(وَ) ثَانِيْهَا: أَنْ تُؤْمِنَ (بِمَلَائِكَتِهِ)
(Dan) Dan rukun iman yang kedua adalah engkau harus beriman (kepada para malaikat-Nya).
بِأَنْ تَعْتَقِدَ أَنَّهُمْ أَجْسَامٌ نُوْرَانِيَّةٌ لَطِيْفَةٌ لَيْسُوْا ذُكُوْرًا وَ لَا إِنَاثًا وَ لَا خُنَاثَى
Dengan engkau meyakini bahwa para malaikat mereka adalah jisim-jisim yang berunsur cahaya yang lembut, mereka tidak berjenis laki-laki, dan tidak berjenis perempuan, dan tidak pula makhluk berjenis kelamin ganda.
لَا أَبَ لَهُمْ وَ لَا أُمَّ لَهُمْ
Tidak ada ayah bagi mereka, dan tidak ada ibu bagi mereka.
صَادِقُوْنَ فِيْمَا أَخْبَرُوْا بِهِ عَنِ اللهِ تَعَالَى
Mereka sangat jujur pada segala yang mereka kabarkan dari Allah ta‘ālā.
لَا يَأْكُلُوْنَ وَ لَا يَشْرَبُوْنَ وَ لَا يَتَنَاكَحُوْنَ وَ لَا يَتَوَالَدُوْنَ وَ لَا يَنَامُوْنَ
Mereka tidak makan, tidak minum, tidak menikah, tidak melahirkan anak, dan tidak tidur.
وَ لَا تُكْتَبُ أَعْمَالُهُمْ لِأَنَّهُمُ الْكُتَّابُ،
Dan tidak dicatat segala perbuatan mereka, karena sesungguhnya merekalah sang pencatat amal.
وَ لَا يُحَاسَبُوْنَ لِأَنَّهُمُ الْحُسَّابُ،
Dan mereka tidak di-ḥisāb [dihitung amalnya], karena sesungguhnya merekalah sang peng-ḥisāb,
وَ لَا تُوَزَّنُ أَعْمَالُهُمْ لِأَنَّهُمْ لَا سَيِّئَاتِ لَهُمْ
Dan tidak ditimbang segala perbuatan mereka, karena sesungguhnya mereka, tidak ada perbuatan-perbuatan dosa bagi mereka.
وَ يُحْشَرُوْنَ مَعَ الْجِنِّ وَ الْإِنْسِ
Dan mereka akan dihimpun bersama dengan jin dan manusia.
يَشْفَعُوْنَ فِيْ عُصَاةِ بَنِيْ آدَمَ
Mereka dapat memberi syafaat kepada orang-orang yang berdosa dari golongan manusia.
وَ يَرَاهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ فِي الْجَنَّةِ وَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَ يَتَنَاوَلُوْنَ النِّعْمَةَ فِيْهَا بِمَا شَاءَ اللهُ،
Dan orang-orang beriman akan melihat mereka, di surga, dan mereka masuk surga dan mereka memperoleh nikmat di sana, dengan segala sesuatu yang Allah kehendaki.
لكِنْ قَالَ أَحْمَدُ السُّحَيْمِيُّ: وَ جَاءَ عَنْ مُجَاهِدٍ مَا يَقْتَضِيْ أَنَّهُمْ لَا يَأْكُلُوْنَ فِيْهَا وَ لَا يَشْرَبُوْنَ وَ لَا يَنْكِحُوْنَ
Akan tetapi Syaikh Aḥmad as-Suḥaimī berkata: “Dan telah datang dari Imām Mujāhid suatu keterangan yang memastikan, bahwa para malaikat, mereka tidak makan di surga, dan mereka tidak minum, dan mereka tidak menikah [di sana].
وَ أَنَّهُمْ يَكُوْنُوْنَ كَمَا كَانُوْا فِي الدُّنْيَا
Dan bahwasanya merka berwujud sama seperti wujud mereka saat berada di dunia.
وَ هذَا يَقْتَضِيْ أَنَّ الْحُوْرَ وَ الْوِلْدَانَ كَذلِكَ اهـ.
Dan ketentuan ini memastikan bahwa para bidadari dan para pemuda surga seperti itu pula”. selesai.
وَ يَمُوْتُوْنَ بِالنَّفْخَةِ الْأُوْلَى إِلَّا حَمَلَةَ الْعَرْشِ وَ الرُّؤَسَاءَ الْأَرْبَعَةَ.
Dan para malaikat itu akan wafat dengan sebab tiupan sangkakala yang pertama, kecuali para malaikat pemikul ‘Arasy dan 4 pimpinan malaikat,
فَإِنَّهُمْ يَمُوْتُوْنَ بَعْدَهَا أَمَّا قَبْلَهَا فَلَا يَمُوْتُ أَحَدٌ مِنْهُمْ،
Karena sesungguhnya mereka itu akan wafat setelahnya, adapun sebelum masa itu, maka tak akan wafat, satupun dari mereka.
فَيَجِبَ الْإِيْمَانُ بِأَنَّهُمْ بَالِغُوْنَ فِي الْكَثْرَةِ إِلَى حَدٍّ لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا اللهُ تَعَالَى عَلَى الْإِجْمَالِ إِلَّا مَنْ وَرَدَ تَعْيِيْنُهُ بِاسْمِهِ الْمَخْصُوْصِ أَوْ نَوْعِهِ فَيَجِبُ الْإِيْمَانُ بِهِمْ تَفْصِيْلًا.
Maka wajib beriman, bahwa para malaikat itu mencapai jumlah yang banyak sekali, hingga batas yang tidak ada yang mengetahuinya, kecuali hanya Allah ta‘ālā, [dengan beriman] secara global, kecuali malaikat yang telah datang penentuan dirinya, dengan namanya yang khusus atau [dengan] macamnya, maka wajib beriman kepada para malaikat tersebut, secara terperinci.
فَالْأَوَّلُ: كَجِبْرِيْلَ وَ مِيْكَائِيْلَ وَ إِسْرَافِيْلَ و عِزْرَائِيْلَ وَ مُنْكَرٍ وَ نَكِيْرٍ وَ رِضْوَانَ وَ مَالِكٍ وَ رَقِيْبٍ وَ عَتِيْدٍ وَ رُوْمَانَ.
Adapun [kelompok malaikat] yang pertama adalah seperti malaikat Jibrīl, Mīkā’īl, Isrāfīl, Izrā’īl, Munkar, Nakīr, Ridhwān, Mālik, Raqīb, ‘Atīd dan Rūmān.
وَ الثَّانِيْ: كَحَمَلَةِ الْعَرْشِ وَ الْحَفَظَةِ وَ الْكَتَبَةِ،
Dan [kelompok malaikat] yang kedua seperti malaikat pemikul ‘Arasy, malaikat Ḥafazhah, dan malaikat Katabah.
قَالَ أَحْمَدُ الْقَلْيُوْبِيُّ: وَاعْلَمْ أَنْ جِبْرِيْلَ أَفْضَلُ الْمَلَائِكَةِ مُطْلَقًا حَتَّى مِنْ إِسْرَافِيْلَ عَلَى الْأَصَحَّ،
Syaikh Aḥmad al-Qalyūbī berkata: “Ketahuilah, bahwa malaikat Jibrīl adalah malaikat yang paling utama, secara mutlak, sekalipun dibandingkan malaikat Isrāfīl, menurut pendapat yang paling shaḥīḥ.
قَالَ الْجَلَالُ السُّيُوْطِيُّ: وَ إِنَّهُ يَحْضُرُ مَوْتَ مَنْ يَمُوْتُ عَلَى وُضُوْءٍ.
Syaikh al-Jalāl as-Suyūthī berkata: “Dan bahwasanya malaikat Jibrīl akan hadir pada kematian orang yang meninggal dalam keadaan berwudhu’”
قَالَ بَعْضُهُمْ: وَ أَفْضَلُ الْمَلَائِكَةِ جِبْرِيْلُ ثُمَّ إِسْرَافِيْلُ وَ قِيْلَ عَكْسُهُ
Sebagian ulama berkata: “Dan malaikat yang paling utama adalah malaikat Jibrīl, lalu malaikat Isrāfīl. Dan dikatakan [oleh satu pendapat]: “Sebaliknya”,
ثُمَّ مِيْكَائِيْلُ ثُمَّ مَلَكُ الْمَوْتِ
Kemudian malaikat Mikā’īl, kemudian Malaikat Maut [‘Izrā’īl].
وَ قَالَ الْفَخْرُ الرَّازِيُّ: أَفْضَلُ الْمَلَائِكَةِ مُطْلَقًا حَمَلَةُ الْعَرْشِ وَ الْحَافِظُوْنَ بِهِ
Dan berkata Syaikh Fakhr-ur-Rāzī: “Malaikat yang paling utama secara mutlak, adalah malaikat pemikul ‘Arsy dan para malaikat penjaga ‘Arsy,
ثُمَّ جِبْرِيْلُ ثُمَّ إِسْرَافِيْلُ ثُمَّ مِيْكَائِيْلُ ثُمَّ مَلَكُ الْمَوْتِ
Kemudian malaikt Jibrīl, kemudian malaikat Isrāfīl, kemudian malaikat Mīkā’īl, kemudian malaikat Maut,
ثُمَّ مَلَائِكَةُ الْجَنَّةِ فَمَلَائِكَةُ النَّارِ
Kemudian malaikat Isrāfīl, kemudian malaikat Surga, kemudian malaikat Neraka,
ثُمَّ الْمُوَكِّلُوْنَ بِأَوْلَادِ آدَمَ ثُمَّ الْمُوَكِّلُوْنَ بِأَطْرَافِ الْعَالَمِ
Kemudian para malaikat yang diserahi mengurus terhadap anak-anak Ādam [manusia], lalu para malaikat yang diserahi tugas mengendalikan berbagai penjuru alam semesta.”
وَ قَالَ الْغَزَالِيُّ: أَقْرَبُ الْعِبَادِ إِلَى اللهِ تَعَالَى وَ أَعْلَاهُمْ دَرَجَةً إِسْرَافِيْلُ ثُمَّ بَقِيَّةُ الْمَلَائِكَةِ ثُمَّ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ الْعَامِلُوْنَ ثُمَّ السَّلَاطِيْنُ الْعَادِلُوْنَ ثُمَّ الصَّالِحُوْنَ، اِنْتَهَى.
Dan telah berkata Imām al-Ghazālī: “Paling dekatnya para hamba kepada Allah ta‘ālā dan paling tinggi derajatnya di antara mereka adalah malaikat Isrāfīl, kemudian malaikat lainnya, kemudian para Nabi, kemudian para Ulama yang mengamalkan ilmunya, kemudian para penguasa yang adil, kemudian para orang shaḥīḥ”. Selesai Imām al-Ghazālī (KS-521).
وَ أَنْتَ خَبِيْرٌ بِأَنَّهُ لَا يَلْزَمُ مِنَ الْقُرْبِ التَّفْضِيْلُ فَالْوَجْهُ تَقْدِيْمُ جِبْرِيْلَ عَلَى إِسْرَافِيْلَ اِنْتَهَى قَوْلُ الْقَلْيُوْبِيُّ.
Dan engkau mengerti bahwasanya tidak memestikan dari sisi kedekatan dengan Allah itu, mengenai perolehan pengutamaan. Maka pendapat yang kuat adalah mengedepankan [menilai lebih unggul] malaikat Jibrīl atas malaikat Isrāfīl.” Selesai perkataan Syaikh al-Qalyūbī.
Catatan: