BALASAN PAHALA ATAS KETAATAN.
Balasan berupa pahala atas ketaatan adalah sesuatu yang telah disepakati para ulama’. Akan tetapi hal ini semata-mata atas dasar kemurahan dan anugerah dari Allah, bukan atas dasar kewajiban yang harus dilaksanakan-Nya. Rasūlullāh bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِعِلْمِهِ قَالُوْا وَ لَا أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ وَ لَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ مِنْهُ بِرَحْمَتِهِ وَ فَضْلِهِ. (رواه الشيخان)
“Tak seorangpun dari kalian yang dapat masuk surga karena amalnya”. Para shahabat bertanya: “Tidak juga anda wahai Rasūlullāh?” Rasūl menjawab: “Tidak juga aku, kecuali Allah mencurahkan rahmat dan anugerah-Nya padaku.” (HR. Bukhārī dan Muslim).
Sebagian di antara argumen yang dapat diajukan, sebagaimana dinyatakan oleh Imām ar-Rāzī, adalah bahwa ketaatan para hamba tidak cukup sebanding dengan kenikmatan-kenikmatan yang tercurah secara sempurna dan berkelanjutan. Maka, bagaimanakah akal bisa menyimpulkan adanya hak atas pahala dari ‘amal yang menjadi kompensasi ganti dari nikmat-nikmat yang telah diberikan pada hamba saat di dunia?
Adapun siksa atas perbuatan maksiat, maka hal tersebut bukanlah sebuah keniscayaan, menurut pandangan kita. Akan tetapi siksa bergantung atas kehendak Allah. Jika menghendaki, Allah bisa menyiksa; dan jika menghendaki, Allah bisa mengampuni segala dosa kecuali dosa syirik (menyekutukan Allah). Maka dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah. Sebagaimana firman Allah:
إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرِكَ بِهِ وَ يَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ (النساء: 48).
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisā’: 48).
Dalam hadits riwayat Bukhārī dan Muslim, Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِكَ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ قُلْتُ وَ إِنْ زَنَى وَ إِنْ سَرَقَ قَالَ وَ إِنْ زَنَى وَ إِنْ سَرَقَ. (رواه البخاري).
Jibrīl datang padaku, lalu berkata: “Barang siapa dari umatmu yang meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, maka ia masuk surga.” Aku bertanya: “Meskipun ia berzina? Meskipun ia mencuri?” Jibrīl menjawab: “Meskipun ia berzina. Meskipun ia mencuri.” (HR. Bukhārī dan Muslim).