وَ مَا صَحَّ فِي الْكِتَابِ وَ السُّنَّةِ مِنَ الصِّفَاتِ نَعْتَقِدُ ظَاهِرَ الْمَعْنَى وَ نُنَزِّهُهُ عِنْدَ سَمَاعِ الْمُشْكِلِ.
ثُمَّ اخْتَلَفَ أَئِمَّتُنَا أَنُؤَوِّلُ أَمْ نُفَوِّضُ مُنَزِّهِيْنَ مَعَ اتِّفَاقِهِمْ عَلَى أَنَّ جَهْلَنَا بِتَفْصِيْلِهِ لَا يَقْدَحُ.
Keterangan yang shaḥīḥ dari al-Qur’ān dan as-Sunnah tentang sifat-sifat Allah, kita meyakini zhāhir maknanya, dan kita mensucikan Allah (dari sifat-sifat yang tak layak dimiliki-Nya) ketika mendengar keterangan yang musykil (janggal).
Kemudian para imam kita berbeda pendapat, apakah kita men-ta’wīl (hal yang musykil tersebut) ataukah kita serahkan sepenuhnya (makna tersebut pada Allah) sembari tetap menyucikan Allah (dari sifat-sifat tak layak)? Besertaan dengan itu, pada imam sepakat bahwa ketidaktahuan akan perincian makna (sifat-sifat yang musykil tersebut) tidak mencacatkan aqidah keyakinan.
MEYAKINI ZHĀHIR MAKNA SIFAT ALLAH DALAM AL-QUR’ĀN MAUPUN SUNNAH.
Dalam al-Qur’ān maupun hadits yang shaḥīḥ, ada sejumlah keterangan yang tentang sifat-sifat Allah yang secara zhāhir menimbulkan kejanggalan, sebab mengesankan adanya tasybīh (penyerupaan Allah dengan makhluk). Di antara beberapa contohnya adalah sebagai berikut (421):
الرَّحْمنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى. (طه: 5)
“Tuhan Yang Maha Pemurah, yang ber-istiwā di atas ‘arsy.”
وَ يَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ. (الرحمن: 27)
“Dan tetap kekal Dzāt Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemulian.”
وَ لِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِيْ. (طه: 39)
“Dan supaya kamu (Nabi Mūsā) diasuh di bawah pengawasan-Ku.”
يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيْهِمْ (الفتح: 10)
““Yad” Allah di atas tangan-tangan mereka.”
إِنَّ قُلُوْبَ بَنِيْ آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ كَيْفَ يشَاءُ (رواه مسلم).
“Sesungguhnya hati anak cucu Ādam semuanya ada di antara dua “ushbu‘” dari sekian “ushbu‘”nya Allah Sang Maha Pemurah, seperti hati seseorang yang digunakan sesukanya.” (HR. Muslim).
Catatan: