2.
Allah s.w.t. menyediakan sebuah surga yang berisi segala bentuk kenikmatan bagi Muslim yang bertaqwa. Surga dan kenikmatan yang ada di dalamnya masyhur dikenal sebagai sesuatu yang tak pernah dilihat oleh mata, didengar telinga, atau terlintas di hati manusia. Suatu tempat yang sangat spesial, unik dan autentik yang merupakan rahasia Allah s.w.t. untuk makhluk-Nya yang bertaqwa.
Al-Qur’ān memberitakan bahwa surga memiliki pintu-pintu. Melalui pintu-pintu itulah seorang Muslim yang beriman dari zaman awal hingga zaman akhir, juga Nabi Muḥammad s.a.w. beserta umatnya akan berbondong-bondong masuk ke dalamnya. Allah berfirman dalam surah Shād ayat 49-50:
“Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang bertaqwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik, (yaitu) surga ‘Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka.” (QS. Shād [38]: 49-50).
Adapun bagi ahli puasa akan diberikan pintu khusus yang bernama pintu ar-Rayyān. Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
“Di dalam surga terdapat delapan pintu, salah satunya sebuah pintu yang disebut dengan “ar-Rayyān”. Tidak memasuki pintu tersebut kecuali orang-orang yang berpuasa, dan apabila mereka sudah memasukinya, pintu itu akan dikunci lagi, sehingga tidak ada yang masuk lewatnya.” (HR. Bukhārī dan Muslim, dari Sahl bin Sa‘ad).
Barang siapa yang masuk pintu tersebut maka akan disambut oleh malaikat-malaikat yang menjaganya. Mereka tersenyum dan berseru: “Kesejahteraan dilimpahkan atas kalian, berbahagialah kalian! Maka masukilah surga ini, kalian kekal di dalamnya.” (QS. az-Zumar [39]: 73).
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, siapa saja akan leluasa masuk jika sudah berada di depan pintu surga. Mereka juga dapat mondar-mandir di dalamnya. Lewat pintu itu pula, malaikat-malaikat bebas mendatangi mereka dengan membawa hadiah dan rezeki dari Allah s.w.t. Surah ar-Ra‘d [13] ayat ke 24 menyebutkan bahwa para malaikat menyambangi penghuni surga seraya menyerukan salam yang sangat indah: “Salāmun ‘Alaikum bimā shabartum.” Pintu ar-Rayyān itu demikian luas. Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
“Demi Muḥammad yang jiwanya ada di tangan-Nya, jarak antara kedua panel daun pintu surga adalah seperti Makkah dan Ḥajar atau Ḥajar dan Makkah.”
Jarak antara Makkah dan Ḥajar sendiri diperkirakan berjarak 1160 km. Sedangkan dalam redaksi lain yang juga diyakini ke-shaḥīḥ-annya, jarak pintu surga adalah seperti Makkah dan Basrah yakni 1250 km.
Malam Lailat-ul-Qadar ialah malam diturunkannya al-Qur’ān dan dirinci segala urusan manusia seperti rezeki, kematian, keberuntungan, hidup, dan mati. Malam tersebut ada di setiap bulan Ramadhān.
Allah s.w.t. berfirman:
“Sesungguhnya Kami menurungkan (al-Qur’ān) pada malam yang diberkahi (Lailat-ul-Qadar). Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Dan pada malam itu juga (Lailat-ul-Qadar) dijelaskan segala ketentuan dengan penuh hikmah.” (QS. ad-Dukhān [44]: 3-4).
Dalam ayat lain juga disebutkan sebagai berikut:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (al-Qur’ān) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun Malaikat-malaikat dan Malaikat Jibrīl dengan idzin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. al-Qadr [97]: 1-5).
Lailat-ul-Qadar adalah keberkahan tak terperi bagi orang yang berpuasa. Malam itu ibadah disamakan dengan kemuliaan seribu bulan, sebuah kata yang menjadi metafora bagi jumlah waktu yang banyak sekali. Inilah kelebihan yang Allah s.w.t. berikan kepada umat Nabi Muḥammad s.a.w. Bukan hanya itu, orang yang melaksanakan ibadah shalat (qiyām-ul-lail) pada malamnya bahkan akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu. Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
“Barang siapa yang qiyām-ul-lail pada Lailat-ul-Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Aḥmad).
Malam Lailat-ul-Qadar adalah malam yang selalu dinantikan oleh seluruh umat Nabi Muḥammad s.a.w. Seorang yang menginginkaan mendapatkan malam Lailat-ul-Qadar tentunya harus melakukan amalan-amalan ibadah dengan khusyu‘. Rasūlullāh s.a.w. mencontohkan beberapa ‘amal khusus terkait Lailat-ul-Qadar, di antaranya:
Seorang sahabat yang bernama Ḥammād bin Salamah berkata: “Tsābit al-Bunānī dan Ḥumaid ath-Thawīl memakai pakaian terindah yang ia miliki dan memakai wangi-wangian juga menyemprotkan pengharum ruangan di masjid pada malam yang dikiranya itu adalah Lailat-ul-Qadar. Kemudian Tsābit al-Bunānī juga berkata: Tamīm ad-Dārī membeli pakaian seharga seribu dirham, lalu memakainya pada malam yang diperkirakan itu adalah malam Lailat-ul-Qadar.”
Pada malam Lailat-ul-Qadar hendaklah kita mengenakan pakaian yang paling indah. Malam Lailat-ul-Qadar adalah malam yang penuh berkah dan limpahan rahmat, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita menyambutnya dengan persiapan yang maksimal, baik lahir maupun batin. Bukan hanya pada hari raya saja kita berdandan dan berhias, padahal ini hanyalah hari bahagia bagi sesama manusia. Sementara Lailat-ul-Qadar adala malam yang sangat bersejarah karena pada malam ini adalah malam mahar untuk mendapatkan ridha, ampunan, dan surga Allah s.w.t.
Ibnu Rajab berkata: “Menurut pendapat Imām Aḥmad, orang yang shalat ‘Isyā’ berjamā‘ah dan berkomitmen akan melaksanakan shalat Shubuḥ berjemaah termasuk orang yang menghidupkan Lailat-ul-Qadar.”
Imām Syāfi‘ī berkata: (Imām Mālik juga berpendapat seperti ini): “Barang siapa yang shalat ‘Isyā’ dan Shubuḥ berjamā‘ah maka telah mendapat bagian dari Lailat-ul-Qadar.”
Seorang tābi‘it-tābi‘īn (generasi sesudah Nabi Muḥammad s.a.w.) bernama adh-Dhaḥḥāk ditanya: “Apakah para wanita yang sedang haid atau nifas bisa mendapatkan bagian dari keutamaan Lailat-ul-Qadar”? Adh-Dhaḥḥāk menjawab: “Ya, setiap orang yang diterima ‘amalnya akan mendapatkan keutamaan Lailat-ul-Qadar.”
Keutamaan diterimanya ‘amal bukan dilihat dari banyaknya ‘amal yang dikerjakan melainkan kualitasnya. Banyak juga orang yang shalat dan berpuasa ternyata hanya mendapatkan rasa lelah dari ibadahnya dan tidak mendapatkan pahala apa-apa.
Imām Syāfi‘ī berkata: “Hendaklah seseorang bersungguh-sungguh beribadah pada siang hari dari Lailat-ul-Qadar sebagaimana ia bersungguh-sungguh pada (malam) Lailat-ul-Qadar.”
Para ulama menekankan nilai penting shalat ‘Isyā’ berjamā‘ah karena pahala orang yang mengerjakan shalat ‘Isyā’ berjamā‘ah adalah seperti pahala orang yang mengerjakan qiyām-ul-lail; dan barang siapa shalat Shubuḥ berjamā‘ah maka itu bagaikan qiyām-ul-lail semalam suntuk. Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
“Barang siapa yang mengerjakan shalat ‘Isyā’ berjama‘ah maka ia mendapatkan pahala seperti qiyām-ul-lail tengah malam, dan barang siapa yang shalat Shubuḥ berjama‘ah maka ia mendapatkan pahala seperti qiyām-ul-lail semalam suntuk.” (HR. Aḥmad).
Membaca al-Qur’ān adalah amalan ibadah yang dapat mendekatkan diri kita pada Lailat-ul-Qadar. Rasūlullāh s.a.w., para sahabat, dan tābi‘īn selama hidupnya tidak pernah berhenti membaca dan meng‘amalkan al-Qur’ān. Membaca al-Qur’ān sangat besar pahalanya. ‘Abdullāh bin Mas‘ūd berkata bahwa ia mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’ān maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lām mīm satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lām satu huruf, dan mīm satu huruf.” (HR. Tirmidzī).
Dalam hadits yang lain, Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
“Orang yang mahir membaca al-Qur’ān bersama dengan para malaikat pencatat yang mulia dan taat, sedangkan orang yang berbata-bata membaca al-Qur’ān dan bersusah-payah mempelajarinya baginya pahala dua kali lipat.” (HR. Bukhārī, Muslim, dan Abū Dāūd).
Ibnu Rajab berkata: “Para salaf-ush-shāliḥ mengkhatamkan al-Qur’ān dalam bacaan shalat setiap enam hari sekali (lima juz sehari).” Seorang tābi‘it-tābi‘īn yang bernama Aswad mengkhatamkan al-Qur’ān pada bulan Ramadhān setiap dua hari sekali. Seorang tābi‘īn lain yang bernama Qatādah mengkhatamkan al-Qur’ān setiap tujuh hari sekali. Jika datang bulan Ramadhān, ia mengkhatamkan al-Qur’ān setiap tiga hari sekali. Jika datang sepuluh malam terakhir ia mengkhatamkan al-Qur’ān setiap malam. An-Nakha‘ī juga mengkhatamkan al-Qur’ān setiap malam pada bulan Ramadhān dan setiap tiga hari sekali selain bulan Ramadhān. Sedangkan Imām Syāfi‘ī mengkhatamkan al-Qur’ān sebanyak 60 kali pada bulan Ramadhān. Semua itu dilakukannya dalam shalat.
Lailat-ul-Qadar adalah kesempatan emas berdoa karena merupakan waktu yang sangat mustajab. Sepanjang malam itu malaikat hadir dan menjadi saksi bagi doa-doa kita yang akan dikabulkan oleh Allah s.w.t. Kita dapat membaca doa apa saja yang menjadi keinginan dan hajat kita. Hanya saja, doa yang lebih utama kita panjatkan adalah doa-doa yang ma’tsur atau dicontohkan oleh Rasūlullāh s.a.w.
Salah satu doa yang ma’tsūr dari beliau sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits berikut:
“Aku (‘Ā’isyah r.a.) berkata kepada Rasūlullāh s.a.w.: “wahai Rasūlullāh, bagaimana menurutmu andai aku mendapatkan Lailat-ul-Qadar? Doa apa saja yang harus aku baca?” Beliau bersabda: “Ucapkanlah: Ya Allah! Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Dermawan, dan Engkat menyukai ampun. Maka ampunilah aku.” (HR. Tirmidzī).
Doa adalah senjata bagi seorang Muslim. Tidaklah semua hal dapat diraih tanpa idzin dan kehendak Allah s.w.t. Maka, berdoalah kepada Allah s.w.t. Tidak ada satu helai rambut jatuh tanpa sepengetahuan-Nya. Allah s.w.t. yang menguasai seluruh hati manusia. Segala kegundahan, segala kesulitan hanya Allah s.w.t. yang dapat menghilangkannya.
Siapa pun anda, curahkanlah doa-doa dan apa yang menjadi hajat anda. Curahkan seluruh perasaan dan kegelisahan hati anda. Sesungguhnya, apa-apa yang menjadi beban dalam hidup dan qalbu kita tidak ada apa-apanya di hadapan Allah s.w.t. Allah s.w.t. yang menggenggam alam semesta ini. Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan semua makhluk. Rezeki dan semua ketentuannya ada dalam gengamannya.
Bagi siapa yang sedang kecewa dengan kepalasuan cinta, ketahuilah bahwa Allah mempunyai cinta yang hakiki, tidak mungkin tercampuri dengan kepalsuan dan kedustaan. Dia-lah ar-Raḥmān, ar-Raḥīm, Maha Pengasih dan Penyayang, yang dengan cinta dan kasih-sayangNya ini semua makhluk berkasih-sayang dan mencinta.
Bagi anda yang sedang merasa sempit dan putus asa, bangkitlah. Rasa sempit hadir karena dunia telah membutakan mata hati anda sehingga harapan dan asa anda seakan-akan telah mati dan tak mungkin lagi diisi dengan rahmat Allah. Angkatlah tangan, mintalah kepada-Nya, jangan bersedih dan berputus-asa dari rahmat Allah sebab Dia adalah al-Ḥāfizh, Dzāt yang memelihara kita.
Bagi siapa yang selalu menunda-nunda ibadah dan bertobat, bersegeralah! Sesungguhnya kesempatan emas ini tidak pernah datang dua kali. Ketika ajal telah datang menjemput, tidak ada seorang pun yang bisa berpaling. Yang tersisa hanyalah penyesalan yang tiada tara karena tidak akan mungkin lagi mengulang waktu yang telah berlalu.
Lailat-ul-Qadar dalam beberapa riwayat disebut terjadi pada malam ke 21 bulan Ramadhān (pendapat Imām Syāfi‘ī), malam ke-23 Ramadhān (pendapat ulama Madīnah), serta ada pula yang menyebut terjadi pada malam ke-25 atau ke-27 atau ke-29 Ramadhān.