentangkan hal itu. Bahkan, jadikanlah perbedaan itu sebagai rahmat.

Jika kita menjadi ma’mum, kita sebaiknya mengikuti tata cara shalat Tarāwīḥ sesuai dengan yang dilakukan imam. Kalau imam shalat Tarāwīḥ 8 rakaat ditambah 3 rakaat shalat Witir, ma’mum sebaiknya mengikutinya saja. Jika ingin menambahi jumlah rakaat, sebaiknya dilakukan sendiri, baik di tempat tersebut atau di rumah tanpa harus mempersoalkan perbedaan. Kalau imam melaksanakan shalat 20 rakaat ditambah 3 shalat Witir, maka ma’mum juga sebaiknya mengikuti imam. Bila ia hanya ingin melaksanakan 8 rakaat, maka hendaknya, ia undur diri dari jemaah dengan tenang agar tidak mengganggu jemaah yang masih melanjutkan shalat Tarāwīḥ.

Bagi yang berniat untuk shalat malam atau Tahajjud dan yakin akan bangun malam, sebaiknya undur diri dengan tenang agar tidak mengganggu yang masih salat Witir pada saat imam mulai melaksanakan shalat Witir. Pada malam hari, ia dapat melaksanakan shalat Witir setalah shalat Tahajjud. Bagi yang tidak yakin dapat bangun malam untuk shalat Tahajjud, maka ia sebaiknya mengikuti imam melaksanakan shalat Witir dan malam harinya dia masih disunnahkan melaksanakan shalat Tahajjud dengan atau tanpa melaksanakan shalat Witir jika ia akhirnya terbangun di malam hari.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *