018-19 Melihat Allah SWT Dalam Keadaan Terjaga dan Mimpi – Jam’-ul-Jawaami’

JAM‘-UL-JAWĀMI‘

Kajian dan Penjelasan dua Ushul
(Ushul Fiqh dan Ushuluddin)

Penyusun:
Darul Azka
Kholid Afandi
Nailul Huda

Penerbit: Santri salaf crew.

MELIHAT ALLAH DALAM KEADAAN TERJAGA.

Dalam permasalahan mungkin tidaknya hal ini terjadi, ada dua pendapat dari Imām al-Asy‘ariy.

Pendapat pertama, bahwa melihat Allah saat terjaga adalah mungkin terjadi. Pendapat ini di-shaḥīḥ-kan oleh al-Qādhī ‘Iyādh. Karena Nabi Mūsā a.s. pernah meminta agar dapat melihat Allah. Sedangkan Nabi Musa tidaklah bodoh dalam masalah-masalah yang mungkin dan tidak mungkin terjadi.

Pendapat kedua, bahwa melihat Allah saat terjaga itu tidak mungkin terjadi. Karena kaum Nabi Mūsā pernah memintanya, lalu mereka disiksa. Sebagaimana firman Allah yang mengisahkan permintaan mereka:

فَقَالُوْا: أَرِنَا اللهُ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ. (النساء: 153).

Mereka (ahli kitab) berkata: “Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata.” Maka mereka disambar petir karena kezhalimannya.” (QS. An-Nisā’: 153).

Argumentasi dari ayat ini disanggah, bahwa siksaan yang menimpa mereka adalah disebabkan keingkaran dan sikap mempersulit yang mereka lakukan, dengan meminta diperlihatakan dzāt Allah, bukan karena ketidakmungkinan terjadi.

Kemudian berpijak pada pendapat pertama, apakah hal ini pernah terjadi? Ada perselisihan pandangan tentang hal ini. Pendapat yang benar adalah bahwa ini tidak akan terjadi pada selain Rasūlullāh s.a.w. Dalam hadits riwayat Imām Muslim disebutkan:

تَعَلَّمُوْا أنَّهُ لَنْ يَرَى أَحَدٌ مِنْكُمْ رَبَّهُ عَزَّ وَ جَلَّ حَتَّى يَمُوْتَ. (رواه مسلم).

Ketahuilah, bahwasanya seseorang di antara kalian tidak akan melihat Tuhannya ‘azza wa jalla hingga mati.” (HR. Muslim).

 

MELIHAT ALLAH DALAM MIMPI.

Terdapat dua pendapat tentang mungkinkah melihat Allah dalam mimpi?

Pendapat pertama, bahwa hal itu mungkin terjadi. Pendapat ini didukung oleh mayoritas ulama’. Al-Qādhī ‘Iyādh bahkan meriwayatkan adanya ijma‘ ulama’ tentang hal ini.

Pendapat kedua, bahwa hal ini tidak mungkin terjadi. Pendapat ini dipedomani oleh al-Qādhī Abū Bakar. Hal ini karena dalam tidur ada banyak khayalan dan permisalan. Hal semacam ini adalah mustahil atas Allah yang qadīm. Argumentasi di atas disanggah, bahwa dalam tidur, hal-hal tersebut tidaklah mustahil.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *