Hati Senang

01-10 Bab Mengusap Bagian Atas Khuff – Fikih Empat Madzhab

Fikih Empat Madzhab
(Maliki, Hanafi, Hanbali, Syafi‘i)
(Judul: Ijmā‘-ul-A’immat-il-Arba‘ati waikhtilāfihim).
Oleh: Al-Wazir Yahya bin Muhammad bin Hubairah


Penerjemah: Ali Mh.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Bab: Mengusap Bagian Atas Khuff (2471)

125. Keempat imam madzhab (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) sepakat bahwa boleh mengusap bagian atas dua Khuff (sepatu) saat dalam perjalanan. (2482).

126. Mereka juga sepakat bahwa boleh mengusap bagian atas dua Khuff saat muqīm, kecuali riwayat dari Mālik. (2493).

127. Mereka sepakat bahwa lama mengusap saat dalam perjalanan dan saat muqīm ada batas waktunya. Untuk musafir batas wuktunya adalah 3 hari 3 malam, sedangkan untuk muqīm sehari semalam. Kecuali Mālik yang tidak menetapkan batas waktunya.

Az-Za‘farānī (2504) meriwayatkan dari asy-Syāfi‘ī bahwa dia berkata: “Boleh mengusap tanpa ada batas waktu, kecuali bila orang yang mengusapnya wajib mandi.” Akan tetapi kemudian asy-Syāfi‘ī menarik pendapatnya itu. (2515).

128. Mereka sepakat bahwa mengusap hanya khusus berlaku bagi bagian yang sejajar dengan bagian luar dua telapak kaki (yang dibungkus dengan sepatu).

129. Mereka berbeda pendapat, apakah disunnahkan mengusap bagian yang sejajar dengan bagian dalam dua telapak kaki?

Abū Ḥanīfah dan Aḥmad berkata: “Tidak disunnahkan.”

Mālik dan asy-Syāfi‘ī berkata: “Disunnahkan.” (2526).

130. Mereka berbeda pendapat tentang kadar yang menjadikan sah mengusap bagian atas kedua Khuff.

Abū Ḥanīfah berkata: “Kadar yang sah adalah tiga jari atau lebih.”

Asy-Syāfi‘ī berkata: “Yang menjadi standar sah adalah segala perbuatan yang layak disebut mengusap.”

Menurut madzhab Aḥmad, mengusap bagian yang paling banyak menjadikan sah. Adapun menurut Mālik, dia berpendapat bahwa harus mengusap secara merata bagian yang fardhu. Apabila seseorang tidak sempat mengusap bagian yang sejajar dengan bagian dalam telapak kaki maka dia harus mengulang shalatnya pada waktu itu juga, akan tetapi anjuran ini hanya bersifat sunnah. (2537).

131. Mereka sepakat bahwa mengusap bagian atas dua Khuff sebanyak satu kali hukumnya sah. (2548).

132. Meraka sepakat bahwa apabila seseorang melepas salah satu sepatunya maka dia wajib melepas sepatu yang lain. (2559).

Lalu apakah dia harus mengulang wudhu’nya atau cukup membasuh dua telapak kakinya? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat sebagaimana yang akan kami uraikan nanti.

133. Mereka sepakat bahwa musafir yang menyempurnakan Thahārah-nya lalu memakai kedua Khuff (sepatu)nya sementara perjalanannya merupakan perjalanan mubāḥ yang dibolehkan meng-qashar shalat di dalamnya, lalu dia terkena hadats, maka dia boleh mengusap bagian atas kedua Khuff-nya. (25610).

134. Mereka sepakat bahwa permulaan jangka waktu mengusap adalah sejak terkena hadats, bukan sejak waktu mengusap. Kecuali riwayat dari Aḥmad bahwa ia dimulai sejak waktu mengusap. (25711).

135. Mereka sepakat bahwa apabila jangka waktu mengusap telah habis maka Thahārah pada dua kaki batal. Kecuali Mālik yang tidak memperhatikan batas waktunya. (25812).

136. Mereka berbeda pendapat, apakah seluruh wudhu’ batal dengan dilepasnya sepatu atau dengan habisnya jangka waktu mengusap?

Abū Ḥanīfah berkata: “Dia cukup membasuh kedua kakinya dan wudhu’nya sah.”

Mālik berkata: “Begitu pula dalam melepas sepatu.”

Adapun habisnya jangka waktu mengusap, menurutnya hal tersebut tidak membatalkan karena menurutnya tidak ada batas waktunya.

Pendapat asy-Syāfi‘ī, dalam hal ini ada dua. Pertama, seluruh wudhu’nya batal. Kedua, dia cukup membasuh kedua kakinya saja.

Sedangkan dari Aḥmad ada dua riwayat. Yang paling kuat adalah bahwa seluruh wudhu’nya batal dan dia harus mengulangnya lagi. Sedangkan dalam riwayat kedua dia mengatakan: “aku berharap sah (yakni membasuh kedua kaki).”

Ada pula riwayat lain darinya (Aḥmad): “Aku lebih suka bila dia mengulang wudhu’nya.” (25913).

137. Mereka berbeda pendapat tentang kebolehan mengusap dua kaos kaki.

Abū Ḥanīfah, Mālik, dan asy-Syāfi‘ī berkata: “Tidak boleh, kecuali bila ia terbuat dari kulit.”

Aḥmad berkata: “Boleh mengusap bagian atas kaos kaki bila keduanya tebal dan tidak putus bila dipakai untuk berjalan.”

Pendapat ini disetujui oleh Abū Yūsuf dan Muḥammad, dua murid Abū Ḥanīfah. (26014).

Catatan:


  1. 247). Khuff adalah kulit tipis yang dikenakan di kaki (sepatu). (al-Mu‘jam-ul-Wajīz, 205). 
  2. 248). Lih. al-Ausath karya Ibn-ul-Mundzir (1/441), dan Raḥmat-ul-Ummah (26). 
  3. 249). Lih. al-Istidzkār (1/218), Bidāyat-ul-Mujtahid (1/49), Badā’i‘-ush-Shanā’i‘ (1/33), dan Raḥmat-ul-Ummah (218). 
  4. 250). Dia adalah Abū ‘Alī al-Ḥasan bin Muḥammad az-Za‘farānī. Al-Māwardī berkata: “Dia adalah ulama periwayat Qaul Qadīm yang paling tegus dan juga seorang ahli bahasa.” An-Nawawī berkata: “Dia wafat pada tahun 266 Hijriyyah. Lih. Thabaqāt-usy-Syāfi‘iyyah karya al-Isnawī (1/27). 
  5. 251). Lih. Badā’i‘-ush-Shanā’i‘ (1/38), al-Istidzkār (1/221), Bidāyat-ul-Mujtahid (1/53), Raḥmat-ul-Ummah (28). 
  6. 252). Lih. Syarḥu Fatḥ-il-Qadīr (1/150), al-Istidzkār (1/226), Mughnī (1/335), dan al-Majmū‘ (1/547). 
  7. 253). Lih. Badā’i‘-ush-Shanā’i‘ (1/54), Mughnī (1/337), al-Mudawwanah (1/159), dan Raḥmat-ul-Ummah (29). 
  8. 254). Lih. al-Ausath karya Ibn-ul-Mundzir (1/456), dan Raḥmat-ul-Ummah (29), dan al-Majmū‘ (1/547). 
  9. 255). Lih. Syarḥu Fatḥ-il-Qadīr (1/155), al-Majmū‘ (1/558), Mughnī (1/325). 
  10. 256). Lih. al-Ijmā‘ karya Ibn-ul-Mundzir (12). 
  11. 257). Lih. al-Majmū‘ (1/511), al-‘Uddah (1/35), Syarḥu Fatḥ-il-Qadīr (1/150), dan Raḥmat-ul-Ummah (29). 
  12. 258). Lih. al-Majmū‘ (1/553), Mughnī (1/323), al-Hidāyah (1/31), dan Raḥmat-ul-Ummah (29). 
  13. 259). Lih. Mughnī (1/324), al-Majmū‘ (1/557), Syarḥu Fatḥ-il-Qadīr (1/155), dan at-Talqīn (71). 
  14. 260). Lih. Badā’i‘-ush-Shanā’i‘ (1/48), at-Taḥqīq (2/96), al-Mudawwanah (1/160), dan Raḥmat-ul-Ummah (29). 
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.