01-2 Bab Bejana – Fikih Empat Madzhab

Fikih Empat Madzhab
(Maliki, Hanafi, Hanbali, Syafi‘i)
(Judul: Ijmā‘-ul-A’immat-il-Arba‘ati waikhtilāfihim).
Oleh: Al-Wazir Yahya bin Muhammad bin Hubairah

Penerjemah: Ali Mh.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Bab: Bejana.

19. Keempat imam madzhab (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) sepakat bahwa menggunakan bejana emas dan perak untuk wadah makanan dan minuman dan parfum (minyak wangi) dan lainnya hukumnya dilarang. (931).

20). Mereka berbeda pendapat tentang larangan tersebut, apakah bersifat haram atau hanya sekedar Tanzīh (tidak sampai kepada haram tapi makruh).

Abū Ḥanīfah, Mālik, dan Aḥmad berkata: “Larangannya bersifat haram.”

Sedangkan Imām asy-Syāfi‘ī memiliki dua pendapat.

Pertama, larangannya bersifat Tanzīh.

Kedua, larangannya bersifat Tahrim. Pendapat inilah yang dipilih oleh Abū Isḥāq asy-Syairāzī dalam at-Tanbīh. (942).

21). Mereka sepakat bahwa pengharaman ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan. (953).

22). Mereka juga sepakat bahwa apabila orang mukallaf menyelisihi hal ini dan berwudhu’ dengan bejana tersebut maka dia berdosa tapi Thahārah-nya tetap sah (964), kecuali menurut salah satu dari dua riwayat dari Aḥmad yang menyatakan bahwa tidak sah Thahārah-nya orang yang bersuci dengannya. Pendapat ini dipilih oleh ‘Abd-ul-‘Azīz (975). Sedangkan menurut pendapat lain, hukumnya makruh tapi sah. Pendapat ini dipilih oleh al-Khiraqī. (986).

(23). Mereka juga sepakat bahwa membuat bejana emas dan perak hukumnya haram. Kecuali sebagian ulama Syāfi‘iyyah yang mengatakan: “Tidak haram, kecuali menggunakannya saja.” Ini adalah salah satu pendapat fuqaha’ Syāfi‘iyyah. (997) Ibnu [Abī] (1008) Mūsā juga meriwayatkan demikian dari asy-Syāfi‘ī, lalu dia berkata: “Pendapat yang sama juga diriwayatkan dari Ahmad.” (1019).

Catatan:


  1. 93). Lih. al-Majmū‘ (1/302), al-Mughnī (1/92), Raḥmat-ul-Ummah (16). 
  2. 94). Yang diungkapkan oleh asy-Syirāzī dalam at-Tanbīh (11) adalah sebagai berikut: “Boleh bersuci dengan semua bejana yang suci, kecuali bejana yang dibuat dari emas atau perak, maka haram menggunakannya untuk bersuci dan lainnya.” Asy-Syirāzī adalah Abū Isḥāq Ibrāhīm bin ‘Alī bin Yūsuf al-Firūzābadī asy-Syirāzī. Di antara karya-karyanya adalah: at-Tanbīh, al-Muhadzdzab, an-Nukatu fil-Khilāf, al-Lumma‘. Para pelajar dari timur dan barat berbondong-bondong datang kepadanya untuk menimba ilmunya. Beliau adalah Syaikh-ul-Islām yang sangat alim lagi mengamalkan ilmunya, Wara‘ sekaligus zuhud. Beliau wafat pada tahun 476 Hijriyyah. Lih. Thabaqāt-usy-Syāfi‘iyyah karya al-Isnawī (2/7). 
  3. 95). Lih. al-Majmū‘ (1/302), al-Mughnī (1/92), Raḥmat-ul-Ummah (16). 
  4. 96). Lih. al-Majmū‘ (1/302). 
  5. 97). Lih. al-Majmū‘ (1/302). ‘Abd-ul-‘Azīz adalah Abū Bakar ‘Abd-ul-‘Azīz bin Ja‘far bin Aḥmad bin Yazdād bin Ma‘rūf yang terkenal dengan panggilan Ghulām-ul-Khallāl. Dia termasuk ulama yang kapabel. Di antara karya-karyanya adalah asy-Syāfī, al-Muqni‘, Tafsīr-ul-Qur’ān. Beliau wafat pada tahun 363 Hijriyyah. Lih. Thabaqāt-ul-Ḥanābilah (2/105). 
  6. 98). Lih. Mukhtashar-ul-Khiraqī (12). Ini adalah masalah kedua yang al-Khiraqī bertentangan dengan Abū Bakar ‘Abd-ul-‘Azīz. Lih. Thabaqāt-ul-Ḥanābilah (2/64). Al-Khiraqī adalah Imām ‘Umar bin al-Ḥusain bin ‘Abdillāh bin Aḥmad al-Khiraqī Abul-Qāsim, salah seorang pemuka fuqahā’ dan kaum ‘Ubbād (ahli ibadah). Karya-karya beliau berjumlah banyak, tapi tidak ada yang diterbitkan selain al-Mukhtasharu fil-Fiqhī. Beliau wafat pada tahun 334 Hijriyyah. Lih. Thabaqāt-ul-Ḥanābilah (2/64). 
  7. 99). Lih. al-Majmū‘ (1/302), al-Mughnī (1/92), at-Tanbih (11), Raḥmat-ul-Ummah (16). 
  8. 100). Kata ini tidak ada dalam naskah yang dicetak sehingga namanya menjadi Ibnu Mūsā. Hal ini membuat penelitinya melakukan kesalahan besar, karena tokoh yang disebutkan profilnya baru lahir setelah Ibnu Ḥubairah wafat, yaitu pada tahun 581 Hijriyyah. Bagaimana mungkin dia bisa meriwayatkan darinya?! 
  9. 101). Dia adalah Muḥammad bin Aḥmad bin Abī Mūsā Abū ‘Alī al-Hāsyimī al-Qādhī , seorang ulama yang sangat terkenal. Dia mendengar hadits dari beberapa ulama seperti Abū Muḥammad ibnu Muzhaffar. Dia mengarang kitab al-Irsyād dalam madzhabnya. Dia wafat pada tahun 428 Hijriyyah. Lih. Thabaqāt-ul-Ḥanābilah (2/156). 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *