009-1 Faedah & Cabang Permasalahan 1-2 – Perihal Mandi Wajib – Kifayat-ul-Akhyar (2/2)

KIFĀYAT-UL-AKHYĀR
(Kelengkapan Orang Shalih)
Oleh: Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhamamd al-Husaini

Bahagian Pertama
Penerjemah: K.H. Syarifuddin Anwar, K.H. Mishbah Mushthafa
Penerbit: BINA IMAN

Rangkaian Pos: 009 Perihal Mandi Wajib - Kifayat-ul-Akhyar

Faedah:

Apabila kita mencabangkan kepada masalah “keluar mani itu tidak merusak wudhu” yaitu menurut qaul yang shaḥīḥ menurut Imām Rāfi‘ī dan Imām Nawawī, maka boleh terjadi janābah itu bersih dari hadats kecil dalam beberapa masalah. Di antaranya masalah, andaikata seorang laki-laki membalut zakarnya dengan kain lalu memasukkannya ke dalam farjinya perempuan. Di antaranya lagi, ketika mani itu keluar, padahal dia sedang tidur dalam posisi pantatnya menetap di atas tanah. Demikian juga keluarnya ari mani yang disebabkan oleh melihat atau membayang-bayangkan sesuatu karena kuatnya syahwat. Dan masalah, andaikata orang itu memasukkan zakarnya ke dalam duburnya binatang atau duburnya laki-laki lain. Semoga Allah menyelamatkan diri kita dari hal-hal tersebut. Wallāhu a‘lam.

 

Berkata Syaikh Abū Syuja‘:

(وَ إِمْرَارُ الْيَدِ عَلَى الْجَسَدِ، وَ الْمُوَالَاةُ، وَ تَقْدِيْمُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى.)

[Dan menjalankan (menggosok-gosokkan) tangan di atas jasadnya. Dan berturut-turut, dan mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.]

Di antara sunnat-sunnatnya mandi ialah menggosok-gosok badan agar kulitnya menjadi bersih. Juga membasahi rambut dan meneliti anggota yang bengkok-bengkok dan yang berkeluk seperti dua telinga dan lipatan-lipatan pada perut. Itu semua perlu diteliti sebelum mencurahkan air di atas kepala. Hal itu perlu sekali dilakukan untuk menghindarkan isrāf (berlebihan) dalam penggunaan air, di sampin lebih memantapkan sampainya air pada kulit.

Di antara sunnat-sunnatnya mandi ialah berturut-turut dan mendahulukan yang kanan daripada yang kiri. Sebab mandi janabah itu termasuk ibadah. Jadi, juga disunnatkan berturut-turut dan mendahulukan yang kanan sebagaimana dalam wudhu’.

Di antara sunnat-sunnatnya mandi ialah memantapkan niat hingga selesainya mandi. Memulai dari anggota wudhu’, kemudian kepala, kemudian bahagian badan yang sebelah kanan lalu yang sebelah kiri. Dan membasuhnya tiga kali-tiga kali seperti halnya dalam wudhu’. Apabila orang itu mandi di sungai atau yang semisalnya, hendaklah ia menyelam tiga kali. Setiap kali selam supaya dia menggosok-gosok badannya.

Disunnatkan hendaknya airnya tidak kurang dari satu shā‘, dan air wudhu’nya tidak kurang dari satu mud. Satu mud sama dengan berat air sepertiga paun Baghdād, menurut madzhab yang kuat. Ada yang mengatakan: Dua paun Baghdād. Satu shā‘ sama dengan empat mud.

Disunnatkan, hendaknya madinya tidak di dalam air yang bertakung. Dan setelah mandi supaya membaca:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ.

“Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang saya sembah dan saya taati kecuali Allah. Tuhan Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muḥammad itu adalah hamba dan Utusan Allah.” Wallāhu a‘lam.

Cabang Permasalahan.

Orang Islam tidak boleh mandi di hadapan orang ramai dengan membuka auratnya. Yang melanggar ketentuan ini, boleh di-ta‘dzīr yang sesuai dengan keadaan orang itu.

Orang-orang yang berada di tempat orang yang sedang mandi dengan telanjang, haram membiarkan begitu saja. Bahkan mereka wajib ingkar. Apabila mereka sekalian mendiamkan diri, mereka semuanya berdosa dan boleh di-ta‘dzīr.

Boleh mandi dengan telanjang di tempat-tempat yang sunyi. Akan tetapi yang lebih utama ialah memberi tabir. Sebab Allah ta‘ālā itu lebih berhak dimalui.

Dan di dalamnya mata tidak wajib dibasuh dan juga tidak disunnatkan. Dan juga tidak disunnatkan memperbarui mandi menurut qaul yang rājiḥ. Lain halnya dengan wudhu’. Sebab di dalam wudhu’ disunnatkan memperbarui. Wallāhu a‘lam.

Cabang Permasalahan.

Andaikata orang itu berhadats pada saat pertengahan mandinya, boleh ia menyempurnakan mandinya. Hadats yang baru tidak akan menghalang sah mandinya. Akan tetapi orang tersebut tidak boleh shalat sebelum berwudhu’. Wallāhu a‘lam.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *